Kamis, 24 Oktober 2013

, , , , , , ,

Benarkah Rakyat Miskin Dapat Berobat Gratis?

"@SBYudhoyono: Dgn BPJS Kesehatan, rakyat miskin dpt berobat & dirawat gratis di Puskesmas & rumah sakit. BPJS utk penuhi hak hidup sehat bagi semua."

Mari kita perhatikan kicauan akun resmi twitter Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setelah pencanangan BPJS di Sukabumi kemarin. Pernyataan Presiden tersebut nampak pro rakyat. Saya mendukung program populis. Tetapi saya berhati-hati pernyataan yang bernuansa politis. Sekilas tak tampak tak ada yang salah dengan kicauan akun @SBYudhoyono tersebut. Namun tanpa sadar bisa menimbulkan sesat pikir. Benarkah dengan BPJS Kesehatan, rakyat miskin dapat berobat dan dirawat gratis di Puskesmas & rumah sakit?

Sejenak saya ingin sampaikan peristiwa menarik pada kegiatan Rapat Kerja Kesehatan Nasional di Makassar awal tahun ini. Ini juga terkait pandangan pejabat publik tentang "pengobatan gratis" bagi rakyat miskin ini. Sebagai pembicara utama, Menteri Kesehatan dan Gubernur Sulawesi Selatan berbeda pandang dan saling adu argumen secara sengit dihadapan peserta Rakerkesnas. Ujung pangkal persoalan adalah pandangan Pak Gubernur bahwa dengan adanya Jamkesmas dan Jamkesda maka rakyat dapat berobat gratis. Ibu Menkes, sebagai penanggung jawab program Jamkesmas, tidak setuju dengan pandangan itu. Sebab, kata Ibu Menkes, biaya pengobatan rakyat miskin di rumah sakit dan puskesmas ditanggung oleh negara. Besarnya anggaran Jamkesmas lebih dari Rp 7,4 trilyun diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Tentu saja Gubernur Sulsel tetap bersikukuh dengan pendapatnya. Karena pengobatan gratis itu sebagaimana janjinya pada kampanye Pemilu Kepala Daerah. Pokoknya, rakyat tahunya gratis, tidak keluar uang, begitu Pak Gubernur bersikukuh.

Ibu Menkes tentu bisa memahami cara pandang para Gubernur, Bupati dan Walikota tentang pengobatan gratis bagi rakyat miskin. Karena itu janjinya saat kampanye, agar terlihat populis. Tetapi kemasan bahasa ini bisa menimbulkan sesat pikir dan cenderung pembodohan. Kata "Gratis" bisa menyesatkan rakyat seakan-akan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan semaunya dan tidak bertanggung jawab. Karena merasa tidak mengeluarkan uang seperser pun. Padahal Negara mengalokasikan anggaran trilyunan rupiah untuk itu. Benar rakyat tidak keluar uang langsung, tetapi negara membayar biaya berobat itu. Oleh sebab itu Menkes menghimbau agar para Kepala Daerah menyampaikan fakta secara apa adanya. Dengan Jamkesmas, juga Jamkesda, biaya berobat bagi orang miskin ditanggung oleh Negara melalui APBN dan APBD. Oleh sebab itu, gunakan secara bertanggung jawab, bijak dan sesuai indikasi medis.

Dari gambaran tiga pandangan Pejabat Negara tersebut; Presiden, Menkes dan Gubernur Sulses, kita bisa melihat bagaimana sudut pandang dan kemasan bahasa yang disampaikan kepada masyarakat. Presiden dan Gubernur Sulsel adalah Pejabat publik yang diajukan oleh Partai Politik dan dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Cara pandang dan bahasa yang digunakan cenderung memilih kesan populis. Karena itu sebagai pemanis dan pemupuk citra politiknya. Sementara itu, Menkes adalah pejabat publik yang diangkat presiden didasarkan pada kapasitas profesionalnya. Menkes mempunyai cara pandang dan kemasan bahasa yang faktual apa adanya. Dari pernyataaan Menkes, kita bisa fahami ada makna edukasi kepada masyarakat.

Seorang kawan saya berkata,"kan sama saja mas. ditanggung APBN sama saja gratis bagi rakyat". Tentu saja beda. Mari kita urai sedikit dengan analogi sederhana. Anda makan di sebuah Warteg dengen menu favorit nasi sepiring penuh, sayur lodeh, jengkol, oreg tempe, ikan kembung dan segelas es teh. Setelah sendawa tiga kali karena kekenyanangan, bertanyalah kepada penjaga warung.

"Sudah nih pakde. berapa semua?"

"Wah, tidak usah bayar. Saya sudah senang lihat sampean makan. berarti masakan saya enak"

"Bener pakde, gratis nih. Saya gak perlu bayar? jadi enak nih. ngomong-ngomong, pakde masih punya anak perempuan singel nggak?"

Nah ini ngelunjak namanya. Tapi pasti hatinya seneng, karena tanpa mengeluarkan uang perut pun kenyang. Demikian juga Pakde, pemilik warteg, hanya cukup merasa puas dengan "kerakusan" pelanggannya dalam menyantap makanan. Meski demikian, ia tak menerima uang sebagai imbal jasa.

Tapi akan beda dengan jika dialognya begini.

"Sudah nih pakde. berapa semua?"

"Oh, sudah dibayar semua oleh cewek yang duduknya di samping sampean tadi"

"Ah, yang bener? Jadi saya ditraktir nih. Ngomong-ngomong, cewek tadi siapa ya Pakde?. Saya ndak kenal je"

"Lah, saya kira itu teman sampean"

Ya sudahlah, yang penting bisa makan kenyang tanpa bayar, alias ditraktir. Pakde, pemilik warteg, juga tak kehilangan haknya untuk menerima uang sebagai imbal jasa makanannya. Secara manusiawi, anda akan merasa tidak enak hati dan malu, akan makan sepuasnya "cenderung rakus" bila tahu ditraktir. Sebaliknya, jika tahu ditraktir sampean akan makan secukupnya. Kecuali memang, tidak tahu diri.

Dari analogi cerita itu, disebut "GRATIS" jika penerima layanan tidak mengeluarkan uang dan pemberi layanan tidak menerima uang. Akan beda, jika penerima layanan tidak mengerluarkan uang, namun pemberi layanan tetap mendapatkan uang sebagai hak imbal saja. Demikian juga dalam program Jamkesmas, Jamkesda dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) nantinya. Negara menanggung iuran sebesar Rp 19.200 bagi setiap penduduk miskin dan tidak mampu. Negara menanggung sebanyak 96,4 juta rakyat miskin dan tidak mampu. Itu artinya Negara mengeluarkan anggaran sebesar hampir Rp 20 trilyun dari APBN. Uang itu nantinya akan dibayarkan kepada fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk rumah sakit dan puskesmas, sebagai bentuk imbal jasa bagi rakyat miskin/tidak mampu yang memerlukan pengobatan dan perawatan.

Pertanyaan selanjutnya, darimanakah uang APBN itu? Sebagaimana kita tahu,  APBN berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan bukan pajak. Rasanya tidak ada orang di Indonesia ini, termasuk rakyat miskin, yang terbebas sama sekali dari pajak. Singkatnya, jika iuran Penerima Bantuan Iuaran (PBI) JKN yaitu bagi rakyat miskin dan tidak mampu, berasal dari APBN. Demikian juga iuran untuk non PBI, sebesar 1% iurannya ditanggung negara melalui APBN. Itu berarti  berasal dari pajak rakyat Indonesia. Dengan kata lain, kita telah "meng-iur" iuran JKN melalui pajak kita.

Jika demikian, apakah tepat pendapat bahwa dengan BPJS (sebenarnya lebih tepat, JKN)  rakyat miskin dapat berobat dan dirawat gratis di Puskesmas & rumah sakit? Sungguh pernyataan itu tidak mencerdaskan rakyat. Bisa dikatakan, itu pembodohan!

 

Kamis, 10 Oktober 2013

, , , , , , ,

Jangan Katakan, Apakah Sudah Buat Janji?

Saya bergegas mendahului naik lift menuju lantai 6 di sebuah rumah sakit di kawasan BSD Tangerang. Sebelumnya saya sudah bertanya kepada seorang staf dimana kantor manajemen atau direksi rumah sakit. Saya bersama sekitar 15 orang sengaja berkunjung mendadak untuk meminta klarifikasi atas suatu perkara di rumah sakit tersebut.

Sampai di lantai 6 terdapat seorang resepsionis yang sedang duduk dan sambil bertelepon.

"Selamat siang. Saya Anjari dari Kementerian Kesehatan ingin bertemu dengan direktur atau manejemen rumah sakit". Saya memperkenalkan diri sekaligus menyampaikan maksud kunjungan, sesaat setelah resepsionis meletakkan gagang telepon.
"Bapak darimana?", tanya resepsionis sambil tetap duduk. Entah tidak mendengar perkenalan saya atau sekedar memastikan.
"Kementerian Kesehatan," saya mengulang dengan lebih jelas.

Dia mengangguk dan kembali mengangkat gagang telepon. Saya mundur beberapa langkah sambil memperhatikan sekeliling.  Di sebelah kanan ada ruangan kecil. Mungkin ruang tamu. Kawan-kawan saya sudah sampai juga di lantai 6. Mereka masih bergerombol di depan lift. Saya melihat ke arah resepsionis, masih bertelepon. Mungkin sedang melapor ke atasannya atau berkoordinasi ke dalam. Tiba-tiba dia berdiri dan memandang ke arah saya.

"Bu, ada tamu dari Kementerian Kesehatan", resepsionis melaporkan kepada perempuan yang datang dari arah belakang dimana saya berdiri.
"Selamat siang Ibu. Saya Anjari dari Kementerian Kesehatan. Ingin bertemu dengan direktur atau dengan manajen rumah sakit"
"Apakah sudah buat janji? Atau kirim surat resmi?," tukasnya tanpa balas memperkenalkan diri. Sorot matanya penuh selidik. Raut mukanya datar tanpa ekspresi keramahan.

"Belum bu. Apakah harus kami buat janji atau kirim surat resmi?," saya bertanya balik.
"Oh tidak. Ada keperluan apa ya?"
"Kami dari Kementerian Kesehatan bersama rombongan dari KKI, IDI, Kementerian Tenaga Kerja dan Imigrasi ingin klarifikasi tentang suatu hal dengan direksi. Apakah Ibu, Direkturnya?"
"Oh bukan. Saya bagian dari manajemen. Boleh saya masuk dulu, nanti sebentar kami keluar lagi menemui bapak dan ibu kembali"
"Silahkan. Boleh para pimpinan kami menunggu di dalam ruangan itu?", jawab saya sambil menunjuk ruanh kecil di sebelah kanan.

Wanita itu masuk ke dalam. Resepsionis pun asik menunduk dan membuka-buka sebuah buku. Saya mempersilahkan para pejabat lembaga yg tadi saya sebutkan untuk menunggu di dalam ruang tamu yang hanya cukup sekitar 7 orang.

Saya masih berdiri sambil mematut diri. Dalam hati bertanya, apa yang kurang pada diri saya sehingga mendapat tanggapan yang tak ramah. Resepsionis dan wanita tadi menerima dengan kesan kaku. Malah cenderung diwarnai kecurigaan. Dari busana, saya pakai baju batik dan semi jas lengkap dengan tanda pengenal. Dari tata krama, saya sudah memperkenalkan diri.

"Penampilan saya kurang meyakinkan ya? Sepertinya ibu tadi tak yakin kalau saya dari Kemenkes," canda saya kepada seorang kawan.
"Ah bapak bisa aja. Kayaknya disini sudah biasa begitu. Masa dia nggak lihat bos-bos kita pakai jas dan blus resmi gitu. Malah ada yang pakai seragam. Ada kumisnya lagi," serentak kami berdua terkekeh. Sekedar menghibur diri untuk mengusir kejenuhan. Kurang lebih 30 menit menunggu tak juga ada orang yang menenui kami di ruang tunggu.

Setiap ingat kejadian itu, hingga saya menulisnya saat ini, saya merasa tak habis pikir. Bagaimana sebuah rumah sakit swasta yang terkesan mewah dan besar, namun mempunyai gaya menerima tamu sedemikian kaku dan tidak bersahabat. Alih-alih mengedepankan hospitality dan customer care, sebaliknya justru menagih surat resmi dan menanyakan apakah sudah buat janji.

Seperti sudah kita maklumi bahwa pertanyaan "apakah sudah buat janji" biasa digunakan untuk menyeleksi tamu pimpinan kantor. Atau bahkan jadi alasan untuk menolak tamu karena waktu bos tidak bisa dibuang-buang untuk perkara tamu yang tak penting. Boleh dan sah-sah saja itu diterapkan. Pertanyaannya, kepada siapa dan disaat kapan pertanyaan "apakah sudah buat janji" itu disampaikan?   Semestinya si penanya harus dapat menilai kapan waktu dan kepada orang yang tepat. 

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan publik yang mengedepankan empati dan kepedulian. Tidak hanya staf di garda depan, meski Direktur sekalipun, harus siap menerima tamu untuk mendengar dan menerima keperluannya. Benar, tidak semua tamu harus diterima dan diseleksi Direktur. Namun cara seleksi tamu pun jangan terkesan birokratif, tertutup dan kaku.

Cara terbaik seleksi tamu adalah dengan menanyakan siapa orang dan apa keperluannya. Setelah tahu, kita bisa mengerti seberapa penting si tamu bertemu dengan direktur rumah sakit. Jika memang dianggap penting, jangan sekali-kali menanyakan "apakah sudah buat janji atau kirim surat resmi". Itu tidak etis lagi tak bersahabat. Jika tamu itu pun dirasa biasa saja, barangkali bisa ditawarkan untuk dibantu pejabat atau staf lain selain direktur. Misalnya, "mungkin bisa saya bantu sebelum nanti bertemu dengan atasan saya". Itu berempati lagi ramah.

Kemudian saya coba bandingkan dengan kebiasaan di ruang tata usaha Dirjen. Sepanjang yang saya ketahui, belum pernah staf TU Dirjen menanyakan surat resmi atau buat janji terhadap tamu yang sudah terlanjur bertamu. Tapi prosedurnya tentu ditanya siapa dan apa keperluannya.

Ah, lain lubuk lain ikannya. Membiarkan tamu sekitar 45 menit tanpa kejelasan itu benar-benar perilaku yang tidak berempati lagi tak bersahabat. Apalagi terhadap tamu dari institusi negara dengan tugas khusus. Dan ketidakramahan itu semakin lengkap, setelah kami berinteraksi dengan Direktur rumah sakitnya. Ahh!

Minggu, 06 Oktober 2013

, , , , , , ,

Sempurnakan Customer Service Menjadi Customer Care

Dengan sedikit terburu-buru saya masuk  Indomart tak jauh dari fly over terminal Kampung Melayu. Saya ingin beli sari kurma pesanan adik saya.

"Mba, ada sari kurma?". Dia tercenung, sepertinya belum tahu sari kurma.

"Biasanya dipajang dekat madu", saya berusaha sedikit memberi keterangan.

"Mari pak, saya antar ke tempat madu". Dia berjalan mendahului, saya mengikuti.

"Silahkan pak. Saya kembali ke kasir ya pak". Saya mengangguk.

Sejurus kemudian saya amati satu persatu deretan botol madu berbagai merk dan ukuran. Ternyata sari kurma tak dapat saya temukan diantara aneka jenis madu itu. Daripada keluar dengan tangan kosong, saya pun ambil sebotol madu putih. Kebetulan putri saya suka sekali madu putih. Saya bergegas ke kasir.

"Tanggal expirednya februari 2014 ya pak", kata kasir yang tadi mengantar saya ke rak madu. Saya tersadar. Tadi saya lupa mengamati tanggal kadaluarsanya. Tunggu dulu, Februari 2014 kan sekitar 4 bulan lagi, begitu pikir saya.

"Memang ada yang expirednya lebih lama?", tanya saya menyelidik.
Jujur saya penasaran. Rasanya saya belum pernah diinformasikan tanggal kadaluarsa untuk barang yang masih dalam masa berlakunya.

"Ada pak. Tunggu sebentar saya ambilkan".

Bergegas dia masuk ke dalam ruangan, mungkin gudang. Tak berapa lama kasir keluar dengan menenteng madu yang merek, jenis dan kemasannya sama dengan yang saya pilih tadi.

"Ini pak. Expirednya Oktober 2016"

"Wah, terima kasih. Anda hebat. Care sekali dengan customer," spontan saya memujinya karena senang dengan pelayanannya. Kasir tersenyum.

Saya benar-benar merasa excited dengan pelayanan kasir sekaligus wiraniaga ini. Jika dipikir, buat apa dia menginformasikan, lebih tepat memperingatkan, kepada pelanggan atas tanggal kedaluarsa. Toh, barang yang dibeli masih layak konsumsi hingga sekitar 4 bulan ke depan. Mungkin kasir ingat bahwa ada madu yang sama di dalam sana dengan kualitas lebih baik. Ditandai dengan masa expired yang jauh lebih lama, sekitar 2 tahun.

Bisa jadi, wiraniaga ini ingin memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya. Bukan hanya sekedar memberikannyang dibutuhkan pelanggan. Bukan pula sekedar senyum salam sapa seperti yang diajarkan dalam pelatihan customer service. Tetapi wiraniaga ini berempati, seakan dirinya adalah customer yang tentu saja akan memilih barang dengan expired lebih lama. Untuk itulah dia care kepada customernya.

Dengan harga sama dan pelayanan tidak berbeda, wiraniaga memberikan barang yang jauh lebih baik. Tentu saja ini akan menyentuh hati pelanggannya. Karena kasir ini telah mennyempurnakan customer service menjadi customer care.

Sabtu, 05 Oktober 2013

, , , , , , , , ,

6 Kesalahan Dinkes Tangsel Dalam Penggunaan Dokter Asing

Gara-gara dokter asing, Kota Tangerang Selatan heboh jadi bahan berita. Puluhan dokter berunjuk rasa memprotes keberadaan dokter asing yang melakukan tindakan medis di RSUD Tangerang Selatan. Akibat unjuk rasa tersebut, Kepala Dinas Kesehatan memecat 5 dokter kontrak. Sementara itu, Direktur RSUD Tangsel membubarkan Komite Medik rumah sakit.

Menurut kabar terbaru, Direktur RSUD Tangsel sudah diberhentikan dan dimutasikan ke Provinsi Banten. Untuk mengisi kekosongan, Kadinkes Tangsel merangkap menjadi pejabat sementara Direktur dan Ketua Komite Medik rumah sakit.

Apa sesungguhnya yang salah dengan keberadaan dokter asing di Tangerang Selatan ini? Saya mencoba identifikasi kesalahan Tangerang Selatan dalam mendayagunakan dokter asing.

1/ Dokter asing tidak punya Surat Tanda Registrasi

Setiap dokter yang melakukan praktik kedokteran harua memiliki surat izin praktik (SIP)dari Dinas Kesehatan setempat. Salah satu syarat izin praktik adalah Surat Tanda Registrasi yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).

Demikian juga untuk Dokter Asing yang menjalankan praktik kedokteran harus memiliki SIP dan STR. Meskipun punya "surat izin transfer of knowledge" yang ditandatangani Kadinkes Tangsel, 2 dokter Malaysia praktik di RSUD tersebut terbukti belum memiliki STR dari KKI.

2/ Surat Izin Kadinkes Tangsel Cacat Hukum.

Berdasarkan penjelasan Kadinkes Tangsel bahwa Dinkes telah mengajukan STR kepada KKI. Namun selama 14 hari STR tidak keluar sehingga Kadinkes mengeluarkan "surat izin transfer of knowledge' dengan dasar hukum Perda No. 8 Tabun 2010 tentang retribusi daerah. Dari penjelasan tersebut, Kadinkes memberlakukan kesalahan dalam logika hukum, landasan yuridis dan penerapan hirarki peraturan perundang-undangan.

Dalam konteks pendayagunaan dokter asing sudah sangat jelas dan detil diatur oleh Undang-Undang Praktik Kedokteran, Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Konsil dan Keputusan Konsil. Dengan peraturan-peraturan diberlaku asas lex specialis derogat legi generalis, dimana peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan umum. Penerapan dasar hukum UU Pelayanan Publik dan Peraturan Daerah jelas tidak tepat, apalagi kedua peraturan tersebut tidak menyebut sama sekali substansi dokter asing.

3/ Salah kaprah antara pelayanan medis dengan transfer of knowledge.

Dalam Permenkes yang mengatur pendayagunaan tenaga kesehatan warga negara asing bahwa dokter asing dibedakan menjadi dokter asing pemberi pelayanan dan pendidikan alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge). Kedua kategori itu mempunyai  persyaratan, teknis tindakan medis dan STR berbeda. Jika dokter asing melakukan tindakan medis kepada pasien umum di rumah sakit maka itu disebut pemberi pelayanan. Dokter asing alih ilmu pengetahuan hanya dilakukan pada kasus sulit yang tidak dapat ditangani dokter setempat atau adanya metode baru.

Sementara itu, kedua dokter malaysia itu melakukan pelayanan tindakan medis kepada pasien RSUD Tangsel namun dikatakan sebagai transfer of knowledge.

4/ Kompetensi Dokter

Menurut para dokter yang melakukan unjuk rasa dan IDI setempat, tindakan medis yang dilakukan 2 dokter asing itu juga bisa dikerjakan dokter lokal dan bukan metode baru.

Untuk STR Sementara,  kolegium yang bersangkutan akan melakukan evaluasi dan verifikasi kompetensi dokter asing di negaranya. Sementara kedua dokter asing tersebut masih belum jelaa kompetensinya karena proses pengajuan STR tidak tuntas.

5/ Pasport dan Visa

Berdasar informasi yang saya dapat bahwa izin keimigrasian pasport dan visa kunjungan biasa bukan untuk kerja. Padahal visa kunjungan tentu berbeda dengan visa kerja. Apakah bisa dikatakan penyalahgunaan visa, tentu perlu ditelusuri lebih lanjut.

6/ Rumah Sakit Tidak Punya Izin Penggunaan Dokter Asing

Setiap fasilitas pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit yang mendayagunakan dokter asing harus memiliki rencana pendayagunaan tenaga kerja asing (RPTKA) dan izin memperkerjakan tenaga asing (IMTA) dari Kementerian Tenaga Kerja. Selain itu dokter asing hanya dapat melakukan pendidikan alih ilmu pengetahuan pada rumah sakit pendidikan atau bekerjasama dengan RS Pendidikan. Faktanya, RSUD Tangsel bukan RS Pendidikan atau kerjasama dengan RS Pendidikan.

Itulah 6 kesalahan yang dilakukan Dinas Kesehatan Tangerang Selatan dalam pendayagunaan dokter asing.

Minggu, 29 September 2013

, , , , , , , , , , , , , ,

Tahun 2013, Kementerian Kesehatan Raih 6 Penghargaan

Apa yang terlintas pertama kali jika ditanyakan pendapat anda tentang Kementerian Kesehatan?

Setiap orang mempunyai persepsi berbeda terhadap Kementerian Kesehatan.  Namun bisa juga masyarakat memiliki opini yang sama terhadap Kemenkes. Persepsi buruk atau opini positif pada setiap orang biasanya didasarkan pada pengalaman pribadi berinteraksi dan terdampak langsung kebijakan Kemenkes. Persepsi dan opini juga sangat terpengaruh oleh pemberitaan media massa dan media sosial terhadap kasus tertentu.

Jamkesmas, atau pelayanan rumah sakit misalnya. Tak lepas dari faktor pengaruh baik dan buruknya persepsi terhadap Kementerian Kesehatan. Jika berbicara persepsi atau opini publik (masyarakat), tahukah anda bahwa pada tahun 2013 ini Kementerian Kesehatan telah  mendapatkan 6 penghargaan terkait pelayanan publik. Penghargaan ini sebagai representasi pengakuan publik melalui lembaga/badan yang kredibilitas dan kapasitasnya terpercaya.

Inilah 6 penghargaan yang didapatkan Kementerian Kesehatan sepanjang tahun 2013 yaitu:

1/ Rapor Hijau Kepatuhan terhadap Undang-Undang Pelayanan Publik dari Ombudsman RI

Pada Bulan Juli, Ombudsman RI (ORI) melakukan observasi terkait penyelenggaraan pelayanan publik khususnya pelayanan perizinan. Observasi itu dilakukan oleh tim Ombudsman selama tiga bulan, mulai Maret hingga Mei 2013 dengan didasarkan standar pelayanan publik menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Berdasar penilaian Ombudsman, Kementerian Kesehatan berada di zona aman atau berada di zona hijau karena tingkat kepatuhan dalam pelaksanaan undang-undang tentang pelayanan publik sangat tinggi. Selain Kemenkes, 3 Kementerian juga mendapat rapor hijau dari Ombudsman yaitu Kementerian ESDM, Kemendag dan Kemenperin. Sementara itu 9 Kementerian mendapat rapor kuning dan rapor merah untuk 5 Kementerian.

Ombudsman menggunakan variabel penilaian mencakup standar pelayanan, maklumat pelayanan, sistem informasi pelayanan publik, sumber daya manusia dan unit pengaduan. Selain itu, sarana bagi pengguna layanan berkebutuhan khusus, visi, misi dan motto, sertifikat ISO, atribut dan sistem pelananan terpadu.

2/ Instansi Integritas Tinggi berdasarkan Survei Integritas Sektor Publik Komisi Pemberantasan Korupsi

Kementerian Kesehatan termasuk dalam besar Kementerian/Lembaga dengan skor tertinggi pada survei sektor publik yang dilakukan KPK pada Tahun 2013. Survei Integritas Sektor Publik dilakukan dengan menggabungkan dua unsur, yakni pengalaman integritas yang merefleksikan pengalaman responden terhadap tingkat korupsi yang dialaminya; dan potensi integritas yang merefleksikan faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan terjadinya korupsi.

Setiap tahun sejak Tahun 2011 hingga Tahun 2013, Kementerian Kesehatan berhasil masuk 5 besar instansi dengan skor tertinggi dalam penilaian integritas KPK. Setiap tahun KPK melakukan survei integritas terhadap tak kurang dari 80 instansi pusat dan daerah.

Tahun 2011, skor tertinggi survei integritas KPK yaitu BKPM, Kementerian Kesehatan, PT. Jamsostek, Kemenperin, PT. Pelindo II (Pesero). Pada tahun 2012 yaitu PT. Jamsostek, Kemendikbud, BKPM, BPOM, Kementerian Kesehatan. Dan pada tahun 2013 yaitu Kemdikbud, PT.Jamsostek, PT.Angkasa Pura II, BKPN dan Kementerian Kesehatan.

3/ Instansi dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Tahun 2013 ini, Kementerian Kesehatan berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP-PP) atas laporan keuanganya tahun 2012 berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penilaian WTP diberikan BPK terhadap instansi yang mampu mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Pencapaian opini WTP bagi Kementerian Kesehatan bukanlah sesuatu yang mudah. Perlu upaya sungguh-sungguh dan terus menerus. Selama dua tahun berturut-turut yaitu pada 2009 dan 2010, BPK memberikan Opini Disclaimer terhadap laporan keuangan Kementerian Kesehatan. Berbagai upaya perbaikan pengelolaan keuangan negara yang telah dilakukan memberikan hasil nyata, sehingga BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada 2011. Dan akhirnya, tahun 2013 kerja keras dan perbaikan Kemenkes dapat memperoleh opini WTP atas laporan keuangan oleh BPK.

4/The Most Prefered Policy of Public Institution.
5/ The Most Valuable Policy of Public Institution.
6/ The Most Trusted Public Institution.


Ketiga penghargaan diperoleh Kementerian Kesehatan dalam Indonesia Brand Champion Award 2013. Tidak tanggung-tanggung, Kementerian Kesehatan menyabet 3 predikat Platinum Brand untuk kategori "ministry".

Indonesia Brand Champion Award merupakan penghargaan yang diberikan berdasarkan berdasarkan survei publik dengan indikator awareness, image, likeability, dan usefulness oleh MarkPlus Insight dan majalah Marketeers. Penghargaan untuk kategori Layanan Publik diberikan sebagai apresiasi terhadap instansi publik yang telah memberikan pelayanan dan kebijakan terbaik bagi masyarakat selama satu tahun terakhir.

Markplus Insight dan Marketeers secara acak melakukan survei kepada masyarakat umum (diluar kalangan pemerintahan, BUMN dan anggota POLRI/TNI) yang melakukan pengurusan, menerima maupun melakukan transaksi layanan publik yang disediakan di instansi bersangkutan.

Apresiasi masyarakat melalui  Indonesia Brand Champion Award 2013 ini membuktikan  bahwa Kementerian Kesehatan merupakan instansi publik yang memiliki kebijakan paling disukai, kebijakan yang paling bernilai sekaligus instansi publik yang paling dipercaya oleh masyarakat.

Itulah 6 penghargaan untuk Kementerian Kesehatan yang diperoleh sepanjang tahun 2013. Bagaimana menurut anda?

Rabu, 25 September 2013

, , , , , , ,

Kementerian Kesehatan Juara Layanan Publik pada Indonesia Brand Champion Award 2013

Hati bersorak kegirangan saat membaca halaman the Marketeers, Kementerian Kesehatan menjadi Jawara Pelayanan Publik. Dengan dada deg-degan dan mata sedikit berkaca-kaca, saya cermati rentetan kalimat dalam berita Indonesia Brand Champion Award 2013 itu.

Wow, fantastis! Ternyata Kementerian Kesehatan memenangi 3 brand untuk kategori Ministry (Kementerian) pada Indonesia Brand Champion Award 2013 yang diselenggarakan MarkPlus yaitu :

  1. MOST PREFERED POLICY of Public Institution

  2. MOST VALUABLE POLICY of public institution

  3. MOST TRUSTED public instituion


Bangga rasanya! Betapa tidak, diberbagai kesempatan dan rapat saya selalu mengangkat tentang pentingnya institution branding Kementerian Kesehatan. Dan saya mensyukuri apresiasi yang diberikan sebuah institusi ternama dan kapabel dalam bidang marketing dan branding ini.

Sebagaimana ditulis the Marketeers, kebutuhan akan layanan publik yang profesional dan kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat terus berkembang semakin tinggi. Hal ini mengharuskan instansi Layanan Publik di Indonesia terus melakukan pembenahan, baik dalam pelayanan maupun pembuatan kebijakan.

Untuk persepsi masyarakat terhadap institusi, MarkPlus Insight kembali melakukan survei tentang awareness, Image, Likeability, dan Usefullness Kebijakan Instansi Layanan Publik di Indonesia. Survei ini bertujuan mengukur penilaian masyarakat terhadap kebijakan dan layanan yang diterima dalam setahun terakhir ini.

Survei menggunakan metode kuantitatif dengan survei telepon ini dilakukan pada medio September 2013 dengan melibatkan 700 responden masyarakat umum di enam kota besar, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, dan Makassar.

Responden dalam survei ini adalah masyarakat umum yang merupakan pengguna/penerima layanan yang dalam satu tahun terakhir pernah melakukan pengurusan, menerima, maupun melakukan transaksi pembelian pada layanan publik. Responden bukan seorang pegawai di lingkungan pemerintahan/BUMN/TNI-POLRI dan pada masing-masing kota dipilih dengan metode random sampling dan dilakukan dengan phone survei. Responden mewakili masyarakat kelas menegah keatas (SEC AB). Berdasarkan hasil survei tersebut, MarkPlus Insight bersama Marketeers kembali memberikan penghargaan Indonesia Brand Champion Award 2013.

Adapun para pemenang penghargaan Indonesia Brand Champion Award 2013 kategori Layanan Publik adalah:

 

[caption id="attachment_258" align="alignnone" width="653"] Kementerian Kesehatan Pemenang Layanan Publik pada Indonesia Brand Champion Award 2013 oleh MarkPlus[/caption]
, , , , ,

Yang Muda Mestinya Semangat Kerja PNS

Bulan-bulan ini adalah musim PNS, anggap saja demikian. Hampir tiap hari ada berita Kementerian ini atau Pemda itu buka penerimaan CPNS. Juga melalui media sosial, dapat ditandai semakin semaraknya gairah anak-anak muda berburu peluang menjadi CPNS berbagai instansi pemerintah.

Bagi saya, rasanya seperti memutar kembali jarum sejarah sekitar 8 tahun lalu. Ketika itu, saya bersamaan puluhan ribu orang mengikuti ujian masuk CPNS di stadion utama Senayan. Bayangkan saja, Gelora Bung Karno yang biasanya penuh sesak suporter sepak bola, hari itu menjadi lautan anak bangsa yang mengadu nasib sebagai abdi negara. Dengan jumlah pelamar yang konon lebih besar, tahun ini semaraknya hampir serupa terjadi.

Hanya saja, untuk diri saya pribadi ada bedanya. Diantara ribuan peserta ujian, saya iseng saja mencoba peruntungan melamar CPNS. Tadi sudahlah, lain waktu mungkin saya bisa ceritakan "keberuntungan" itu hingga akhirnya saya jadi PNS. Sekarang kita bicarakan tentang atmosfer atau suasana semaraknya penerimaan CPNS yang sudah banyak dilakukan secara online.

Saya sungguh-sungguh berharap, para muda yang saat ini melamar menjadi PNS dapat memelihara semangatnya. Antusiasme yang muda ini harus dipertahankan bingga nanti jika benar-benar bekerja jadi PNS. Sejujurnya saya gelisah, jangan-jangan semangat yang muda ini hanya sebatas berburu syarat-syarat dan melamar CPNS. Jangan sampai antusias ini sekedar lolos dari status pengangguran. Amit-amit melamar PNS disebabkan menjalani nepotisme. Yang model begini, biasanya cepat loyo.

Sebaliknya, saya sangat berharap anak-anak muda penuh energik dan berdedikasi tinggi lolos sebagai CPNS. Saya mau anak-anak muda cerdas lulusan universitas terkemuka memenuhi seleksi calon pegawai negeri sipil ini. Saya mimpi, generasi muda seperti ini yang menjadikan PNS sebagai pilihan utama. Karena saya sangat yakin, dengan itulah salah satu pendorong utama reformasi birokrasi terwujud di negeri ini.

Sok idealis ya? Biarlah! Percuma anda para mahasiswa cerdas yang teriak-teriak, demonstrasi atau mencaci Pemerintah. Sia-sia anak muda berintegritas yang terus-terusan kritik Pemerintah tapi ogah masuk sistem birokrasi. Sebaliknya, yang masuk PNS hanya sisa-sisa generasi yang tak laku di swasta atau orang-orang yang enggan berkarya. Akibatnya, antusias dan semangat itu hanya saat lamaran saja.

Bukan apa-apa sih, saya hanya menumpahkan uneg-uneg. Saya merasa sudah cukup melihat PNS muda kering antusias dan miskin integritas. Sudah cukup pula menyaksikan pemuda dengan status CPNS suka datang terlambat dan pulang lebih awal dari jam kerja. Terlalu sering merasakan pemuda PNS yang malas belajar mengasah kemampuan.

Sesungguhnya banyak faktor sebab PNS kering antusias dan miskin integritas. Bisa jadi memang sejak awal tidak berminat PNS. Bisa juga tanpa kapasitas tapi beruntung masuk PNS, biasanya hasil kolusi dan nepotisme. Atau terlanjur terpengaruh budaya kerja buruk PNS lama.

Sayanglah, jika yang muda tidak semangat bekerja PNS. Jika hanya andalkan nepotisme, lebih baik jangan jadi PNS. Jika sekedar cari pekerjaan, bukan PNS statusnya. Kasihan bangsa ini yang tak segera bangkit maju karena birokrasinya. Sebaliknya, yang muda semangatlah melamar dan bekerja sebagai PNS.

Semoga pelamar yang membaca ini menjadi PNS yang antuasias dan berintegritas. Amiin.