Senin, 26 Agustus 2013

, , , ,

Bu Yati, Humas Idola Saya

Bu Yati tergopoh-gopoh menemui pasien. Setengah berlari dia mendahului saya untuk mendekati seorang lelaki yang nampak sedang marah dengan petugas customer service. Setelah dekat, Bu Yati dengan senyum mengembang mengucap salam dan bertanya kabar kepada pasien yang sudah lanjut usia tersebut. Tidak cukup itu, tanpa menunggu respon lelaki tua itu, Bu Yati memeluknya dengan hangat.

Saya takjub sejenak. Dalam hati, saya kagum dengan bagaimana Bu Yati memperlakukan pasiennya yang sedang marah. Pasien itu memang aedang komplain terhadap pelayanan rumah sakit dimana Bu Yati bekerja. Sebagai Humas, Bu Yati menjadi pihak yang jadi sasaran kemarahan dan harus mampu menangani dengan baik.

Sambil memegang erat kedua tangan lelaki tua itu, Bu Yati menuntunnya untuk duduk di kursi didekatnya. Dengan lembut, Bu Yati meminta maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan pasien. Dan sekaligus memastikan bahwa pasien lansia tersebut akan mendapatkan pelayanan terbaik dari rumah sakit. Sejenak pasien itu ragu, dia mengalihkan pandangan kepada saya. Saya tersenyum dan mengangguk. Kemudian saya menjelaskan apa yang terjadi setelah pasien itu menyampaikan pengaduannya tadi pagi. Akhirnya pasien lansia itu pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Itulah sekelumit pengalaman saya ketika menyaksikan langsung bagaimana Bu Yati, petugas humas, menangani komplain pasien. Fragmen tersebut biasa? Menurut saya, itu luar biasa jika dirunut dari kejadian beberapa jam sebelumnya.

Pagi-pagi sekali, seorang pasien menelepon saya untuk mengadukan  pelayanan rumah sakit yang mengecewakan. Saya menuju rumah sakit untuk melakukan klarifikasi. Saya langsung menuju ruang humas dimana biasa pasien/keluarga menyampaikan keluhan pelayanan.

Seorang perempuan, Bu Yati yang berusia sekitar 50 tahun menyambut ramah kedatangan saya. Saya sudah mengenalnya, beliau salah seorang petugas humas yang juga menerima pengaduan dan tempat luapan kemarahan pasien tersebut sebelum yang bersangkutan telepon saya pagi tadi. Badannya subur, berbusana dengan kerudung polos dan sederhana. Singkatnya, penampilan fisik dan berbusana jauh dari stereotif humas pada umumnya, perempuan muda, cantik dan gaya pakaian masa kini.

Bu Yati mendengar dengan seksama apa yang menjadi kepentingan saya. Tidak memotong sama sekali. Sesekali mengangguk. Begitu selesai saya bicara, petugas humas ini menanggapi dengan tutur kata dan sikap yang menunjukkan empati. Ucapan dengan gaya bahasa formal meski tak kaku. Intonasinya terjaga, sehingga membuat nyaman.

Dalam tanggapannya, dia mengakui bahwa pasien belum mendapatkan pelayanan kesehatan disebabkan menunggu keputusan dari Direktur rumah sakit. Meski diterima dengan baik, saya menyampaikan keberatan atas terlambatnya pelayanan. Saya meminta dipertemukan dengan Direkturnya. Saya dapat merasakan bahwa dia bingung dan tertekan. Pertama, jadi sasaran kemarahan pasien yang tak segera terlayani. Kedua, mendapatkan teguran saya sekaligus harus mengantarkan saya kepada Direkturnya.

Di dalam sebuah ruangan, kami bertiga bicara. Bu Yati melaporkan secara singkat duduk perkara dan keperluan saya kepada Direktur. Kemudian saya menegaskan perlunya segera pasien mendapatkan pelayanan. Mendengar apa yang saya dan humas sampaikan, alih-alih berbesar hati mengambil alih tanggung jawab, sang Direktur justru menyalahkan Humas atas keterlambatan pelayanan. Alasannya, Direktur menganggap Humas tidak mencerna dengan baik instruksinya. Sebenarnya Humas bersikukuh bahwa Direktur belum memberikan keputusan. Namun apalah daya, Humas tak dapat lagi menyampaikan pembelaannya. Keputusan pertemuan itu, pasien segera ditangani dengan baik.

Baru saja keluar dari ruangan Direktur, Humas mendapatkan laporan dari satpam bahwa tadi pasien datang ingin menemui Direktur rumah sakit. Satpam menolak permintaan itu dan diminta pasien menunggu di lantai bawah. Bu Yati marah dengan perilaku satpam. Bisa juga Bu Yati marah karena meluapkan tumpukan kedongkolan hatinya karena telah mendapatkan tekanan sana sini baik pasien maupun Direktur. Dengan  terburu-buru, Bu yati dan saya segera menemui pasien tersebut di lantai bawah. Dia bergumam, "sebagai pasien, saya pun akan marah diperlakukan seperti ini'

Demikianlah, di mata saya Bu Yati adalah tauladan kehumasan bagaimana menangani pengaduan dan kemarahan pasien. Dia sendiri tidak dalam kondisi damai secara psikologis. Pagi-pagi telah kena damprat pasien, tertekan dengan kedatangan saya dan puncaknya disalahkan Direktur. Dia marah, dia dongkol hatinya. Namun tak mengurangi keramahan, kehangatan dan ketenangan menghadapi kemarahan pasien.

Kalau tak salah, tahun ini beliau pensiun. Saya akan kehilangan sosok humas yang luar biasa dan berdedikasi. Salut dan salam hormat kepada Bu Yati.

Minggu, 25 Agustus 2013

, , , , , ,

Apa sih Postingan Inspiratif #30HariNonStopNgeblog

Dalam #30HariNonStopNgeblog yang digagas DBlogger ada kategori Postingan Inspiratif. Yang perlu dicatat bagi peserta #30HariNonStopNgeblog bahwa tidak harus seluruh postingan selama 30 hari diikutkan dalam kategori ini. Satu dua boleh. Lima sepuluh pun diizinkan. Tapi kalau mampu menciptakan 30 postingan inspiratif pun, silahkan diikutkan.

Bagi saya, posting #30HariNonStopNgeblog itu pekerjaan yang sangat berat. Hanya blogger dengan semangat tinggi mampu posting selama 30 hari nonstop. Sudah berat secara kuantitas, dipersulit lagi dengan kualitas yang harus inspiratif. Memang setiap postingan blog pasti punya nilai khususnya bagi bloggernya. Mungkin saja setiap postingan berpotensi manfaat bagi pembacanya. Tapi tidak setiap postingan membawa inspirasi didalamnya. Entahlah, barangkali ada blogger cerdas yang setiap postingannya mampu memberi inspirasi bagi pembacanya.

Jika demikian apa sih postingan inspiratif #30HariNonStopNgeblog? Sebenarnya tidak muluk-muluk sih. Inspiratif yang saya maksud, ketika pembaca mengangguk-angguk selesai membaca postinganmu. Atau pembaca bilang begini," Aha! Ini yang aku cari". Atau "Iya ya, kenapa aku tak lakukan begitu?" dan lain-lain ucapan yang menandakan pembaca terbuka fikirannya dan tergerak hatinya begitu membaca postinganmu. Terbukanya fikiran itu dapat merangsang ide. Tergeraknya hati itu akan mendorong tindakan atau aksi bagi pembaca.

Serius banget ya? Tudak sih. Silahkan posting dengan hati gembira. Tidak perlu berat difikirkan. Anda tidak akan tahu apakah postinganmu menginspirasi. Pembacalah yang dapat menilai dan merasakan seberapa inspiratifnya postinganmu. Saya meyakini, setiap postingan akan menemukan pembacanya sendiri. Yang harus dilakukan adalah posting, posting dan posting lagi. Dan saya akan temukan inspirasi dalam postingan itu.

Selamat mengikuti #30HariNonStopNgeblog. Kita ketemu digaris akhir postingan inspiratif.

Senin, 15 Juli 2013

, , , ,

Haruskah Humas itu Perempuan Muda lagi Cantik?

Ada stereotif bahwa Humas itu perempuan, muda dan cantik. Jadi bagi anda yang secara fisik tidak memenuhi kriteria itu tidak cocok menjadi Humas. Apakah anda termasuk orang berpandangan demikian?

Menurut pengalaman saya, syarat utama menjadi Humas itu harus menarik. Jadi tidak harus cantik atau tampan, melainkan menarik. Pribadi menarik seorang humas dapat dilihat dari tutur kata, sikap, berpakaian juga secara fisik.

Humas disebut menarik jika orang merasa nyaman bicara dengannya. Kenyamanan ini biasanya disebabkan kemauan mendengar dengan seksama keluhan klien. Juga mampu mencerna isi pembicaraan sehingga pasien/keluarga merasa nyambung atau klik. Dan Humas dalam memberikan tanggapan penjelasan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Menarik itu juga dilihat seberapa antusias dan empati kita saat melayani klien.

Tentu saja, menariknya seorang Humas juga harus ditopang dengan penampilan yang profesional seperti berpakaian rapi, bersih dan wangi.

Syukurlah, jika secara fisik dapat terpenuhi humas yang muda dan cantik/tampan itu. Anggaplah sebuah 'bonus"!

Sabtu, 29 Juni 2013

, , , ,

Tarif INA CBGs Selalu Dievaluasi

Kementerian Kesehatan melalui National Casemix Center (NCC) akan terus mengevaluasi tarif INA CBG, terutama dalam rangka pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014 yang hanya tinggal menghitung beberapa hari lagi.

Tarif yang berlaku tahun ini merupakan tarif baru yang dimulai pada tanggal 01 Januari 2013 yaitu tarif pelayanan kesehatan di ruang perawatan kelas III rumah sakit yang berlaku untuk rumah sakit umum dan rumah sakit khusus milik Pemerintah dan Swasta yang bekerjasama dengan program Jamkesmas. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes Nomor 440 Tahun 2012.

Bahwa berdasarkan indeks harga konsumen yang dikeluarkan dari BPS, ada penetapan regionalisasi tarif. Untuk RS Umum & Khusus kelas A, B Pendidikan, B Non-Pendidikan , C dan D dijabarkan pada empat regional, yaitu regional I daerah Jawa dan Bali, regional II daerah Sumatera, regional III untuk daerah Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat (NTB), dan regional IV daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Dengan pertimbangan tertentu, setiap wilayah dapat menambahkan sesuai dengan kemampuan wilayahnya.

Tarif yang akan diberlakukan saat JKN sudah diprogramkan sejak dua tahun yang lalu dan bulan Juli 2013 harus sudah diproduksi tarif baru untuk tahun 2014. Perubahan tarif untuk JKN dilakukan mengingat ada konsekuensi biaya dari aktivitas yang dilakukan. Jadi harus sudah disiapkan tarif untuk JKN, salah satunya tujuh kelompok khusus dengan pembayaran terpisah. Kemudian tahun 2014 akan ada perubahan tarif baru yang akan dibuat oleh NCC dan ditetapkan oleh Kemenkes.

Perubahan juga menyangkut pada data costing, jika yang sebelumnya data costing berasal dari 100 rumah sakit. Kemudian untuk persiapan JKN 2014, data costing rumah sakit Pemerintah dan Swasta diperluas menjadi 161 rumah sakit dari berbagai kelas dan wilayah. Dengan perbaikan ini, diharapkan tarif INA CBG akan lebih baik dari sisi metodologi maupun data yang digunakan, sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.

Sabtu, 22 Juni 2013

, , , , , ,

Inilah Manfaat Penggunaan INA CBGs Bagi Pasien dan Rumah Sakit

Sistem Casemix INA CBGs merupakan suatu pengklasifikasian dari episode perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien-pasien dengan karakteristik klinik yang sejenis. Case Base Groups (CBGs), yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh suatu kelompok diagnosis.

Dalam pembayaran menggunakan sistem INA CBGs, baik Rumah Sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kode DRG (Disease Related Group). Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebut telah disepakati bersama antara provider/asuransi atau ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya. Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang akan dijalani oleh pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya disesuaikan dengan jenis diagnosis maupun kasus penyakitnya. Bukan hanya dari segi pembayaran, tentu masih banyak lagi manfaat dengan penggunaan sistem INA CBGs.

Bagi pasien, adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas pengobatan berdasarkan derajat keparahan, dengan adanya batasan pada lama rawat (length of stay) pasien mendapatkan perhatian lebih dalam tindakan medis dari para petugas rumah sakit karena berapapun lama rawat yang dilakukan biayanya sudah ditentukan, dan mengurangi pemeriksaan serta penggunaan alat medis yang berlebihan oleh tenaga medis sehingga mengurangi resiko yang dihadapi pasien.

Manfaat bagi Rumah Sakit mendapat pembiayaan berdasarkan kepada beban kerja sebenarnya, dapat meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan Rumah Sakit, dokter atau klinisi dapat memberikan pengobatan yang tepat untuk kualitas pelayanan lebih baik berdasarkan derajat keparahan. Juga meningkatkan komunikasi antar spesialisasi atau multidisiplin ilmu agar perawatan dapat secara komprehensif serta dapat memonitor QA dengan cara yang lebih objektif.

Rumah sakit dapat perencanaan budget anggaran pembiayaan dan belanja yang lebih akurat. Rumah sakit juga dapat mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan oleh masing-masing klinisi, keadilan (equity) yang lebih baik dalam pengalokasian budget anggaran, dan mendukung sistem perawatan pasien dengan menerapkan Clinical Pathway.

Kemudian manfaat bagi penyandang dana Pemerintah (provider) dapat meningkatkan efisiensi dalam pengalokasian anggaran pembiayaan kesehatan, dengan anggaran pembiayaan yang efisien, equity terhadap masyarakat luas akan akan terjangkau, secara kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih baik sehingga meningkatkan kepuasan pasien dan provider/Pemerintah, dan penghitungan tarif pelayanan lebih objektif serta berdasarkan kepada biaya yang sebenarnya.

Sabtu, 15 Juni 2013

, , , , ,

Sekilas tentang INA CBGs

Pada postingan sebelumnya, saya sedikit mengulas sistem tarif yang dijalankan rumah sakit Indonesia. Disitu mulai disinggung INA CBGs. Apa sih itu?

INA CBGs merupakan kelanjutan dari aplikasi Indonesia Diagnosis Related Groups (INA DRGs). Aplikasi INA CBGs menggantikan fungsi dari aplikasi INA DRG yang saat itu digunakan pada Tahun 2008. Dalam persiapan penggunaan INA CBG dilakukan pembuatan software entry data dan migrasi data, serta membuat surat edaran mengenai implementasi INA-CBGs.

Sistem yang baru ini dijalankan dengan menggunakan grouper dari United Nation University Internasional Institute for Global Health (UNU - IIGH). Universal Grouper artinya sudah mencakup seluruh jenis perawatan pasien. Sistem ini bersifat dinamis yang artinya total jumlah CBGs bisa disesuaikan berdasarkan kebutuhan sebuah negara. Selain itu, sistem ini bisa digunakan jika terdapat perubahan dalam pengkodean diagnosa dan prosedur dengan sistem klasifikasi penyakit baru.

Pengelompokan ini dilakukan dengan menggunakan kode-kode tertentu yang terdiri dari 14.500 kode diagnosa (ICD – 10) dan 7.500 kode prosedur/tindakan (ICD – 9 CM ). Mengombinasikan ribuan kode diagnosa dan prosedur tersebut, tidak mungkin dilakukan secara manual. Untuk itu diperlukan sebuah perangkat lunak yang disebut grouper. Grouper ini menggabungkan sekitar 23.000 kode ke dalam banyak kelompok atau group yang terdiri dari 23 MDC (Major Diagnostic Category), terdiri pula dari 1077 kode INA DRG yang terbagi menjadi 789 kode untuk rawat inap dan 288 kode untuk rawat jalan.
Tahun 2011, National Casemix Center Kemenkes melihat adanya ketidakcocokan tarif INA CBGs bagi rumah sakit, kemudian dilakukan evaluasi secara berkala dan menghasilkan tarif sesuai dengan Kepmenkes Nomor 440 tahun 2012 tentang Penetapan Tarif Rumah Sakit Berdasarkan Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs). Bahwa tarif INA CBG dibagi menjadi empat regional terdiri dari regional 1 daerah Jawa dan Bali, regional 2 Sumatera, Regional 3 daerah Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat (NTB) dan regional 4 daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

Sekaligus menjelaskan tarif INA CBG dalam setiap regional menurut tipe dan kelas rumah sakit, terdiri dari tarif Rumah Sakit Umum dan Khusus Kelas A, Kelas B Pendidikan, Kelas B Non Pendidikan, Kelas C dan Kelas D, Tarif RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta , Tarif RSAB Harapan Kita Jakarta , Tarif RSJP Harapan Kita Jakarta dan Tarif RS Kanker Dharmais Jakarta, Tarif RS Khusus Stroke Nasional Bukittinggi, Tarif RSKO Jakarta dan Tarif RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta.

Kemudian adanya penambahan pada 7 kelompok CBGs baru yang dibayarkan terpisah, yaitu kasus kronik, kasus sub kronik, prosedur mahal, obat mahal, pemeriksaan mahal dan prosthesis/implant yang mahal. Tentunya setiap periode tertentu dilakukan perubahan dari segi metodologinya dan akan melibatkan banyak pihak. Nantinya juga tarif akan digunakan untuk kelas III, II, dan I.

Standar nasional inilah yang digunakan untuk pengelolaan tarif Jamkesmas, maka penerapan INA CBGs ini mengharuskan rumah sakit untuk melakukan kendali mutu, kendali biaya dan akses. Sehingga rumah sakit bisa lebih efisien terhadap biaya perawatan yang diberikan kepada pasien, tanpa mengurangi mutu pelayanan. Dengan demikian, tarif dapat diprediksi dan keuntungan yang diperoleh rumah sakit pun dapat lebih pasti.

Sabtu, 08 Juni 2013

, , , , , , ,

Beginilah Sistem Tarif Rumah Sakit Indonesia

Ini hanya sebagai contoh kasus. Seorang pasien, sebut saja A, menjalani perawatan selama lima hari di rumah sakit. Setelah dinyatakan sembuh, biaya perawatan pasien tersebut sebesar Rp 5 juta rupiah. Ada juga, pasien B dengan diagnosa yang sama dirawat pada rumah sakit lain selama sepuluh hari. Biaya pengobatan dan perawatannya sebesar Rp 6 juta. Kedua pasien tersebut mendapatkan pelayanan kelas III, namun tarifnya berbeda.

Kemudian contoh lain. Ada pasien sakit demam berdarah dirawat di sebuah rumah sakit. Beberapa hari menjalani pengobatan dan perawatan. Pada pukul 7 pagi, perawat menginformasikan bahwa pasien sudah boleh pulang. Namun tetap harus menunggu dokter yang merawatnya yang direncanakan akan melakukan kunjungan pada siang hari. Hingga jam tujuh malam, dokter belum melakukan kunjungan dan pemeriksaan terakhir sehingga pasien tertunda kepulangannya. Akibatnya, pasien atau keluarga harus menanggung bertambahnya biaya perawatan.

Kedua contoh diatas menggambarkan kondisi variasi tarif rumah sakit pada diagnosa penyakit dan kelas perawatan yang sama. Juga tidak efisiennya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit. Bicara tentang tarif, saat ini sebagain besar rumah sakit menggunakan sistem fee for services. Dimana rumah sakit mengenakan biaya pada setiap pemeriksaan dan tindakan akan dikenakan biaya sesuai dengan tarif yang ada. Besarnya biaya pengobatan dan perawatan tergantung pada setiap tindakan pengobatan dan jasa pelayanan yang diberikan rumah sakit.

Sementara itu khusus untuk pasien jamkesmas, rumah sakit di seluruh Indonesia telah menggunakan sistem tarif prospektif secara paket. Besaran tarif sudah ditentukan didasarkan pada diagnosa penyakit. Demikian juga, tindakan dan obat yang mesti digunakan telah ditentukan. Besar tarif tetap atau konstan, apapun dan berapapun tindakan medis yang dilakukan. Sistem paket tarif ini disebut INA CBGs.

Pasien dapat tahu besaran dan jumlah biaya sebelum semua pelayanan dengan didasarkan pada  diagnosis atau kasus-kasus penyakit yang relatif sama. Dengan kata lain, rumah sakit tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kode DRG.

Kementerian Kesehatan telah melaksanakan sistem INA CBGs untuk program Jaminan Kesehatan Masyarakat (jamkesmas) sejak tahun 2010. Hingga saat ini Tahun 2013, INA CBGs telah digunakan dalam klaim Jamkesmas pada sebanyak 515 RS Swasta dan 747 RS Pemerintah. Tarif ini diberlakukan untuk perhitungan biaya klaim bagi jamkesmas yang dirawat atau mendapat layanan kesehatan di rumah sakit penerima Jamkesmas.