Senin, 16 Juni 2014

, , , , , , , , , , , , ,

Menerawang Kartu Indonesia Sehat-nya Jokowi

Siapa yang mampu menjelaskan apa itu Kartu Indonesia Sehat (KIS)? Apa bedanya dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan?

Saat ini, mungkin hanya Pak Joko Widodo yang mampu menjawabnya. Tidak ada penjelasan komprehensif tentang KIS. Kalau pun toh ada keterangan, itu pun sangat sedikit. Semalam dalam debat Capres, Pak Jokowi telah menunjukkan bentuk kartu KIS. Namun tidak ada penjelasan yang jelas, apa dan bagaimana KIS nanti.
Untuk sedikit mengerti apa itu KIS, saya mengajak anda mempelajari sedikit petunjuk atau sinyal yang dikirimkan oleh Jokowi atau tim suksesnya.

Dalam kampanye di Tasikmalaya, Jokowi menyampaikan bahwa :

  1. Sistem Kartu Indonesia Sehat, lanjutnya, mengadopsi milik Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang sudah berjalan di Jakarta

  2. Kartu Indonesia sehat adalah penyempurnaan dari sistem BPJS Kesehatan


Poempida (Timses Jokowi) menyatakan bahwa dengan adanya Kartu Indonesia Sehat, program BPJS akan lebih mudah diterapkan tentunya. Masyarakat tinggal membawa kartu, tanpa persyaratan muluk. Timses Jokowi lainnya, Rieke Dyah Pitaloka, menambahkan bahwa Kartu (KIS) ini tidak terpengaruh domisili pengguna namun untuk nasional.

Mengutip pernyataan Pak Nizar Shihab (Pansus BPJS DPR) menyitir pendapat Pak Surya Chandra (Timses Jokowi) bahwa baik dalam program BPJS maupun KIS, masyarakat diwajibkan masuk asuransi dan membayar iuran. Untuk masyarakat kurang mampu, kata Nizar, pemerintah akan membiayainya dengan APBN. Dengan kata lain, kata pak Nizar, BPJS dan KIS sama saja, capres Jokowi hanya memberi nama baru saja.

Jika kita amati seksama, beberapa petunjuk diatas, sedikit bisa terkuak apa itu KIS sebagaimana disampaikan Pak Nizar bahwa Kartu Indonesia Sehat (KIS) hanyalah nama baru dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
KIS bukanlah sistem jaminan kesehatan sosial yang baru sebagaimana yang digembar-gemborkan Pak Jokowi. Sinyalemen bahwa KIS hanyalah kemasan nama baru dari JKN diperkuat dengan pernyataan Pak Jokowi sendiri bahwa KIS mengadobsi Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diterapkan di Jakarta selama Jokowi menjadi Gubernur 1,5 tahun ini. Ini semakin jelas bahwa modus KIS sama dengan KJS.

Untuk lebih jelasnya, mari kita bedah sedikit apa itu KJS? Sukseskah di Jakarta?

Fakta 1, KJS bukan produk baru. Begitu dilantik Gubernur, Jokowi memberi nama program Jamkesda dan SKTM yang sudah dijalankan oleh gubernur Fauzi Bowo menjadi Kartu Jakarta Sehat. Jamkesda dan KJS sama-sama diperuntukkan untuk orang miskin, menggunakan APBD, dan sistem Paket Pelayanan Esensial (PPE).

Fakta 2, KJS mengadobsi sistem pembiayaan JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Ketika pertama dijalankan, KJS menggunakan sistem diagnosa penyakit dan pembayaran dengan PPE sebagaimana dijalankan Jamkesda. Karena Jokowi hanya mensyarakatkan cukup dengan KTP untuk mendapatkan layanan KJS, maka terdapat eforia penduduk Jakarta mendapatkan layanan kesehatan di Rumah Sakit. Akibatnya, terjadi peningkatan pengeluaran APBD sehingga Pemda sempat menunggak Rp 355 milyar kepada rumah sakit. Untuk menghindarkan membengkaknya APBD, maka Pemda mengalihkan sistem pembiayaannya dengan pembiayaan INA CBGS (Kementerian Kesehatan) yang digunakan untuk JKN.

Fakta 3, KJS tidak mencakup seluruh penduduk Jakarta. Dari data jumlah penduduk yang harus ditanggung KJS sebanyak 4,7 juta penduduk, ternyata Pemda KJS baru menjangkau 2,3 juta penduduk. Dan sejumlah 2,3 juta penduduk itulah yang saat ini diintegrasikan dengan JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Ditambah penduduk miskin sebanyak 1,2 juta yang ditanggung oleh Pemerintah Pusat. Bagaimana sisanya? Coba tanya ke Pak Jokowi deh.

Fakta 4, Jakarta tidak memiliki sistem rujukan regional kesehatan. Persoalan utama membludaknya pasien di rumah sakit adalah sistem rujukan kesehatan di pelayanan primer dan rujukan yang tidak berjalan. Namun faktanya, sampai saat ini tidak ada Peraturan Gubernur yang mengatur bagaimana sistem rujukan kesehatan regional sebagaimana dihimbau oleh Kementerian Kesehatan. Di satu sisi, Rieke (timses Jokowi) mengatakan portabilitas, tetapi ternyata Jakarta yang dijadikan model KIS saja tidak mempunyai regulasi sistem rujukan regional.

Fakta 5, Jakarta perlu peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Ada fakta menarik, bahwa selain rumah sakit daerah, diwilayah Jakarta banyak disokong oleh banyak sekali Rumah Sakit Pemerintah Pusat (Kementerian Kesehatan). Seperti kita ketahui, RSCM, RS Persahabatan, RS Fatmawati, RS Jantung Harapan Kita, RSAB Harapan Kita, RS Dharmais dan lain-lain, merupakan rumah sakit pusat rujukan nasional dengan fasilitas lengkap. Namun itu pun tidak cukup mampu memenuhi kebutuhan fasilitas kesehatan yang bersifat intensif dan severity level tingkat lanjut seperti NICU, ICCU, PICU. Artinya, ini ada persoalan yang lebih mendasar dari sekedar merubah JKN menjadi KIS. Jika di ibukota negara saja fasilitas kesehatan masih menjadi persoalan, bagaimana dengan wilayah lain di Indonesia?

Fakta 6, KJS hanya setingkat Provinsi sedangkan JKN tingkat Nasional. Jamkesda atau penggantinya KJS dilaksanakan hanya dengan Keputusan Gubernur. Tentu cukup membutuhkan kebijakan dan keputusan  selevel Gubernur saja dalam pelaksanaannya. Sedangkan JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan dilaksanakan dengan landasan UUD 1945 dan seperangkat Undang-Undang (SJSN, SJSN). Undang-Undang dibentuk dengan persetujuan DPR yang tentu saja bukan perkara mudah mengubah suatu kebijakan.

Itu sedikit fakta tentang KJS. Sementara fakta lain di sisi JKN sudah sangat menggembirakan. Mari kita lihat sedikit.

Fakta 1, Rumah sakit mengalami surplus balance. Ketika muncul pertama kali, JKN diisukan akan membangkrutkan rumah sakit. Tarif INA CBGS dikabarkan terlalu rendah. Faktanya, setelah bulan Februari klaim rumah sakit masuk, ternyata rata-rata 96 persen rumah saki mengalami surplus balance. Dengan kata lain, rumah sakit untung. Karena ternyata tarif INA CBGs banyak yang tarifnya lebih tinggi daripada tarif RS selama ini.

Fakta 2, Jumlah Peserta JKN tahun 2014 melampaui target. Menurut peta jalan JKN, bahwa pada akhir tahun 2014 ini, jumlah peserta JKN adalah 121 juta penduduk. Ternyata terhitung sejak bulan Juni ini sudah tercatat Rp 123 juta penduduk. Itu sudah termasuk lebih dari 2 juta penduduk dengan kepesertaan mandiri.

Fakta 3, Sistem INA CBGs pelayanan kesehatan menjadi semakin efektif. Sistem INA CBGs adalah sistem paket pelayanan dalam diagnosa penyakit. Ini berbeda dengan pelayanan fee for service, dimana biaya didasarkanp ada setiap tindakan kesehatan. Dengan sistem INA CBGs rumah sakit dan tenaga kesehatan diharuskan efektif tanpa mengurangi mutu layanan.

Fakta 4, JKN terus disempurnakan. Sudah banyak peraturan dan kebijakan dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka perbaikan sistem JKN ini. Tarif INA CBGs dan Kapitasi pun sudah diperbaiki. Lambat laun pun rakyat Indonesia semakin menyadari betapa besarnya manfaat dari JKN ini.

Dari penjelasan diatas, baik dari petunjuk tentang KIS disampaikan pak Jokowi dan tim, juga paparan fakta-fakta atas KJS dan JKN tersebut, apa yang dapat anda simpulkan? Mungkin kesimpulan kita sama, apa urgensi dari Kartu Indonesia Sehat ini?

Sejauh ini, belum ada diferensiasi KIS atas JKN. Cukuplah, KJS menjadi bukti cara kerja Pak Jokowi bagaimana KIS ini ke depan. Kesimpulannya, sepertinya KIS hanya nama baru dari JKN.

Kamis, 12 Juni 2014

, , , , , , , , ,

Membantah Pernyataan Jokowi Bahwa BPJS Kesehatan Adaptasi KJS

Saya kutipkan berita online Kompas berjudul," Jokowi Mengaku Tak Tahu Bedanya Kartu Indonesia Pintar dengan BPJS Kesehatan", sebagai berikut:
"Program kartu Jakarta sehat juga telah diadaptasi oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam skala nasional dan dinamakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai awal tahun 2014.
Lalu, apa bedanya konsep kartu Indonesia sehat dengan BPJS Kesehatan?
Saat ditanyakan hal itu, Jokowi pun menjawab lugu. "Saya nggak tahu," katanya sambil tersenyum saat ditemui usai berkampanye di hadapan para nelayan di Medan Labuhan, Sumatera Utara, Selasa (Kompas,10/6/2014)"

Bagi saya ada 2 hal menarik dalam berita diatas:

Pertama, untuk kesekian kalinya Jokowi mengklaim bahwa program Kartu Jakarta Sehat diadaptasi menjadi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan. Ini memunculkan persepsi seakan-akan JKS adalah cikal bakal JKN. Atau JKN meniru program KJS.

Yang kedua yang menarik adalah Jokowi tidak bisa membedakan antara program JKN atau BPJS Kesehatan dengan Kartu Indonesia Sehat, salah satu program prioritas visi misi Jokowi-JK.

Sebagai rakyat Indonesia yang menaruh perhatian pada dunia kesehatan khususnya Jaminan Kesehatan Nasional, saya merasa terpanggil tanggung jawab sosialnya untuk menanggapi berita ini.

Ada kekacauan logika berfikir dalam penulisan berita tersebut. Pernyataan pertama mengatakan:
"Program kartu Jakarta sehat juga telah diadaptasi oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam skala nasional dan dinamakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai awal tahun 2014"

Kalimat ini mengandung makna bahwa KJS diadaptasi (baca: ditiru, cikal bakal) program BPJS Kesehatan. Jika demikian, Jokowi semestinya sangat mengerti (sekurangnya yang mendasar) apa itu BPJS Kesehatan. Bukankah BPJS Kesehatan diadaptasi dari KJS?

Namun ketika ditanya apa bedanya konsep kartu Indonesia sehat dengan BPJS Kesehatan, Jokowi senyam senyum menjawab,"Saya tidak tahu". Loh, kok bisa nggak nyambung gitu. Kalimat diawal mengklaim BPJS kesehatan adaptasi KJS, sementara Kartu Indonesia Sehat juga program prioritas Jokowi-JK jika terpilih Presiden/Wapres, tetapi mengapa tidak tahu beda keduanya? Sungguh alur pikir yang tak logis.

Baiklah, lupakan alur pikir pemberitaan (pernyataan) diatas yang tidak logis. Saya akan ceritakan secara singkat apa itu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan. Dan ada hubungan seperti apa dengan kartu Jakarta Sehat yang dibanggakan Jokowi itu.

Jaminan Kesehatan Nasional dilaksanakan sejak tanggal 1 Januari 2014 sebagai amanat dari UU SJSN (2004) dimana seluruh penduduk Indonesia harus mempunyai Jaminan Sosial termasuk Jaminan Kesehatan. Jaminan Sosial diselenggarakan secara nasional oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS). Tahun 2011, lahirlah UU BPJS yang mengatur BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah penyelenggaran jaminan kesehatan yang disebut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

JKN berlaku di seluruh Indonesia termasuk Jakarta dengan sistem pembiayaan INA CBGS sebagai kendali mutu dan kendali biaya. Tarif INA CBGS menggunakan sistem prospective payment atau sistem paket yaitu pembayaran perawatan pasien secara paket berdasarkan diagnosis atau kasus yang relatif sama.

Sebelum JKN mulai dijalankan 1 Januari 2014, dilakukan ujicoba atau pilot project di 3 provinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Itulah gambaran singkat JKN, sekarang giliran sekias cerita Kartu Jakarta Sehat. Setelah resmi menjadi Gubernur Jakarta, Jokowi meluncurkan secara resmi Kartu Jakarta Sehat (KJS) bulan November 2012. KJS adalah bagian dari janji kampanye Jokowi.

Sesungguhnya KJS adalah program jaminan kesehatan bagi penduduk Jakarta yang pada Gubernur sebelumnya (Fauzi Bowo) bernama Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Bedanya, jika Jamkesda hanya menanggung sekitar 2,7 juta penduduk miskin dan tidak mampu, KJS dijanjikan menanggung seluruh penduduk Jakarta sebanyak 4,7 juta jiwa. Berbeda dengan Jamkesda yang penggunaannya harus dengan surat keterangan tidak mampu (SKTM), KJS cukup menunjukkan KTP Jakarta untuk dapatkan layanan kesehatan yang nantinya ditanggung APBD Jakarta.

Baru 2 bulan berjalan, anggaran Jamkesda sekitar 700 milyar sudah ludes. Pada akhir tahun 2012, Pemda DKI Jakarta berhutang tunggakan tagihan kepada Rumah Sakit sebesar 355 milyar. Jebolnya APBD ini dapat difahami karena terjadi eforia sosiologis dan mudahnya dapatkan jaminan hanya dengan KTP Jakarta.

Janji politik terlanjur diucapkan. Popularitas dipertaruhkan. Namun APBD juga tidak bisa dibiarkan jebol terus menerus. Ketika Jokowi bertanya kepada Dinas Kesehatan, adakah cara agar pelayanan KJS bisa dilaksanakan tanpa menjebol APBD? Dinas Kesehatan menyodorkan alternatif menggunakan sistem pembiayaan INA CBGS milik Kementerian Kesehatan. Sebelumnya KJS menggunakan Paket Pelayanan Esensial (PPE), yang meskipun penghitungan secara paket namun berbeda dengan INA CBGS.

Pada saat yang sama, Kementerian Kesehatan juga sedang persiapan penerapan JKN dengan sistem INA CBGS sehingga dicari daerah pilot project. Gayung bersambut, maka permintaan DKI Jakarta untuk menggunakan INA CBGs dijadikan momentum oleh Kementerian Kesehatan sebagai pilot project. Akhirnya KJS bisa berjalan dengan baik tanpa APBDnya jebol seperti sebelumnya.

Saat ini, sebagaimana amanat Undang-Undang bahwa Jamkesda diintegrasikan ke sistem JKN, maka saat ini KJS telah diintegrasikan dengan JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Jumlah peserta KJS yang didaftarkan integrasikan JKN adalah 2,3 juta penduduk. Sementara 1,2 juta penduduk Jakarta ditanggung oleh Pemerintah Pusat. Artinya, tidak seluruh penduduk Jakarta ditanggung KJS atau APBD Jakarta.

Dari penjelasan singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa: TIDAK BENAR jika dikatakan program JKN atau BPJS Kesehatan diadaptasi dari kartu Jakarta Sehat (KJS). Justru sebaliknya, program KJS TERSELAMATKAN oleh sistem INA CBGS yang sejak awal merupakan sistem yang dipersiapkan untuk JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.

Sejak awal saya sudah katakan, jangan politisasi KJS. Ternyata Jokowi menggunakan kepopulerannya untuk menaikan level KJS dengan diklaim sebagai cikal bakal BPJS Kesehehatan. Sungguh terlalu!

Jadi yth pak Jokowi, apa itu program Kartu Indonesia Sehat? Sungguh terlalu jika anda menjawab, "saya nggak tahu".

Minggu, 08 Juni 2014

, , , , , , ,

Catatan Kunjungan ke ANRI: Seberapa Jauh Kita Mengetahui Sejarah Perjalanan Bangsa?

Dulu Arsip Nasional disingkat Arnas. Mirip nama artis yang bom seks itu, makanya diubah menjadi ANRI, Arsip Nasional Republik Indonesia. Demikian cerita Pak Imam Gunarto (Direktur Konservasi ANRI). Seketika ruangan sedikit riuh oleh tawa dan komentar. Entah bercanda atau benar itu menjadi alasan berubahnya Arnas menjadi ANRI, saya tak sempat konfirmasi langsung. Namun sekurangnya, kalimat itu sedikit mengendurkan rasa sakit di kepala dan terasa mendinginkan demam badan saya sejak semalam.

Jum’at (6/7/2014), saya bersama kawan-kawan peserta, fasilitator dan narasumber Diklatpim IV Kementerian Kesehatan melakukan kunjungan ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Jalan Ampera Raya No. 7 Jakarta Selatan. Kunjungan ini sebagai bagian dari memperkuat pemahamanan wawasan kebangsaan khususnya 4 Pilar Kebangsaan. Inilah pertama kalinya saya berkunjung ke ANRI. Sakit kepala dan demam tak menghalangi saya mengikuti kunjungan pada institusi mempunyai visi "Arsip sebagai Simpul Pemersatu Bangsa".

Setelah diterima oleh Bagian Humas, kami ditemani pemandu menelusuri "Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa". Di sebelah kanan pintu masuk Ruang diorama, kami disambut relief senyuman presiden pertama hingga Presiden SBY (ke-6) dengan judul "Senyummu Indonesiaku". Kata Pak Imam, pernah ada pertanyaan dari seorang anggota DPR terkait relief ini. Mengapa yang ditengah-tengah Pak SBY, kenapa bukan Bu Mega. Dia kan perempuan sendirian, sehingga sepantasnya dikelilingi para presiden pria. Tentu saja, Pak Imam kesulitan menjawab pertanyaan ini.

Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa diresmikan oleh Presiden SBY pada 31 Agustus 2009. Didalamnya pengunjung dapat melihat proses dinamika dari masa ke masa sejarah perjalanan Indonesia dalam bentuk arsip yang disajikan dengan sentuhan teknologi informasi dan karya seni.

Ruang diorama seluas 750 m² dibagi menjadi 8 hall. Setiap hall menampilkan petikan peristiwa dan episode tertentu perjalanan bangsa. Tentu tidak semua episode sejarah perjalanan bangsa dapat ditampilkan dalam diorama ini. Istilah Pak Imam, ANRI ini merawat, memelihara dan melayankan memori kolektif bangsa. Dengan demikian, dalam diorama ini "hanya" menampilkan episode tertentu dari sejarah yang telah menjadi memori kolektif bangsa. Dimulai dari masa kejayaan Nusantara, perjuangan melawan penjajah, kebangkitan nasional, proklamasi kemerdekaan, masa mempertahankan kemerdekaan, masa mengisi kemerdekaan, masa reformasi dan diakhir diorama, pengunjung disuguhkan film perjuangan dalam mini theatre.

ANRI dan Empat Pilar Kebangsaan

Istilah Empat Pilar Kebangsaan dipopulerkan MPR sebagai upaya kembali menyosialisasikan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Sesungguhnya, Mahkamah Konstitusi telah menghapus frasa "empat pilar berbangsa dan bernegara" dalam Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Tapi sejenak mari kesampingkan hal itu. Secara substansi, wawasan kebangsaan bagi setiap seluruh rakyat Indonesia itu sangat penting. Tidak terkecuali Pegawai Negeri Sipil harus mampu mendalami Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 sebagai konstitusi dasar, NKRI bentuk negara dan semangat ber-bhineka tunggal ika.

Jika selama ini wawasan kebangsaan diajarkan kepada peserta didik secara konsep dan teoritis di kelas, kunjungan ke ANRI adalah salah satu metode dalam memahami, menghayati dan menyerap nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI & Bhinneka Tunggal Ika. Demikian juga melalui Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa, banyak hal yang dapat diambil hikmahnya guna memperkuat nilai-nilai 4 pilar berbangsa bernegara itu.

Terbagi dalam 8 hall, pengunjung akan disuguhi replika dari prasasti yang ditemukan diberbagai daerah di Indonesia yang menggambarkan masa kerajaan nusantara. Data dan keterangan setiap prasasti juga disajikan dalam buku digital berlayar sentuh. Buku digital ini juga tersedia di hampir semua hall, seperti hall yang menampilkan profil para pahlawan bangsa, sehingga pengunjung bisa menggali informasi lebih mudah dan interaktif.

Sebagai wahana memori kolektif bangsa, diorama ANRI juga menyajikan bebeberapa peristiwa yang sudah begitu dikenang masyarakat umum seperti masa pergerakan pemuda hingga tercetusnya Sumpah Pemuda 1928, masa perjuangan kemerdekaan dan perang gerilya. Disajikan pula gambar, patung dan suara asli bagaimana teks proklamasi dibacakan,

Pada bagian hall lain, ditampilkan pula saat peristiwa G30SPKI, patung pahlawan revolusi dan film dokumenter pengangkatan jenazah para jenderal dari sumur Lubang Buaya. Hingga peristiwa bergulirnya orde reformasi dengan ditampilkan suasana gedung DPR/MPR diduduki mahasiswa, teks pernyataan berhenti Presiden Soeharto dari jabatannya sebagai presiden pada 21 Mei 1998. Dan terakhir, saya mengunjungi hall yang memutar film pendek yang mengisahkan Presiden Soekarno sejak kecil. Itulah gambaran sekilas isi diorama ANRI. Saya tidak dapat menceritakan dengan lebih detil. Selain karena kondisi badan yang tidak sehat, juga harus berpacu dengan waktu sholat Jumat, sehingga tak mampu merekam secara lebih lengkap diorama sejarah perjalanan bangsa di ANRI ini.

Beda Diorama ANRI dengan yang Lain

Barangkali kita bertanya, apa bedanya diorama ANRI ini dibandingkan dengan diorama sejarah yang ada ditempat lain? Saya pernah melihat diorama sejarah di tempat lain, misalnya Monumen Nasional. Jika dibandingkan, diorama ANRI lebih lengkap, lebih modern, dan tentunya lebih menarik dalam menceritakan perjalanan sejarah bangsa. Dalam bayangan saya, arsip merupakan sekumpulan tumpukan kertas tua berupa tulisan dan foto yang lusuh. Namun dalam diorama ANRI, arsip diwujudkan dalam bentuk karya seni yang menarik dan bersentuhan dengan teknologi informasi.

Sebagaimana fungsi arsip nasional sebagai bukti (evidence), diorama ANRI dilengkapi dengan "bukti asli" tulisan, suara, gambar, foto, video, dan benda meskipun dalam bentuk replika. Karena aslinya tersimpan rapi di gedung arsip tersendiri. Yang menarik, ANRI menampilkan 3 versi Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Ini menandakan bahwa ANRI bersikap netral dan berbasis bukti. Meskipun belum terbukti mana yang asli, masyarakat Indonesia perlu tahu ketiga versi Supersemar sebagai bagian yang menentukan sejarah perjalanan bangsa.

Bagi yang ingin mendapatkan informasi lebih detil terhadap benda-benda yang disajikan di Diorama ANRI, disedikan pula ruang baca bagi pengunjung. Malah pengunjung juga bisa mendapatkan layanan penggandaan arsip. Sayang, saya tidak sempat memasuki ruang baca dan menikmati layanan penggandaan arsip ini.

Pengalaman Menarik di ANRI

Selama kunjungan ke ANRI khususnya diorama Sejarah Perjalanan Bangsa, saya mendapatkan pengalaman menarik atau sesuatu yang baru. Misalnya dokumen Supersemar seperti yang telah saya sampaikan diatas. Saya memang telah lama tahu ada beberapa versi Supersemar, tapi baru saat itu mendapatkan kesempatan melihat replika ketiga versi Supersemar itu. Pada saat saya dan rombongan berkerumun di depan replika Supersemar, Pemandu menuturkan bahwa ketiga versi Supersemar itu tak satupun berkop surat Bintang Padi Kapas, sebagaimana kop surat Presiden. Yang ada, 2 versi berkop surat Garuda, yang satu lagi tak kop surat. Kemudian ada versi yang ditulis dengan huruf seperti huruf komputer. Malah ejaaan Soekarno pun ditulis "Sukarno" saja.

Pengalaman menarik lainnya, saat itulah pertama kali saya mendengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam versi 3 stansa. Sebagai informasi, lagu Indonesia Raya yang saat ini menjadi lagu kebangsaan adalah versi 1 stansa. Pada bagian lain, saya tertarik dengan replika poster pada masa perjuangan dengan gambar dan kalimat yang menarik. Misalnya ada poster bergambar coretan mata dengan tulisan huruf kapital,"Awas! Gerilja Rakjat. Pembantu Blanda. Bangsa Tionghwa sama bangsa Asia! Insjaflah segra dan berbalik bela kepehak Indonesia". Ada lagi poster bergambar sosok pria dengan tangan kanan memegang pistol dan menyilangkankannya di dada. Tulisannya berbunyi,"Ikut Blanda? Awas Gerilja punja 1000 mata!".

Pada kesempatan ini pula, akhirnya saya bisa membandingkan teks prokalamasi antara konsep tulisan tangan, yang diketik dan diucapkan. Secara substansi tidak berbeda, namun secara keredaksiannya saja beda. Misalnya, pada akhir teks proklamasi tertulis "Djakarta, 17-8-’05. Wakil2 Bangsa Indonesia". Di naskah proklamasi yang diketik Sayuti Melik, penanggalan masih menggunakan tahun Jepang, tapi "wakil2 Bangsa Indonesia" diganti dengan "atas nama bangsa Indonesia. Soekarno Hatta". Sedangkan yang pada saat pembacaan teks proklamasi sebagaimana seperti kita dengar selama ini.

Saya tertarik dengan bahasa yang digunakan pada surat dengan tulisan tangan Bung Karno kepada Panglima Besar Soedirman. Bung Karno memanggil Jenderal Soedirman dengan sebutan Adinda, meskipun mereka berbeda pandangan pada saat perang kemerdekaan. Disini membuktikan bahwa Bung Karno pandai merangkai kalimat dan mempengaruhi orang lain.

Pada hall yang menampilkan pahlawan revolusi, pemandu menuturkan bahwa ada perbedaan antara yang ditampilkan dalam film G30S/PKI dengan hasil otopsi jenazah para jenderal yang ditemukan di sumur Lubang Buaya. Jika dalam adegan film para jenderal sempat disiksa (seperti disilet), namun hasil uji forensik menyatakan kematian para pahlawan revolusi itu karena luka tembak saja. Saya juga sempat membaca replika surat pernyataan berhenti Presiden Soeharto yang dibacakan pada 21 Mei 1998.

Itulah Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa ANRI. Diorama singkat ini, cukup memberikan gambaran bahwa Indonesia merupakan proses sejarah yang panjang. Bila dikaitkan dengan empat pilar kebangsaan, maka lahirnya sebuah negara bernama Indonesia dilandasi nilai sila pertama sampai sila kelima Pancasila. Indonesia di masa akan datang harus dibangun didasarkan cita-cita luhur sebagaimana tercantum dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 termasuk didalamnya NKRI. Sejak awal, Indonesia diperjuangkan oleh para pejuang dari berbagai suku bangsa, bahasa dan budaya di Nusantara, oleh karenanya nilai Bhinneka Tunggal Ika harus dijunjung tinggi setiap rakyat Indonesia.

Pernahkah muncul pertanyaan dalam diri kita, untuk apa kita melakukan kunjungan ke ANRI? Melalui Arsip Nasional, memori kolektif bangsa dirawat dan dipelihara sepanjang masa. Melalui arsip-arsip yang tersimpan di ANRI ini, kita bisa mengetahui sejarah, identitas dan jati diri Indonesia. Pengetahuan sejarah perjalanan bangsa, bukan untuk mengetahui siapa yang paling berjasa terhadap berdirinya Republik Indonesia. Bukan pula untuk mengetahui siapa yang salah, siapa yang benar. Juga tidak untuk mencari siapa yang mesti bertanggung jawab atas kondisi bangsa Indonesia saat ini.

Kita tidak bisa menyalahkan sejarah, karena sejarah memang tidak bisa dirubah. Meskipun sejarah tak bisa dirubah, namun kita punya kehendak dan kekuatan untuk mengubah masa depan. Melalui dokumen sejarah, kita bisa belajar dan mengambil hikmah dalam berpikir dan bertindak demi Indonesia yang lebih baik di masa datang.

Itulah catatan singkat kunjungan ke Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa di ANRI. Barangkali banyak kekurangan, tidak lengkap atau terselip ceritanya. Namun itulah nuansa dan kesan dapat saya rekam dengan kondisi badan yang tidak sehat. Demikian juga saat menuliskan catatan ini. Semoga bermanfaat.

Senin, 02 Juni 2014

, , , , , , , ,

Menguji Visi Misi Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta Dalam Bidang Kesehatan

Ketika mulai muncul dan menghangat nama-nama bakal calon presiden, saya menuliskan kalimat ini:
"aku ora mikir copras capres, emang mereka mikir kita?"

Kalimat itu sekian lama menjadi cover profile di halaman utama facebook saya. juga beberapa kali saya share melalui akun twitter saya. Anda tahu kan, siapa tokoh yang sering menggunakan kalimat "ora mikir copras capres" ini? Ya, Joko Widodo. Yang akhirnya saat ini telah secara resmi menjadi salah satu calon presiden. Sosok yang dulu sering ditanya wartawan tentang kansnya diajukan jadi Capres dan sering menjawab "ora mikir ora mikir copras capres" itu akhirnya maju juga jadi Capres.

Sepertinya saya kena "tulah Jokowi". Meski saya menulis di facebook dan twitter saya,"ora mikir copras capres, emang mereka mikir kita", ternyata dalam kenyataannya saya lebih banyak membaca berita capres/cawapres, setelah berita kesehatan. Tidak hanya itu, beberapa kali saya menulis status di media social dan sharing berita politik itu. Saya harus jujur mengakui bahwa urusan politik, khususnya pemilihan presiden, bukan persoalan sepele. Ini masalah besar bagaimana bangsa Indonesia memilih pemimpin yang akan jadi manajer sekurangnya 5 tahun ke depan. Sesungguhnya kepemimpinan presiden 5 tahun, akan sangat berdampak pada kehidupan berbangsa bernegara berpuluh-puluh tahun ke depan. Jadi tidak ada alas an lagi, saya sebagai warga negara untuk tidak peduli pada pemilu.

Seperti halnya tulisan ini sebagai wujud kepedulian saya terhadap peristiwa 5 tahunan ini. Sebagaimana perhatian dan keseharian saya bidang kesehatan, maka saya ingin sedikit menguji, lebih tepatnya membandingkan, visi bidang kesehatan dari pasangan capres/cawapres Joko Widodo - Jusuf Kalla (JKWJK) dengan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa (PSHR).

Saya tertarik menulis ini berawal dari membaca berita politik yang membandingkan visi misi JKWJK dan PSHR. Bahwa visi misi JKWJK setebal 41 halaman, sedangkan PSHR hanya 9 lembar. Sungguh timpang kan. Kemudian saya mencari dan mendownload visi misi kedua pasangan capres/cawapres itu di situs Komisi Pemilihan Umum. Tidak cukup puas, saya juga mendownloadnya di situs tim pemenangan mereka.

 

FORMAT DOKUMEN

Sebelum menguji visi misi bidang kesehatan, saya tertarik secara selintas mendeskripsikan format penulisan visi misi JKWJK dan PSHR. Mengapa format ini penting? Saya menganggap bahwa format penulisan visi misi ini mencerminkan bagaimana struktur berfikir capres/cawapres (atau tim penyusunnya) dalam menyampaikan ide gagasan dan apa-apa yang akan dilakukan selama memimpin Indonesia 5 tahun ke depan.

Tata letak, penempatan, penomoran tentu menjadi hal yang bias menggambarkan bidang-bidang kehidupan apa saja yang menjadi prioritas program mereka. Bahkan menurut saya, jumlah lembaran dokumen visi misi ini juga dapat menggambarkan bagaimana cara pikir dan cara kerja mereka. Malah saya juga berfikir, banyaknya lembar visi misi ini, sejauh mana keterlibatan pasangan JKWJK dan PSHR dalam menyusun kata demi kata yang tertuang dalam point-point gagasan visi misi ini? Mari kita uji, kita bandingkan.

1.  Joko Widodo - Jusuf Kalla;

  • 42 halaman terdiri 1 halaman sampul dan 41 halaman isi;

  • Visi : Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong;

  • Visi misi dijabarkan dalam "9 Agenda Prioritas (nawa cita)"

  • Penjabaran visi misi dijelaskan dengan kalimat panjang dan normatif yang tercakup dalam 12 agenda politik, 26 agenda ekonomi dan 3 agenda budaya;

  • minim dilengkapi angka/data dan tanpa dilengkapi anggaran;

  • Dokumen tidak dibubuhkan tanggal dan tidak ditandatangani oleh JKWJK


2.  Prabowo Subianto - Hatta Rajasa

  • 9 halaman, tanpa halaman sampul;

  • Visi : Membangun Indonesia yang Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur serta Bermartabat;

  • Visi misi dijabarkan dalam "8 Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia"

  • Penjabaran visi misai disusun dengan penomoran yang terstruktur, dan sederhana berupa point-point.

  • Penjabaran banyak dilengkapi angka data dan disertai  anggarannya;

  • Dokumen dibubuhi tanggal 20 Mei 2014 dan ditandatangani oleh Prabowo Subianto sebagai Capres dan Hatta Rajasa sebagai Cawapres diatas materai Rp 6000.


Membandingkan dokumen visi misi kedua pasangan capres/cawapres ini, seakan 2 dokumen yang saling antithesis. Visi misi JKWJK sejak pendahuluan, latar belakang, penegasan visi misi hingga penjabaran disampaikan dalam kalimat panjang, berbahasa normatif, dan terkesan membosankan untuk dibaca. Bayangkan saja. Anda harus membaca sebuah poin-point pernyataan yang ditulis menyambung dan seakan tak tahu dimana titiknya.

Sementara itu, visi misi PSHR dari latar belakang, pernyataan visi misi dan penjabaran ditulis lebih terlihat terstruktur dan langsung pada inti masalah.. Penjabaran disusun dalam tiap-tiap nomor yang kalimatnya mencerminkan satu masalah. Terkesan lebih simpel dan mudah dibaca. Apalagi agenda-agenda dilengkapi dengan angka/data dan anggaran sehingga terkesan lebih meyakinkan dan bias diukur. Itulah selintas gambaran format penulisan visi misi kedua pasangan capres/cawapres. Silahkan anda membaca lebih dalam.

 

PROGRAM KESEHATAN CAPRES/CAWAPRES

Sekarang saatnya kita membandingkan agenda program dan prioritas sebagai penjabaran inti dari visi dan misi capres/cawapres. Sebagaimana disampaikan diatas bahwa penjabaran visi misi JKWJK diperas dalam "9 Agenda Prioritas" yang disebut Nawa Cita. Sedangkan PSHR penjabarannya visi misinya disebut sebagai "Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia" yang berjumlah 8 point.

Oleh karenanya dalam membandingkan visi misi bidang keshatan, saya lebih menitikberatkan pada "agenda prioritas" ini. Saya akan cari dan garisawahi diantara  "9 Agenda Prioritas"  dan "Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia", yang memuat agenda/program bidang kesehatan. Mari kita lihat, siapa yang lebih pro bidang Kesehatan.

 

1.  Joko Widodo - Jusuf Kalla

Visi misi bidang kesehatan dari pasangan JKWJK sebagaimana yang termaktub dalam "9 Agenda Prioritas" dalam ditemukan pada halaman 9 nomor 5, (saya kutipkan utuh);
"Kami akan meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program ―Indonesia Pintar‘‘ dengan wajib belajar 12 Tahun bebas pungutan; peningkatan layanan kesehatan masyarakat dengan menginisiasi kartu ‘Indonesia Sehat‘‘; Serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program ‘Indonesia Kerja‖ dan ‘Indonesia Sejahtera‘‘ dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 Juta Hektar; program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta Jaminan Sosial untuk seluruh rakyat di tahun 2019"

Mari kita baca kutipan kalimat itu baik-baik. Disitu yang terkait kesehatan adalah peningkatan layanan kesehatan masyarakat dengan menginisiasi kartu ‘Indonesia Sehat". Yang lainnya? Tidak ada. Saya coba membaca kembali dari awal nomer 1 hingga 9 dari Nawa Cita dan saya hanya menemukan 1 program kesehatan  yaitu "kartu Indonesia Sehat" sebagai agenda prioritas pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla.

Kok cuma satu ya? Kok bisa? Begitu pikiran saya. Baiklah karena hanya 1 program kesehatan, sebagai "bonus" saya melacak program kesehatan diluar "9 agenda prioritas". Saya mencari program kesehatan pada penjabaran bidang politik, ekonomi dan budaya. Masa dari 41 halaman visi misi JKWJK tidak ditemukan program kesehatan lain. Semestinya sesuai aturan tadi yang hanya membandingkan agenda prioritas, pencarian ini tidak boleh saya lalukan. Tapi apa boleh buat, terpaksa dilakukan. Karena saya tidak rela jika capres/cawapres hanya punya 1 program kesehatan sebagai prioritasnya.

Alhamdulillah, saya menemukannya program kesehatan pada bagian "Berdaulat dalam bidang Politik" pada komitmen nomer 10 sebagari prioritas "Pemberdayaan Perempuan dalam Politik dan Pembangunan" pada huruf d, (hal 23) yaitu :
"Kami berkomitmen untuk memperjuangkan kebijakan khusus untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan, perangkat dan alat kesehatan dan tenaga – khususnya bagi penduduk di pedesaan dan daerah terpencil sesuai dengan situasi dan kebutuhan mereka. Menyediakan system perlindungan sosial bidang kesehatan yang inklusif dan menyediakan jaminan persalinan gratis bagi setiap perempuan yang melakukan persalinan. Mengalokasikan anggaran negara sekurang-kurangnya 5% dari anggaran negara untuk penurunan AKI, Angka kematian bayi dan balita, pengendalian HIV dan AIDS, penyakit menular dan penyakit kronis.

Hati saya senang menemukan program ini, meskipun normatif. Tetapi saya bertanya-tanya, mengapa program kesehatan yang nyata-nyata tidak hanya identik dengan perempuan (kecuali persalinan, AKI, AKB), ditempatkan pada  program pemberdayaan perempuan? Mengapa program kesehatan ini tidak ditempatkan dalam 1 nomer tersendiri, misalnya bagaimana secara politik berpihak pada pembangunan kesehatan.

Selain masalah penempatan program kesehatan yang tidak tepat, saya tertarik mengomentari alokasi sekurangnya 5% APBN. Saat ini Tahun 2014 alokasi anggaran kesehatan sekitar 3,6 persen merupakan total anggaran kesehatan termasuk untuk Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS Kesehatan). Pertanyaannya, apakah mungkin mampu laksana jika JKWJK ingin mengalokasikan 5% APBN hanya untuk AKI, AKB, HIV/AID, penyakit menular dan kronis?

Dengan masih geleng-geleng kepala, kemudian saya terus mencari pada bagian lain, dan menemukan program kesehatan pada bagian "Berdikari dalam Bidang Ekonomi" prioritas program nomer 5 pada "Pemberdayaan Buruh" (hal. 33):
"Kami berkomitmen untuk membangun pemberdayaan Buruh, melalui, (1) pengendalian inflasi harus dlihat sebagai bagian integral dari perjuangan buruh, (2) Pembangunan perumahan untuk buruh di kawasan industri tidak dapat ditunda lagi, (3) APBN harus menjadi bagian penting dari pelayanan hak-hak buruh. (3) penambahan iuran BPJS kesehatan yang berasal dari APBN dan APBD perlu dilakukan, (4) Pelarangan kebijakan alih tenaga kerja di BUMN, (5) Mencipatakan pertumbuhan ekonomi yang terkait dengan penyerapan tenaga kerja, (6) mekanisme proteksi terselubung untuk melindungi tenaga kerja dalam pelaksanaan Masyarkat Ekonomi Asean., (7) Melakukan revisi terhadap UU 39/2004 tentang penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan menekankan pada aspek perlindungan, (8) Mendukung pegesahan UU Tentang Sistem dan Komite Pengawas Ketenagakerjaan, UU Tentang Sistem Pengupahan dan Perlindungan Upah; UU Tentang Kesehatan, UU Tentang Keperawatan, UU Tentang Kebidanan;..."

Disini lagi-lagi saya tak habis pikir, mengapa program kesehatan hanya untuk mendukung pemberdayaan buruh. Apakah JKWJK tidak tahu bahwa yang perlu penambahan iuran BPJS itu tidak hanya buruh. Seluruh rakyat miskin, gelandangan, pengemis, orang terlantar, petani, pedagang asongan, intinya iuran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) memang perlu dinaikan iurannya. Yang agak janggal adalah mendukung pengesahan UU tentang Kesehatan. Padahal UU Kesehatan baru saja disahkan tahun 2009 (UU 36 Tahun 2009).

Pencarian dilakukan pada bagian "Mandiri dalam bidang ekonomi" pada program "Perimbangan Pembangunan Kawasan" yaitu :
Kami berkomitmen untuk membangun perimbangan pembangunan kawasan melalui; ..... (8) Implementasi pelayanan publik dasar yang prima melalui pembangunan 50.000 rumah sehat dan mengembangkan 6000 puskesmas dengan fasilitas rawat inap, (9) Implementasi sistem jaminan sosial nasional secara merata di seluruh Indonesia ....

Ini program baik, tetapi lagi-lagi mengapa penempatannya disini. apakah pengembangan puskesmas semata-mata urusan perimbangan pembangunan kawasan? Terus apa yang dimaksudkan implementasi SJSN secara merata itu?

Sampai disini penelurusan saya terhadap program kesehatan pada visi misi JKWJK. Saya tidak menemukan program kesehatan yang orisinal, istimewa dan bersifat kebaruan. Tidak juga program itu bersifat konkrit dan terukur. Padahal dengan dokumen setebal 41 halaman, semestinya JKWJK memiliki ruang untuk menjelaskan sebagian dari program kesehatan. Contohlah Kartu Indonesia Sehat sebagai agenda Nawa Cita, mengapa tidak ada penjelasan lebih detil? Apa relevansinya KIS dengan JKN dan BPJS? Apakah itu program baru atau penamaan baru dari JKN (BPJS)?

 

2.  Prabowo Subianto - Hatta Rajasa

Sekarang giliran saya menelusuri program kesehatan dari pasangan PSHR. Sebagaimana saya sebutkan diatas, penjabaran visi misi PSHR disusun secara terstruktur, tersaji pointer dengan penomoran yang jelas. Dokumen hanya memuat ""Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia" setebal 9 halaman sehingga sangat mudah mencari program kesehatannya.

Program kesehatan PSHR tercantum dalam agenda ke-5 yaitu Meningkatkan Kualitas Pembangunan Sosial melalui program Kesehatan, sosial, Agama, Budaya dan olahraga. Dari 9 program, 6 diantaranya terkait dengan kesehatan yaitu :

  •  Menjamin pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin melalui percepatan pelaksanaan BPJS Kesehatan.

  •  Mengembangkan rumah sakit modern di setiap kabupaten dan kota.

  •  Memberikan jaminan sosial untuk fakir miskin, penyandang cacat dan rakyat terlantar.

  •  Meningkatkan peran PKK, Posyandu dan Puskesmas, dan mengembangkan program Keluarga Berencana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

  •  Menggerakkan revolusi putih mandiri dengan menyediakan susu untuk anak-anak miskin di sekolah melalui peternakan sapi dan kambing perah.

  •  Mewajibkan sarjana dan dokter yang baru lulus untuk mengabdi di daerah miskin dan tertinggal.


Sayang sekali, dokumen visi misi PSHR hanya 9 halaman dan berupa poin-point saja, sehingga tak bias diketahui bagaimana cara mencapai agenda dan program nyata itu. Dan saya juga kecewa karena program Kesehatan tidak mendapatkan prioritas sendiri sebagaimana Pendidikan sehingga bias dieksplorasi lebih jauh keperpihakan PSHR terhadap bidang kehidupan yang bersifat dasar dan asasi. Padahal kita tahu bidang kesehatan dan pendidikan itu urusan kebutuhan dasar manusia.

Dan menjadi pertanyaan saya, mengapa pada program kesehatan ini tidak dilengkapi angka/data dan anggaran seperti program prioriras PSHR lainnya? Meski demikian, ada yang menarik untuk dicermati dengan adanya program revolusi putih, wajib dokter mengabdi di daerah tertinggal dan rumah sakit modern di setiap kabupaten/kota. Program ini terasa baru, tidak seperti biasa saya dengar, lebih nyata dan tidak normatif.

 

KESIMPULAN

Setelah menelusuri dan membandingkan program kesehatan terutama pada "program prioritas" sebagai penjabaran inti dari visi misi capres/cawapres, saya berkesimpulan bahwa program kesehatan tidak menjadi bagian utama dari program JKWJK maupun PSHR jika terpilih sebagai presiden/wakil presiden. Visi misi JKWJK maupun PSHR tidak cukup banyak menyentuh isu kesehatan diantaranya disparitas, akses dan mutu layanan kesehatan termasuk akreditasi, promotif dan preventif kesehatan, tingginya harga alat kesehatan dan obat, kekurangan dokter dan tenaga kesehatan, perlindungan hukum pasien dan tenaga kesehatan, health tourism, penelitian pengembangan kesehatan, pertumbuhan industri kesehatan dalam negeri, dan reformasi kesehatan Indonesia.

Namun demikian jika dibandingkan dari keduanya, program prioritas bidang kesehatan pasangan PSHR lebih baik dibandingkan JKWJK. Jumlah program prioritas bidang kesehatan PSHR lebih banyak dibandingkan JKWJK.Visi bidang kesehatan PSHR terasa lebih nyata dan relative tidak normatif. Konkritnya begini, saya menganggap percepatan pelaksanaan BPJS realistis dibandingkan meningkatkan jumlah iuran BPJS. PSHR dalam program kesehatannya menyebutkan puskesmas, posyandu, pkk dan keluarga berencana.Dan menariknya adalah penyediaan susu untuk anak-anak miskin serta menghidupkan kembali wajib pengabdian di daerah terpencil bagi sarjana dan dokter yang akan mendorong pembangunan kesehatan.

Demikianlah pendapat saya atas hasil penelusuran dan membandingkan visi misi bidang kesehatan yang tertulis antara JKWJK dan PSHR. Orang bilang,"ah, ini kan hanya janji politik. Yang penting kan bagaimana pelaksanaannya". Memang benar, sebuah ide akan bernilai ketika dilaksanakan. Demikian juga visi misi ini hanya sekedar tulisan diatas kertas jika akhirnya tidak dilaksanakan. Namun saya berpendapat bahwa kualitas dan kapasitas seseorang dapat dilihat dari seperti apa gagasaan dan bagaimana menyampaikannya. Dalam konteks inilah, menurut saya menjadi penting untuk menilai, membandingkan dan menguji visi misi calon pemimpin, capres dan cawapres Indonesia.

Pilihan ada ditangan saya, anda dan kita semua, kepada siapa bangsa dan negara ini kita serahkan untuk memimpin. Siapa pun pilihannya, mari saling menghormati dan menghargai. Dan untuk bukti nyata, kita lihat saja siapa yang ditakdirkan Alloh menjadi Presiden Republik Indonesia. Dan kita akan jadi saksi, apakah kinerja Presiden dan Wakil Presiden terpilih seperti yang ditulis dalam visi misi ini.

Semoga Indonesia lebih baik.

Senin, 28 April 2014

, , , , , , ,

Diary Sang Zombigaret: Kisah Klasik Saya tentang Rokok


Tanggal 18 maret 2014, saya pernah ngetwit begini :
Mulai April 2014 bungkus rokok harus cantumkan peringatan kesehatan dg GAMBAR MENGERIKAN ini.

Tweet dilampiri gambar model bungkus rokok dengan peringatan bahaya rokok berwujud foto akibat merokok yang menurut saya mengerikan. Tweet ini banyak puluhan atau ratusan di-retweet. Saya membuat tweet tersebut setelah membaca Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencatuman Peringatan Kesehatan & Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau yang ditandatangani 1 April 2013. Asumsi saya, dengan masa peralihan 12 bulan, maka Permenkes tersebut berlaku efektif mulai April 2014.

Saya lupa bahwa Permenkes tersebut sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, yang berlaku efektif nanti bulan Juni 2014. Dengan kata lain, jika konsisten dengan peraturan maka sejak Juni nanti pada bungkus rokok akan tercantum gambar-gambar mengerikan akibat merokok tadi. Dan jika kita perhatikan, iklan-iklan rokok sudah mulai mencantumkan itu di baliho atau iklan videonya. Bagi yang penasaran seperti gambarnya, bisa dicari kok di google :)

Saya minta maaf dengan penyebutan waktu yang tidak tepat, meskipun secara substansi kemasan rokok seperti dalam tweet tersebut hanya masalah waktu. Barangkali saya terlalu semangat dan antusias menyambut kemasan rokok bergambar mengerikan itu. Alasannya sederhana, saya berharap gambar itu bisa lebih menyadarkan kita terhadap bahaya merokok.

Bicara soal kebiasaan merokok, saya adalah orang yang sangat terganggu dengan asap rokok. Selain membuat sesak pernafasan, baunya pun menyengat dan terasa menempel di badan. Saya bukan perokok, tidak suka asap rokok tapi banyak sahabat perokok. Tapi sebenarnya, saya tidak sama sekali tidak pernah merokok lho. Ya, itung-itung sebagai cara saya menyongsong berlaku efektifnya aturan kemasan rokok dengan gambar mengerikan itu, saya mau cerita sedikit kisah klasik awal mengenal rokok.

Kisah saya ini mengangkat pada titik masa dan titik rawan dimana hampir setiap orang mulai mengenal rokok. Yaitu masa remaja dan masa coba-coba. Berdasarkan riset bahwa sebagian besar pecandu rokok berawal dari coba-coba atau ikut-ikutan. Atas nama pergaulan, perkawanan dan pencarian jati diri, masa muda atau remaja adalah awal mengenal rokok. Demikianlah juga saya.

Masa remaja saya tinggal di tanah kelahiran, sebuah dusun di Jogja bagian selatan. Seperti remaja kebanyakan di dusun saya waktu itu, perjumpaan saya dengan rokok pertama kali pada acara hajatan sunatan. Pada saat kita “menyumbang” (memberi amplop) kepada kawan yang disunat, sebagai imbalannya saya diberi sebatang rokok. Saya masih ingat merknya, Commodore.

Sebagai remaja dimana proses perkawanan begitu kental dan proses coba-coba menjadi hal yang menarik, maka saya pun ikut-ikutan menghisap rokok. Meski dengan tenggorokan sesak dan batuk-batuk, saya habis juga sebatang rokok. Pada saat itu merasa keren saja. Saya merasa sudah menjadi bagian dari pergaulan itu. Perilaku coba-coba dan ikut-ikutan itu ternyata berlanjut pada kesempatan lain, misalnya pada saat nonton ketoprak atau wayang.

Tapi sepanjang ingatan, saya belum pernah membeli rokok dari uang sendiri. Jadi pada proses coba-coba dan ikut-ikutan itu, rokoknya gratis. Bukan karena pelit, tetapi dalam batin saya merasa sayang membelanjakan uang saya yang sedikit itu hanya untuk sebatang rokok. Saya merasa rugi keluar uang hanya untuk sesuatu yang sebenarnya saya tak bisa nikmati rasanya. Dengan uang yang ada, saat itu saya lebih memilih jajan soto atau bakmi jawa. Ya sesederhana itu.

Berjalannya waktu, saya mulai mengenal aktivitas remaja masjid. Juga mulai bergaul dengan remaja masjid antara dusun yang tergabung dalam jaringan pemuda Muhammadiyah. Dari aktifitas remaja masjid ini mampu mengerem proses coba-coba tidak meningkat menjadi penikmat bahkan pecandu rokok. Secara gamblang saya katakan bahwa pemahaman agama dan status "aktifis" muhammadiyah (meski tingkat desa), membantu saya berhenti (mulai) rokok. Bahkan mulai mencoba gaya hidup baru, suka minum air putih. Padahal kebiasaan di dusun saya, tidak ada hajatan atau perkumpulan tanpa suguhan teh manis panas berikut rokok. Jadi ditengah kebiasaan suguhan teh manis dan asap rokok, saya memilih air putih dan tidak merokok.

Kebiasaan saya tidak merokok dan minum air putih pada saat menghadiri hajatan atau perkumpulan itu, menjadi ciri khas sendiri diantara kawan yang lain. Pastinya terlihat berbeda. Tapi secara perlahan, citra tidak merokok dan air putih itu seakan menjadi jati diri dan personal brand. Orang lain akhirnya maklum itu, dan saya pun merasa percaya diri menjadi orang bukan perokok diantara para perokok. Singkat kisah, sikap dan kebiasaan tidak merokok itu bertahan hingga sekarang.

Dari pengalaman pribadi ini, saya ingin garis bawahi; masa remaja merupakan masa kritis seseorang terhadap rokok. Pada saat itulah; masa coba-coba, ikut-ikutan, mencari jadi diri; masa yang menentukan seseorang menjadi pecandu rokok atau bukan perokok. Aktivitas positif dan pergaulan yang tepat pada usia remaja bisa menyelamatkan manusia Indonesia dari bahaya merokok. Demikian juga nanti dengan berlakunya peraturan (permenkes) kemasan rokok, diharapkan mampu mengurangi dampak buruk merokok. Syukur bisa mengurangi jumlah pecandu rokok, atau sekurangnya menekan munculnya perokok-perokok baru.

Oh ya, melalui postingan ini saya mengajak para pembaca yang peduli terhadap bahaya merokok untuk ikut lomba blog “Diary Sang Zombigaret”. Dalam lomba “Diary Sang Zombigaret” ini, blogger memposisikan dirinya sebagai zombigaret, seorang manusia yang menjadi zombie karena merokok sangat banyak sehingga akhirnya harus hidup setengah mati.

Pemenang lomba “Diary Sang Zombigaret” akan mendapatkan hadiah yang menarik yaitu :

  • Pemenang pertama akan mendapatkan tiket gratis liburan ke Bali selama 3 hari 2 malam untuk 2 orang.

  • Pemenang kedua akan mendapatkan hadiah sebesar Rp 1.000.000

  • Pemenang ketiga akan mendapatkan hadiah sebesar Rp 500.000


Bagaimana caranya? Berikut syarat dan ketentuannya:

  • Periode kuis terhitung tanggal 15 April – 15 Mei 2014

  • Sudut pandang pertama sebagai zombigaret

  • Alur bebas (maju, mundur, campuran)

  • Panjang tulisan 500 – 600 kata

  • Karakter zombie dalam naskah harus setidaknya menderita satu dari tiga penyakit sebagai berikut: Kanker mulut, kanker tenggorokan, atau kanker paru-paru.

  • Peserta hanya boleh mensubmit satu tulisan.

  • Naskah harus ditulis perorangan

  • Naskah asli karangan sendiri dan tidak plagiat / saduran dari karya milik orang lain

  • Peserta harus like facebook Zombigaret

  • Naskah diunggah di blog masing-masing. Peserta yang telah mempost naskah di blog dapat mempost link tulisannya ke message facebook zombigaret. www.facebook.com/zombigaret.

  • Follow juga akun twitter @zombigaret


Tunggu apalagi? Ayo ikut!

 

Kamis, 03 April 2014

, , , , ,

Seberapa Keren #Blogger2Hospital? Inilah Testimoninya

Keren! Itulah pendapat semua Blogger yang mengikuti program #Blogger2Hospital yang baru pertama diadakan (29/3) kemarin. Pendapat dan testimoni itu disampaikan secara langsung pada saat selesai santap siang sebagai feetback purna acara. Testimoni juga disampaikan melalui akun twitter masing-masing. Berikut saya kutipkan diantaranya;
@DewiSulistiawty: Pengalaman pertama ubek2 isi Rumkit,nambah pgthuan ttg selukbeluk RS #Blogger2Hospital

@TeRRenJr: Pengalaman syarat ilmu & pengetahuan #Blogger2Hospital. Bagi org awam tentang R.S spt saya. Kemarin adalah moment yg menambah pengetahuan.

@aniRingo: #Blogger2Hospital RS Premier Bintaro kemarin banyak wawasan ttg RS yg tak didapat dari media/pelajaran di sekolah, priceless!

@aniRingo: Dengan program #Blogger2Hospital tentu bermanfaat banget buat mengedukasi dan menyebarkan informasi dari A-Z ttg RS sebenarnya

@AriePitax: @anjarisme #blogger2hospital sangat positif, pasti ikutan lagi biar sebagai awam lebih tau standar dan istilah rumah sakit

@AriePitax: @anjarisme kemarin di #blogger2hospital jadi tau istilah warna di IGD dan maknanya, triage, standar cuci tangan, dll"

"@riacitinjaks: Kesan #blogger2hospital Memberi wawasan baru. Yang paling penting adalah: Blogger mendapatkan banyak Edukasi seputar RS dgn Tour Inside Hospital ini

"@iriani_bgr77: 2. Sy coba menuliskan sisi lain dr petualangan #blogger2hospital di hari sabtu yg cerah. Petualangan yg memberi view baru ttng RS

Tak cukup berkicau, beberapa peserta #blogger2hospital secara sukarela menuliskan pengalamannya melalui postingan blog. Berikut diantaranya ;
1. Wisata edukasi tentang rumah sakit di RS Premier Bintaro, Priceless! http://t.co/BZ6wICzj09

2. Ketika #blogger2hospital ke RS Premier Bintaro http://t.co/aiuWuCcu4T

3. Menikmati Liburan dengan Berkeliling Rumah Sakit http://t.co/Yhb4X9iHs1

4. Sedikit cerita tentang serunya Tour ke RS. Premier Bintaro http://t.co/OXTg9K32si

5. Melongok ke dalam RS Premier Bintaro http://t.co/YfpgGNwTo4

Tertarik? Ayo gabung #blogger2hospital selanjutnya!