Sabtu, 28 Juni 2014

, , , , , , , , , , , ,

Belajar dari RSCM Raih 2 Gold Champion pada Indonesia WOW Brand 2014

Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) berhasil meraih 2 Gold Champion kategori General Hospital Jakarta (A Class) dan General Hospital Bodetabek (A Class) pada Indonesia WOW Brand 2014 yang digagas Markplus.

Apa yang dilakukan oleh RSCM hingga mereka berhasil meraih 2 Gold Champion dari Indonesia WOW Brand 2014?

Transformasi RSCM menjadi rumah sakit yang WOW tidak berlangsung hanya setahun dua tahun. Namun, merupakan sebuah perjalanan panjang penuh dedikasi dan inovasi. Citra negatif sebagai rumah sakit umum berhasil mereka singkirkan bahkan kualitas pelayanan mereka bisa bersaing dengan rumah sakit swasta.

Dibutuhkan inovasi dan kreativitas untuk terus melakukan terobosan yang bisa membuat suatu merek menjadi merek yang WOW. Begitu juga dengan RSCM. Citra RSCM dengan pelayanan lama, pasien yang tidak terawat secara baik, fasilitas yang tidak lengkap, serta kesan yang kumuh berhasil diubah menjadi oleh Rumah rumah sakit yang "WOW".

RSCM melakukan sebuah perubahan yang mencakup sebuah budaya kerja dari tiap-tiap individu dan divisi yang melakukan pelayanan langsung maupun tidak langsung kepada pasien. RSCM menanamkan budaya kerja; menolong dan memberikan yang terbaik. Demikian juga kualitas tenaga dan nonmedis, RSCM terus melakukan perbaikan demi pelayanan yang prima dan berkualitas. Masing-masing tenaga medis dan nonmedis mendapatkan pelatihan yang terbaik sesuai dengan kompetensi mereka. Peralatan-peralatan kedokteran yang canggih saat ini memerlukan kecakapan yang baik untuk menggunakannya.

Selain kecakapan dari penggunaan alat-alat medis, RSCM juga memberikan perhatian khusus dalam pemahaman service excellence. Service excellence merupakan usaha dari RSCM terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Dalam hal standar pelayanan, RSCM mengacu pada standar yang diterapkan oleh Joint Commision International (JCI). RSCM mengutamakan patient safety, dalam arti semua keperluan dan hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien harus aman.

Dalam hal penangan pasien, RSCM melakukan sebuah terobosan dimana antara pihak RSCM berkolaborasi dengan pasien dalam proses pengobatan. Pasien dilibatkan dalam proses pemulihan kesehatan dari masing-masing pasien sesuai anjuran dokter serta konsultasi dan diskusi antara pasien dan pihak dokter.

Kolaborasi ini merupakan upaya untuk menurunkan komplain dari pasien kepada pihak RSCM karena dalam tiap hal pemutusan pengobatan pasien akan dilibatkan agar bisa berpartisipasi. Selain menurunkan komplain, kolaborasi ini juga bisa membuat pasien lebih loyal kepada pihak rumah sakit. Upaya kolaborasi antara pasien dan rumah sakit ini tidak lain adalah perwujudan dari budaya kerja RSCM untuk selalu menolong dan memberikan yang terbaik.

Itulah beberapa hal yang menjadikan RSCM mampu menjalani proses tranformasi tanpa henti, merubah citra lama yang cenderung negatif, menjadi RSCM dengan citra dan reputasi lebih baik. Buktinya, RSCM mampu menggondol 2 penghargaan "Gold Champion" sekaligus pada Indonesia WOW Brand 2014.

Selamat RSCM!
, , , , , , , ,

Kementerian Kesehatan Raih Gold Champion Indonesia WOW Brand 2014

Kementerian Kesehatan meraih penghargaan Gold Champion pada Indonesia WOW Brand 2014 untuk kategori Public Service dan subkategori Kementerian. Penyerahan penghargaan ini dilakukan dalam acara Indonesia WOW Brand 2014 “Government & Public Services Industry” yang diselenggarakan oleh MarkPlus Insight dan Majalah Marketeers, Rabu (25/6) malam di Hotel Luwansa, Jakarta.

Tahun lalu pada Indonesia Brand Champion Award 2013 yang dilakukan Markplus, Kementerian Kesehatan juga memborong 3 Gold Winner sebagai MOST PREFERED POLICY of Public Institution, MOST VALUABLE POLICY of public institution dan MOST TRUSTED public instituion.

Dan tahun 2014 ini, MarkPlus Insight kembali melakukan survei untuk mengukur popularitas dari kebijakan Instansi Layanan Publik yang ada di Indonesia dengan mengacu pada 5 aspek utama, yaitu : awareness, appeal, ask, act dan advocate.

Sebagaimana dikutip pada halaman the marketeers, Hermawan Kartajaya didukung oleh tim MarkPlus Inc., menghadirkan konsep WOW Brand sebagai sebuah tolak ukur pemasaran baru bagi brand. Konsep yang dirilis pertama kali dalam acara Jakarta Marketing Week 2014 lalu, terdapat lima tahap penerimaan konsumen terhadap sebuah brand, yaitu Kenal (Aware), Tertarik (Appeal), Cari Tahu (Ask), Beli (Act), dan terakhir adalah Rekomendasi (Advocate).

Suatu brand bisa dikatakan ‘WOW’, jika jumlah orang yang mengetahui brand sama dengan jumlah orang yang merekomendasikannya—terlepas dari jumlah orang yang benar-benar menggunakan produk tersebut. Penilaian ‘WOW Brand’ ini sendiri didasarkan pada nilai BAR (Brand Advocacy Ratio) yang merupakan rasio antara nilai advocacy spontan terhadap nilai awareness spontan. Adapun nilai yang paling ideal adalah 1, yang berarti jumlah orang yang mengetahui brand sama dengan jumlah orang yang merekomendasikan brand tersebut.

“Kami melakukan survei ini dengan menggunakan metode phone survey dan random sampling terhadap 6000 responden dari 18 kota besar di Indonesia. Responden merupakan masyarakat umum, bukan Pegawai Negeri/BUMN/TNI-POLRI dan mewakili masyarakat kelas ekonomi A hingga C” ujar Taufik, Chief Operating Officer of MarkPlus, Inc.

Survei dengan metode random sampling ini dilakukan pada Januari hingga Februari 2014 terhadap 6000 responden dengan rentang usia 15 – 59 tahun yang tersebar di 18 kota besar, yaitu : Greater Jakarta, Aceh, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Manado, Makassar dan Jayapura.

Penghargaan Indonesia WOW Brand 2014 kategori Public Services ini diberikan kepada instansi-instansi publik yang memiliki kredibilitas tinggi yang dinilai dari aspek-aspek seperti awareness yang baik di masyarakat, kebijakan instansi yang paling disukai publik, dan tingkat kepercayaan dan rekomendasi publik terhadap instansi tersebut.

Selamat Kemenkes!

Kamis, 26 Juni 2014

, , , , , , , , , ,

Rencana KIS-nya Jokowi VS Fakta JKN-nya BPJS Kesehatan

Kembali saya bicara Kartu Indonesia Sehat (KIS). Pokoknya, sepanjang ada pihak yang melakukan dis-informasi terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan, maka saya tidak akan berhenti menulis untuk menyampaikan infomrasi yang benar. Dalam konteks ini, Kartu Indonesia Sehat yang digagas Jokowi-Jusuf Kalla selalu dikaitkan dengan program Jaminan Kesehatan Nasional yang sudah berjalan cukup baik saat ini. Oleh karenanya, saya merasa perlu melakukan pelurusan informasi terhadap rencana KIS-nya Jokowi dan faktanya JKN-nya BPJS Kesehatan.

Saya terus mencari cetak biru program KIS Jokowi ini, namun belum juga ketemu. Yang bisa ditemukan baru sebatas berita terkait KIS. Saya akan mengutip informasi rencana diluncurkannya KIS didasarkan dari pernyataan Jokowi dan Timses, kemudian membandingkan dengan fakta-fakta yang telah terlaksana dari program JKN.

Dalam kunjungannya ke kantor salah satu media, Rieke Dyah Pitaloka (Timses Jokowi-JK) menyatakan bahwa KIS adalah penyempurnaan dari program BPJS Kesehatan yang sudah ada. Apakah benar demikian? Mari kita uji satu persatu.

#Kesatu. Pemeran Oneng dalam sinetron Bajaj Bajuri itu menyatakan bahwa rencananya KIS akan akan memberikan akses kesehatan yang lebih luas kepada seluruh warga Indonesia.  Jika disebutkan bahwa KIS adalah penyempurnaan BPJS Kesehatan, apakah dengan kata  lain bahwa "Oneng" mengatakan JKN tidak memberikan akses kesehatan secara luas kepada seluruh Indonesia?

Faktanya adalah  JKN wajib berlaku bagi seluruh penduduk Indonesia dan warga negara asing yang telah bekerja sekurangnya 6 bulan di Indonesia. JKN dilaksanakan secara bertahap selama 5 tahun mulai 1 Januari 2014 dan pada tahun 2019 nanti seluruh Indonesia harus sudah ikut dan terdaftar sebagai Peserta JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Bahkan dalam target peserta JKN Tahun 2014 sebagaimana dalam roadmap sekitar 122 juta, namun hingga bulan Juni ini jumlah peserta JKN sudah mencapai 123 juta penduduk Indonesia.

#Kedua. Rieke mengatakan bahwa KIS mengembalikan jaminan penyelenggaraan kesehatan sesuai undang-undang. Sistemnya penyelenggaranya adalah melalui BPJS selaku badan, sementara KIS adalah programnya. Pertanyaannya, apakah JKN yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan sekarang ini tidak sesuai Undang-Undang?

Faktanya, sampai saat ini  JKN sesuai dengan Undang-Undang SJSN dan Undang-Undang BPJS, termasuk JKN dilaksanakan bertahap. JKN adalah bagian dari sistem besar yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional. JKN merupakan sistem dimana terdiri dari beberapa subsistem diantaranya penyelenggara BPJS Kesehatan, Regulasi, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kepesertaan, Pembiayaan dan Pengawasan.

#Ketiga. Politikus PDIP, Rieke menyatakan bahwa KIS juga tidak ada sekat kedaerahan sebab cakupan cakupan pelayanan KIS akan lebih luas. KIS akan berbeda dengan kartu BPJS hanya bisa digunakan untuk di wilayah tempat kartu itu diterbitkan untuk menerima pelayanan kesehatan. 

Faktanya, salah satu prinsip JKN adalah portabilitas, dimana peserta JKN diberikan jaminan kesehatan berkelanjutan meskipun mereka pindah pekerjaan, pindah tempat tinggal, maupun berbeda daerah dalam wialayanan NKRI. Saya sarankan, mbak Oneng nongkrong di RSCM dan silahkan tanya pasien JKN darimana saja mereka berasal. Pasien JKN yang dirawat di RSCM berasal dari hampir seluruh wilayah Indonesia.

#Keempat. Dalam beberapa berita disebutkan bahwa Rieke membagi-bagikan kartu Indonesia Sehat kepada penduduk, misalnya seperti saat kampanye di Taman Bungkul Surabaya. Pertanyaannya, apakah kartu KIS yang dibagikan itu bisa berlaku saat ini?

Saya sangat berharap bahwa penerima KIS tidak menggunakannya ketika berobat ke Puskesmas dan Rumah Sakit saat ini. Karena pasti tidak berlaku. KIS belum bisa dipakai. Mengapa demikian? Ya karena saat ini, KIS baru sebatas rencana, janji politik dan tidak punya legalitas. Saat ini jika ingin berobat, gunakan kartu JKN yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan.
Dari 4 paparan rencana dan fakta diatas, apakah bisa dikatakan KIS adalah penyempurnaan JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan sebagaimana diklaim oleh Rieke Dyah Pitaloka? Tentu tidak. Sejauh ini apa yang disampaikan oleh Rieke, Timses Jokowi bahkan Jokowi-JK sendiri, rencana dan konsep KIS tidak lebih baik dari JKN-nya BPJS Kesehatan. Lalu mengapa Jokowi dan timses terus berkampanye dan jualan KIS? Apa urgensi KIS, jika tidak berbeda dengan JKN?

Saya, sebagai rakyat Indonesia yang peduli JKN, hanya khawatir ada upaya penggiringan opini bahwa KIS itu program orisinal dan benar-benar baru dari salah satu pasangan capres/cawapres. Saya khawatir ada pihak yang sengaja mengaburkan, melemahkan bahkan menggalang isu bahwa program JKN telah gagal (tidak berhasil), oleh karenanya perlu ada KIS.

Padahal faktanya, pelaksanaan JKN telah pada jalur yang tepat dan tahapan yang benar. Tidak dipungkiri ada beberapa masalah dalam pelaksanaan JKN, tapi itu tak bisa jadi pembenaran dimunculkannya konsep dan rencana baru sistem jaminan kesehatan nasional. Karena sesungguhnya JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan merupakan konsensus nasional yang didasarkan pada UUD 1945, UU SJSN dan UU BPJS.

Pada bagian akhir tulisan saya ini, jika boleh saya memberikan saran kepada Pak Jokowi, Bu Rieke dan Timsesnya, khususnya program apa yang bisa dilaksanakan dalam hal sistem jaminan kesehatan nasional. Atau barangkali Pak Prabowo-Hatta berminat? Kata kuncinya adalah penguatan dan percepatan pelaksanaan JKN dan BPJS Kesehatan. Seperti apa konkritnya? Misalnya saja:

  • Percepatan pelaksanan peta jalan (roadmap) JKN dari 5 tahun menjadi 4 tahun.

  • Meningkatkan iuran Peserta Bantuan Iuran (PBI) dari Rp 19.225/perbulan/perorang menjadi Rp 22.000 atau Rp 27 ribu dalam waktu 2 tahun. Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan pernah menyampaikan 3 usulan iuran PBI yaitu Rp 19 ribu, Rp 22 ribu dan Rp 27 ribu.

  • Penguatan fasilitas pelayanan primer dan lanjutan ( puskesmas dan rumah sakit) berikut sistem rujukan nasional dan regional.

  • Memberlakukan nomer panggilan gawat darurat 119 secara nasional dalam jangka waktu 2 tahun.


Dan lain-lain, masih banyak lagi program yang bisa ditawarkan secara konkrit terukur oleh pasangan capres/cawapres khusus dalam hal sistem jaminan kesehatan nasional. Bukan sebaliknya, sekedar menawarkan jargon dan janji politik yang sebenarnya secara substansial sama dengan program yang sudah berjalan. Dan membungkus jargon itu seolah-olah baru dan lebih baik, padahal rencana konsepnya tidak jelas dan faktanya program lama lebih baik.

Saya tidak anti Jokowi. Saya juga tidak menolak KIS. Saya akan mengakui siapapun nanti yang terpilih menjadi Presiden RI, Jokowi atau Prabowo. Saya juga akan mengakui siapapun Menteri Kesehatan yang salah satu tugasnya adalah urusan jaminan kesehatan nasional. Namun demikian, pengakuan itu tidak akan mengurangi sikap kritis dan kebebasan berpendapat.

Saya peduli terhadap sistem Jaminan Kesehatan yang memberi manfaat bagi rakyat Indonesia. Saya tidak setuju terhadap upaya dis-informasi dan de-legitimasi JKN yang telah diselenggarakan BPJS Kesehatan saat ini. Sebaliknya, saya akan mendukung sepenuhnya upaya memperkuat dan mempercepat pelaksanaan JKN demi Indonesia Lebih Sehat.

Selasa, 17 Juni 2014

, , , , , , , , , , ,

#Blogger2Hospital untuk Pasien dan Rumah Sakit

Hangatnya sinar matahari pagi mulai terasa, ketika saya perlahan berjalan menyusuri jalanan parkir yang di sisi sampingnya berjejer pohon rindang. Kaki saya melangkah mantap menuju Griya Puspa, titik temu dengan kawan-kawan blogger saya. Hari itu (31/5), saya bersama kawan-kawan #Blogger2Hospital melakukan kunjungan edukasi ke RSUP Persahabatan Jakarta.

Jam tangan saya menunjukan jam 08.05. Suasana poliklinik eksekutif, Griya Puspa, masih sepi. Mungkin karena ini hari Sabtu. Beberapa kafe dan toko makanan pun belum buka. Sesuai rencana, rangkaian #Blogger2Hospital di RSUP Persahabatan akan dimulai jam 09.00 pagi. Sambil menunggu hadirnya kawan blogger, saya diminta Ibu Lien (direktur umum) sedikit menyampaikan testimoni dan materi pada pelatihan "Great Customer Services Training". Sebuah pelatihan yang dikhususkan kepada petugas garda depan (frontliner) dalam pelayanan pelanggan atau pasien RS Persahabatan.

Jam 9.00 lebih sedikit, sekitar 10 orang blogger telah hadir di ruang rapat direksi. Seperti biasa, kami akan lakukan pembekalan kecil sebelum acara #blogger2hospital dimulai. Pada #blogger2hospital ke-3 ini, kami mendapatkan edukasi dari RSUP Persahabatan mencakup kesehatan respirasi, pengenalan ruang isolasi flu burung dan terutama edukasi klinik berhenti merokok. Selain berupa paparan, #blogger2hospital juga melakukan hospital tour dan mencoba beberapa fasilitas RS Persahabatan. Itulah sekilas #blogger2hopsital di RS Persahabataan Jakarta.

Sebelum dimulai acara, Bu Lien sempat bertanya apa sih sebenarnya #Blogger2Hospital itu. Secara singkat saya katakan bahwa #Blogger2Hospital adalah kegiatan edukasi pasien. Setiap pasien wajib memberikan informasi yang benar yang jelas kepada pasien. Rumah Sakit juga selain memikul fungsi pelayanan juga fungsi pendidikan, termasuk edukasi pasien.

Oh, setiap rumah sakit pasti melakukan edukasi pasien kok. Benar, itu tidak salah. Saya sangat yakin, petugas rumah sakit akan memberikan informasi kepada pasien, termasuk edukasi dan promosi kesehatan kepada pasien. Kapan edukasi itu diberikan? Pada saa pasien yang sedang sakit akan, dalam dan setelah mendapat pengobatan. Yakinkah bahwa edukasi ini berhasil? Coba kita bayangkan kita adalah pasien yang dalam keadaan kepayahan sakit harus mendengarkan edukasi dari petugas RS. Belum lagi juga harus memikirkan biaya pengobatan rumah sakit.

Mengapa tidak kita balik kondisinya, rumah sakit memberikan edukasi pasien dikala pasien itu siap menerima. Pada saat pasien itu bukan sebagai pasien. Tapi dalam keadaan sehat tubuh, pikiran dan jiwanya. Dalam keadaan pasien itu secara sukarela mau belajar tentang prosedur dan standar rumah sakit. Kawan-kawan yang tergabung dalam #Blogger2Hospital adalah pasien yang dalam keadaan sehat dan siap belajar dunia rumah sakit.

Mengapa harus Blogger? Blogger itu bagian dari warga internet (netizen) yang melakukan jurnalisme warga. Yang menjadi ciri khas citizen adalah suka berbagi informasi (sharing information) melalui publikasi tulisan, status, gambar dan video melalui media sosial. Sekurangnya melalui blog, twitter atau facebook.
Demikianlah juga dengan edukasi yang blogger peroleh dari pihak Rumah Sakit, tuan rumah #blogger2hospital. Informasi yang diperoleh, apa yang dirasakan, pengalaman yang dikecap saat kunjungan edukasi akan secara sukarela disebarkan Blogger kepada pengikutnya atau pembacanya. Secara langsung dan tidak langsung, maka informasi edukasi rumah sakit tersebut tersebar ke banyak pasien (many to many information). Dengan kata lain, kegiatan #blogger2hospital membantu saling memahami dan berkomunikasi antara pasien dan rumah sakit. Program #blogger2hospital bermanfaat bagi pasien dan rumah sakit dalam banyak hal terutama edukasi, informasi dan komunikasi.

Berikut beberapa postingan yang menuliskan perasaaan, pengalaman dan apa yang didapat peserta #Blogger2Hospital di beberapa rumah sakit. Silahkan dibaca :)

#Blogger2Hospital Pertama di RS Premier Bintaro :

  1. Wisata edukasi tentang rumah sakit di RS Premier Bintaro, Priceless!

  2. Ketika #blogger2hospital ke RS Premier Bintaro

  3. Menikmati Liburan dengan Berkeliling Rumah Sakit

  4. Sedikit cerita tentang serunya Tour ke RS. Premier Bintaro

  5. Melongok ke dalam RS Premier Bintaro

  6. #Blogger2Hospital : Tour Asyik di RS. Premier Bintaro

  7. Magnetism Card Trick - Edisi #Blogger2Hospital


#Blogger2Hospital Kedua di RSIA Evasari Jakarta:

  1. Touring Ke Rumah Sakit Ibu dan Anak Evasari Jakarta

  2. #blogger2hospital sambangi RSIA Evasari

  3. #Blogger2Hospital (Edisi 2): Menyambangi RSIA Evasari

  4. Studi Tour Ke RSIA Evasari

  5. Hospital Tour #blogger2hospital @rsiaevasari

  6. #blogger2hospital Ke RSIA Evasari, Rumah Sakit Yang Memiliki Pelayanan Subspesialistik Terlengkap di Jakarta

  7. Bukan Jalan-jalan Biasa #Blogger2Hospital


#Blogger2Hospital Ketiga di RSUP Persahabatan Jakarta;

  1. Rumah Sakit Persahabatan, Rujukan Nasional Kesehatan Respirasi

  2. Jangan Merokok, Nanti Dokter Annisa Dian Marah!

  3. #Blogger2Hospital (Edisi3): Menelusuri RSUP Persahabatan

  4. Bukan Jalan-Jalan Biasa : RSUP Persahabatan

  5. Pilih Mana Berhenti Merokok atau Sakit?

  6. Yuk Berhenti Merokok di Klinik Berhenti Merokok - RS PERSAHABATAN

  7. Jalan - Jalan ke RS PERSAHABATAN

  8. Blogger2Hospital berkunjung ke RSUP Persahabatan


Maaf bagi kawan blogger yang belum sempat disebutkan postingannya ya. Informasi dan edukasi #Blogger2Hospital juga bisa diikuti di Twitter dengan hastag #blogger2hospital.

Bagi Kawan Blogger, gabung yuks di #Blogger2Hospital selanjutnya. Untuk Rumah Sakit, hubungi kami jika siap menjadi tuan rumah edukasi pasien.

Senin, 16 Juni 2014

, , , , , , , , , , , , ,

Menerawang Kartu Indonesia Sehat-nya Jokowi

Siapa yang mampu menjelaskan apa itu Kartu Indonesia Sehat (KIS)? Apa bedanya dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan?

Saat ini, mungkin hanya Pak Joko Widodo yang mampu menjawabnya. Tidak ada penjelasan komprehensif tentang KIS. Kalau pun toh ada keterangan, itu pun sangat sedikit. Semalam dalam debat Capres, Pak Jokowi telah menunjukkan bentuk kartu KIS. Namun tidak ada penjelasan yang jelas, apa dan bagaimana KIS nanti.
Untuk sedikit mengerti apa itu KIS, saya mengajak anda mempelajari sedikit petunjuk atau sinyal yang dikirimkan oleh Jokowi atau tim suksesnya.

Dalam kampanye di Tasikmalaya, Jokowi menyampaikan bahwa :

  1. Sistem Kartu Indonesia Sehat, lanjutnya, mengadopsi milik Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang sudah berjalan di Jakarta

  2. Kartu Indonesia sehat adalah penyempurnaan dari sistem BPJS Kesehatan


Poempida (Timses Jokowi) menyatakan bahwa dengan adanya Kartu Indonesia Sehat, program BPJS akan lebih mudah diterapkan tentunya. Masyarakat tinggal membawa kartu, tanpa persyaratan muluk. Timses Jokowi lainnya, Rieke Dyah Pitaloka, menambahkan bahwa Kartu (KIS) ini tidak terpengaruh domisili pengguna namun untuk nasional.

Mengutip pernyataan Pak Nizar Shihab (Pansus BPJS DPR) menyitir pendapat Pak Surya Chandra (Timses Jokowi) bahwa baik dalam program BPJS maupun KIS, masyarakat diwajibkan masuk asuransi dan membayar iuran. Untuk masyarakat kurang mampu, kata Nizar, pemerintah akan membiayainya dengan APBN. Dengan kata lain, kata pak Nizar, BPJS dan KIS sama saja, capres Jokowi hanya memberi nama baru saja.

Jika kita amati seksama, beberapa petunjuk diatas, sedikit bisa terkuak apa itu KIS sebagaimana disampaikan Pak Nizar bahwa Kartu Indonesia Sehat (KIS) hanyalah nama baru dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
KIS bukanlah sistem jaminan kesehatan sosial yang baru sebagaimana yang digembar-gemborkan Pak Jokowi. Sinyalemen bahwa KIS hanyalah kemasan nama baru dari JKN diperkuat dengan pernyataan Pak Jokowi sendiri bahwa KIS mengadobsi Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang diterapkan di Jakarta selama Jokowi menjadi Gubernur 1,5 tahun ini. Ini semakin jelas bahwa modus KIS sama dengan KJS.

Untuk lebih jelasnya, mari kita bedah sedikit apa itu KJS? Sukseskah di Jakarta?

Fakta 1, KJS bukan produk baru. Begitu dilantik Gubernur, Jokowi memberi nama program Jamkesda dan SKTM yang sudah dijalankan oleh gubernur Fauzi Bowo menjadi Kartu Jakarta Sehat. Jamkesda dan KJS sama-sama diperuntukkan untuk orang miskin, menggunakan APBD, dan sistem Paket Pelayanan Esensial (PPE).

Fakta 2, KJS mengadobsi sistem pembiayaan JKN yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Ketika pertama dijalankan, KJS menggunakan sistem diagnosa penyakit dan pembayaran dengan PPE sebagaimana dijalankan Jamkesda. Karena Jokowi hanya mensyarakatkan cukup dengan KTP untuk mendapatkan layanan KJS, maka terdapat eforia penduduk Jakarta mendapatkan layanan kesehatan di Rumah Sakit. Akibatnya, terjadi peningkatan pengeluaran APBD sehingga Pemda sempat menunggak Rp 355 milyar kepada rumah sakit. Untuk menghindarkan membengkaknya APBD, maka Pemda mengalihkan sistem pembiayaannya dengan pembiayaan INA CBGS (Kementerian Kesehatan) yang digunakan untuk JKN.

Fakta 3, KJS tidak mencakup seluruh penduduk Jakarta. Dari data jumlah penduduk yang harus ditanggung KJS sebanyak 4,7 juta penduduk, ternyata Pemda KJS baru menjangkau 2,3 juta penduduk. Dan sejumlah 2,3 juta penduduk itulah yang saat ini diintegrasikan dengan JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Ditambah penduduk miskin sebanyak 1,2 juta yang ditanggung oleh Pemerintah Pusat. Bagaimana sisanya? Coba tanya ke Pak Jokowi deh.

Fakta 4, Jakarta tidak memiliki sistem rujukan regional kesehatan. Persoalan utama membludaknya pasien di rumah sakit adalah sistem rujukan kesehatan di pelayanan primer dan rujukan yang tidak berjalan. Namun faktanya, sampai saat ini tidak ada Peraturan Gubernur yang mengatur bagaimana sistem rujukan kesehatan regional sebagaimana dihimbau oleh Kementerian Kesehatan. Di satu sisi, Rieke (timses Jokowi) mengatakan portabilitas, tetapi ternyata Jakarta yang dijadikan model KIS saja tidak mempunyai regulasi sistem rujukan regional.

Fakta 5, Jakarta perlu peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Ada fakta menarik, bahwa selain rumah sakit daerah, diwilayah Jakarta banyak disokong oleh banyak sekali Rumah Sakit Pemerintah Pusat (Kementerian Kesehatan). Seperti kita ketahui, RSCM, RS Persahabatan, RS Fatmawati, RS Jantung Harapan Kita, RSAB Harapan Kita, RS Dharmais dan lain-lain, merupakan rumah sakit pusat rujukan nasional dengan fasilitas lengkap. Namun itu pun tidak cukup mampu memenuhi kebutuhan fasilitas kesehatan yang bersifat intensif dan severity level tingkat lanjut seperti NICU, ICCU, PICU. Artinya, ini ada persoalan yang lebih mendasar dari sekedar merubah JKN menjadi KIS. Jika di ibukota negara saja fasilitas kesehatan masih menjadi persoalan, bagaimana dengan wilayah lain di Indonesia?

Fakta 6, KJS hanya setingkat Provinsi sedangkan JKN tingkat Nasional. Jamkesda atau penggantinya KJS dilaksanakan hanya dengan Keputusan Gubernur. Tentu cukup membutuhkan kebijakan dan keputusan  selevel Gubernur saja dalam pelaksanaannya. Sedangkan JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan dilaksanakan dengan landasan UUD 1945 dan seperangkat Undang-Undang (SJSN, SJSN). Undang-Undang dibentuk dengan persetujuan DPR yang tentu saja bukan perkara mudah mengubah suatu kebijakan.

Itu sedikit fakta tentang KJS. Sementara fakta lain di sisi JKN sudah sangat menggembirakan. Mari kita lihat sedikit.

Fakta 1, Rumah sakit mengalami surplus balance. Ketika muncul pertama kali, JKN diisukan akan membangkrutkan rumah sakit. Tarif INA CBGS dikabarkan terlalu rendah. Faktanya, setelah bulan Februari klaim rumah sakit masuk, ternyata rata-rata 96 persen rumah saki mengalami surplus balance. Dengan kata lain, rumah sakit untung. Karena ternyata tarif INA CBGs banyak yang tarifnya lebih tinggi daripada tarif RS selama ini.

Fakta 2, Jumlah Peserta JKN tahun 2014 melampaui target. Menurut peta jalan JKN, bahwa pada akhir tahun 2014 ini, jumlah peserta JKN adalah 121 juta penduduk. Ternyata terhitung sejak bulan Juni ini sudah tercatat Rp 123 juta penduduk. Itu sudah termasuk lebih dari 2 juta penduduk dengan kepesertaan mandiri.

Fakta 3, Sistem INA CBGs pelayanan kesehatan menjadi semakin efektif. Sistem INA CBGs adalah sistem paket pelayanan dalam diagnosa penyakit. Ini berbeda dengan pelayanan fee for service, dimana biaya didasarkanp ada setiap tindakan kesehatan. Dengan sistem INA CBGs rumah sakit dan tenaga kesehatan diharuskan efektif tanpa mengurangi mutu layanan.

Fakta 4, JKN terus disempurnakan. Sudah banyak peraturan dan kebijakan dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka perbaikan sistem JKN ini. Tarif INA CBGs dan Kapitasi pun sudah diperbaiki. Lambat laun pun rakyat Indonesia semakin menyadari betapa besarnya manfaat dari JKN ini.

Dari penjelasan diatas, baik dari petunjuk tentang KIS disampaikan pak Jokowi dan tim, juga paparan fakta-fakta atas KJS dan JKN tersebut, apa yang dapat anda simpulkan? Mungkin kesimpulan kita sama, apa urgensi dari Kartu Indonesia Sehat ini?

Sejauh ini, belum ada diferensiasi KIS atas JKN. Cukuplah, KJS menjadi bukti cara kerja Pak Jokowi bagaimana KIS ini ke depan. Kesimpulannya, sepertinya KIS hanya nama baru dari JKN.

Kamis, 12 Juni 2014

, , , , , , , , ,

Membantah Pernyataan Jokowi Bahwa BPJS Kesehatan Adaptasi KJS

Saya kutipkan berita online Kompas berjudul," Jokowi Mengaku Tak Tahu Bedanya Kartu Indonesia Pintar dengan BPJS Kesehatan", sebagai berikut:
"Program kartu Jakarta sehat juga telah diadaptasi oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam skala nasional dan dinamakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai awal tahun 2014.
Lalu, apa bedanya konsep kartu Indonesia sehat dengan BPJS Kesehatan?
Saat ditanyakan hal itu, Jokowi pun menjawab lugu. "Saya nggak tahu," katanya sambil tersenyum saat ditemui usai berkampanye di hadapan para nelayan di Medan Labuhan, Sumatera Utara, Selasa (Kompas,10/6/2014)"

Bagi saya ada 2 hal menarik dalam berita diatas:

Pertama, untuk kesekian kalinya Jokowi mengklaim bahwa program Kartu Jakarta Sehat diadaptasi menjadi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan. Ini memunculkan persepsi seakan-akan JKS adalah cikal bakal JKN. Atau JKN meniru program KJS.

Yang kedua yang menarik adalah Jokowi tidak bisa membedakan antara program JKN atau BPJS Kesehatan dengan Kartu Indonesia Sehat, salah satu program prioritas visi misi Jokowi-JK.

Sebagai rakyat Indonesia yang menaruh perhatian pada dunia kesehatan khususnya Jaminan Kesehatan Nasional, saya merasa terpanggil tanggung jawab sosialnya untuk menanggapi berita ini.

Ada kekacauan logika berfikir dalam penulisan berita tersebut. Pernyataan pertama mengatakan:
"Program kartu Jakarta sehat juga telah diadaptasi oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam skala nasional dan dinamakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai awal tahun 2014"

Kalimat ini mengandung makna bahwa KJS diadaptasi (baca: ditiru, cikal bakal) program BPJS Kesehatan. Jika demikian, Jokowi semestinya sangat mengerti (sekurangnya yang mendasar) apa itu BPJS Kesehatan. Bukankah BPJS Kesehatan diadaptasi dari KJS?

Namun ketika ditanya apa bedanya konsep kartu Indonesia sehat dengan BPJS Kesehatan, Jokowi senyam senyum menjawab,"Saya tidak tahu". Loh, kok bisa nggak nyambung gitu. Kalimat diawal mengklaim BPJS kesehatan adaptasi KJS, sementara Kartu Indonesia Sehat juga program prioritas Jokowi-JK jika terpilih Presiden/Wapres, tetapi mengapa tidak tahu beda keduanya? Sungguh alur pikir yang tak logis.

Baiklah, lupakan alur pikir pemberitaan (pernyataan) diatas yang tidak logis. Saya akan ceritakan secara singkat apa itu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan. Dan ada hubungan seperti apa dengan kartu Jakarta Sehat yang dibanggakan Jokowi itu.

Jaminan Kesehatan Nasional dilaksanakan sejak tanggal 1 Januari 2014 sebagai amanat dari UU SJSN (2004) dimana seluruh penduduk Indonesia harus mempunyai Jaminan Sosial termasuk Jaminan Kesehatan. Jaminan Sosial diselenggarakan secara nasional oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS). Tahun 2011, lahirlah UU BPJS yang mengatur BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah penyelenggaran jaminan kesehatan yang disebut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

JKN berlaku di seluruh Indonesia termasuk Jakarta dengan sistem pembiayaan INA CBGS sebagai kendali mutu dan kendali biaya. Tarif INA CBGS menggunakan sistem prospective payment atau sistem paket yaitu pembayaran perawatan pasien secara paket berdasarkan diagnosis atau kasus yang relatif sama.

Sebelum JKN mulai dijalankan 1 Januari 2014, dilakukan ujicoba atau pilot project di 3 provinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Itulah gambaran singkat JKN, sekarang giliran sekias cerita Kartu Jakarta Sehat. Setelah resmi menjadi Gubernur Jakarta, Jokowi meluncurkan secara resmi Kartu Jakarta Sehat (KJS) bulan November 2012. KJS adalah bagian dari janji kampanye Jokowi.

Sesungguhnya KJS adalah program jaminan kesehatan bagi penduduk Jakarta yang pada Gubernur sebelumnya (Fauzi Bowo) bernama Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Bedanya, jika Jamkesda hanya menanggung sekitar 2,7 juta penduduk miskin dan tidak mampu, KJS dijanjikan menanggung seluruh penduduk Jakarta sebanyak 4,7 juta jiwa. Berbeda dengan Jamkesda yang penggunaannya harus dengan surat keterangan tidak mampu (SKTM), KJS cukup menunjukkan KTP Jakarta untuk dapatkan layanan kesehatan yang nantinya ditanggung APBD Jakarta.

Baru 2 bulan berjalan, anggaran Jamkesda sekitar 700 milyar sudah ludes. Pada akhir tahun 2012, Pemda DKI Jakarta berhutang tunggakan tagihan kepada Rumah Sakit sebesar 355 milyar. Jebolnya APBD ini dapat difahami karena terjadi eforia sosiologis dan mudahnya dapatkan jaminan hanya dengan KTP Jakarta.

Janji politik terlanjur diucapkan. Popularitas dipertaruhkan. Namun APBD juga tidak bisa dibiarkan jebol terus menerus. Ketika Jokowi bertanya kepada Dinas Kesehatan, adakah cara agar pelayanan KJS bisa dilaksanakan tanpa menjebol APBD? Dinas Kesehatan menyodorkan alternatif menggunakan sistem pembiayaan INA CBGS milik Kementerian Kesehatan. Sebelumnya KJS menggunakan Paket Pelayanan Esensial (PPE), yang meskipun penghitungan secara paket namun berbeda dengan INA CBGS.

Pada saat yang sama, Kementerian Kesehatan juga sedang persiapan penerapan JKN dengan sistem INA CBGS sehingga dicari daerah pilot project. Gayung bersambut, maka permintaan DKI Jakarta untuk menggunakan INA CBGs dijadikan momentum oleh Kementerian Kesehatan sebagai pilot project. Akhirnya KJS bisa berjalan dengan baik tanpa APBDnya jebol seperti sebelumnya.

Saat ini, sebagaimana amanat Undang-Undang bahwa Jamkesda diintegrasikan ke sistem JKN, maka saat ini KJS telah diintegrasikan dengan JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Jumlah peserta KJS yang didaftarkan integrasikan JKN adalah 2,3 juta penduduk. Sementara 1,2 juta penduduk Jakarta ditanggung oleh Pemerintah Pusat. Artinya, tidak seluruh penduduk Jakarta ditanggung KJS atau APBD Jakarta.

Dari penjelasan singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa: TIDAK BENAR jika dikatakan program JKN atau BPJS Kesehatan diadaptasi dari kartu Jakarta Sehat (KJS). Justru sebaliknya, program KJS TERSELAMATKAN oleh sistem INA CBGS yang sejak awal merupakan sistem yang dipersiapkan untuk JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.

Sejak awal saya sudah katakan, jangan politisasi KJS. Ternyata Jokowi menggunakan kepopulerannya untuk menaikan level KJS dengan diklaim sebagai cikal bakal BPJS Kesehehatan. Sungguh terlalu!

Jadi yth pak Jokowi, apa itu program Kartu Indonesia Sehat? Sungguh terlalu jika anda menjawab, "saya nggak tahu".

Minggu, 08 Juni 2014

, , , , , , ,

Catatan Kunjungan ke ANRI: Seberapa Jauh Kita Mengetahui Sejarah Perjalanan Bangsa?

Dulu Arsip Nasional disingkat Arnas. Mirip nama artis yang bom seks itu, makanya diubah menjadi ANRI, Arsip Nasional Republik Indonesia. Demikian cerita Pak Imam Gunarto (Direktur Konservasi ANRI). Seketika ruangan sedikit riuh oleh tawa dan komentar. Entah bercanda atau benar itu menjadi alasan berubahnya Arnas menjadi ANRI, saya tak sempat konfirmasi langsung. Namun sekurangnya, kalimat itu sedikit mengendurkan rasa sakit di kepala dan terasa mendinginkan demam badan saya sejak semalam.

Jum’at (6/7/2014), saya bersama kawan-kawan peserta, fasilitator dan narasumber Diklatpim IV Kementerian Kesehatan melakukan kunjungan ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Jalan Ampera Raya No. 7 Jakarta Selatan. Kunjungan ini sebagai bagian dari memperkuat pemahamanan wawasan kebangsaan khususnya 4 Pilar Kebangsaan. Inilah pertama kalinya saya berkunjung ke ANRI. Sakit kepala dan demam tak menghalangi saya mengikuti kunjungan pada institusi mempunyai visi "Arsip sebagai Simpul Pemersatu Bangsa".

Setelah diterima oleh Bagian Humas, kami ditemani pemandu menelusuri "Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa". Di sebelah kanan pintu masuk Ruang diorama, kami disambut relief senyuman presiden pertama hingga Presiden SBY (ke-6) dengan judul "Senyummu Indonesiaku". Kata Pak Imam, pernah ada pertanyaan dari seorang anggota DPR terkait relief ini. Mengapa yang ditengah-tengah Pak SBY, kenapa bukan Bu Mega. Dia kan perempuan sendirian, sehingga sepantasnya dikelilingi para presiden pria. Tentu saja, Pak Imam kesulitan menjawab pertanyaan ini.

Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa diresmikan oleh Presiden SBY pada 31 Agustus 2009. Didalamnya pengunjung dapat melihat proses dinamika dari masa ke masa sejarah perjalanan Indonesia dalam bentuk arsip yang disajikan dengan sentuhan teknologi informasi dan karya seni.

Ruang diorama seluas 750 m² dibagi menjadi 8 hall. Setiap hall menampilkan petikan peristiwa dan episode tertentu perjalanan bangsa. Tentu tidak semua episode sejarah perjalanan bangsa dapat ditampilkan dalam diorama ini. Istilah Pak Imam, ANRI ini merawat, memelihara dan melayankan memori kolektif bangsa. Dengan demikian, dalam diorama ini "hanya" menampilkan episode tertentu dari sejarah yang telah menjadi memori kolektif bangsa. Dimulai dari masa kejayaan Nusantara, perjuangan melawan penjajah, kebangkitan nasional, proklamasi kemerdekaan, masa mempertahankan kemerdekaan, masa mengisi kemerdekaan, masa reformasi dan diakhir diorama, pengunjung disuguhkan film perjuangan dalam mini theatre.

ANRI dan Empat Pilar Kebangsaan

Istilah Empat Pilar Kebangsaan dipopulerkan MPR sebagai upaya kembali menyosialisasikan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Sesungguhnya, Mahkamah Konstitusi telah menghapus frasa "empat pilar berbangsa dan bernegara" dalam Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Tapi sejenak mari kesampingkan hal itu. Secara substansi, wawasan kebangsaan bagi setiap seluruh rakyat Indonesia itu sangat penting. Tidak terkecuali Pegawai Negeri Sipil harus mampu mendalami Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 sebagai konstitusi dasar, NKRI bentuk negara dan semangat ber-bhineka tunggal ika.

Jika selama ini wawasan kebangsaan diajarkan kepada peserta didik secara konsep dan teoritis di kelas, kunjungan ke ANRI adalah salah satu metode dalam memahami, menghayati dan menyerap nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI & Bhinneka Tunggal Ika. Demikian juga melalui Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa, banyak hal yang dapat diambil hikmahnya guna memperkuat nilai-nilai 4 pilar berbangsa bernegara itu.

Terbagi dalam 8 hall, pengunjung akan disuguhi replika dari prasasti yang ditemukan diberbagai daerah di Indonesia yang menggambarkan masa kerajaan nusantara. Data dan keterangan setiap prasasti juga disajikan dalam buku digital berlayar sentuh. Buku digital ini juga tersedia di hampir semua hall, seperti hall yang menampilkan profil para pahlawan bangsa, sehingga pengunjung bisa menggali informasi lebih mudah dan interaktif.

Sebagai wahana memori kolektif bangsa, diorama ANRI juga menyajikan bebeberapa peristiwa yang sudah begitu dikenang masyarakat umum seperti masa pergerakan pemuda hingga tercetusnya Sumpah Pemuda 1928, masa perjuangan kemerdekaan dan perang gerilya. Disajikan pula gambar, patung dan suara asli bagaimana teks proklamasi dibacakan,

Pada bagian hall lain, ditampilkan pula saat peristiwa G30SPKI, patung pahlawan revolusi dan film dokumenter pengangkatan jenazah para jenderal dari sumur Lubang Buaya. Hingga peristiwa bergulirnya orde reformasi dengan ditampilkan suasana gedung DPR/MPR diduduki mahasiswa, teks pernyataan berhenti Presiden Soeharto dari jabatannya sebagai presiden pada 21 Mei 1998. Dan terakhir, saya mengunjungi hall yang memutar film pendek yang mengisahkan Presiden Soekarno sejak kecil. Itulah gambaran sekilas isi diorama ANRI. Saya tidak dapat menceritakan dengan lebih detil. Selain karena kondisi badan yang tidak sehat, juga harus berpacu dengan waktu sholat Jumat, sehingga tak mampu merekam secara lebih lengkap diorama sejarah perjalanan bangsa di ANRI ini.

Beda Diorama ANRI dengan yang Lain

Barangkali kita bertanya, apa bedanya diorama ANRI ini dibandingkan dengan diorama sejarah yang ada ditempat lain? Saya pernah melihat diorama sejarah di tempat lain, misalnya Monumen Nasional. Jika dibandingkan, diorama ANRI lebih lengkap, lebih modern, dan tentunya lebih menarik dalam menceritakan perjalanan sejarah bangsa. Dalam bayangan saya, arsip merupakan sekumpulan tumpukan kertas tua berupa tulisan dan foto yang lusuh. Namun dalam diorama ANRI, arsip diwujudkan dalam bentuk karya seni yang menarik dan bersentuhan dengan teknologi informasi.

Sebagaimana fungsi arsip nasional sebagai bukti (evidence), diorama ANRI dilengkapi dengan "bukti asli" tulisan, suara, gambar, foto, video, dan benda meskipun dalam bentuk replika. Karena aslinya tersimpan rapi di gedung arsip tersendiri. Yang menarik, ANRI menampilkan 3 versi Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Ini menandakan bahwa ANRI bersikap netral dan berbasis bukti. Meskipun belum terbukti mana yang asli, masyarakat Indonesia perlu tahu ketiga versi Supersemar sebagai bagian yang menentukan sejarah perjalanan bangsa.

Bagi yang ingin mendapatkan informasi lebih detil terhadap benda-benda yang disajikan di Diorama ANRI, disedikan pula ruang baca bagi pengunjung. Malah pengunjung juga bisa mendapatkan layanan penggandaan arsip. Sayang, saya tidak sempat memasuki ruang baca dan menikmati layanan penggandaan arsip ini.

Pengalaman Menarik di ANRI

Selama kunjungan ke ANRI khususnya diorama Sejarah Perjalanan Bangsa, saya mendapatkan pengalaman menarik atau sesuatu yang baru. Misalnya dokumen Supersemar seperti yang telah saya sampaikan diatas. Saya memang telah lama tahu ada beberapa versi Supersemar, tapi baru saat itu mendapatkan kesempatan melihat replika ketiga versi Supersemar itu. Pada saat saya dan rombongan berkerumun di depan replika Supersemar, Pemandu menuturkan bahwa ketiga versi Supersemar itu tak satupun berkop surat Bintang Padi Kapas, sebagaimana kop surat Presiden. Yang ada, 2 versi berkop surat Garuda, yang satu lagi tak kop surat. Kemudian ada versi yang ditulis dengan huruf seperti huruf komputer. Malah ejaaan Soekarno pun ditulis "Sukarno" saja.

Pengalaman menarik lainnya, saat itulah pertama kali saya mendengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam versi 3 stansa. Sebagai informasi, lagu Indonesia Raya yang saat ini menjadi lagu kebangsaan adalah versi 1 stansa. Pada bagian lain, saya tertarik dengan replika poster pada masa perjuangan dengan gambar dan kalimat yang menarik. Misalnya ada poster bergambar coretan mata dengan tulisan huruf kapital,"Awas! Gerilja Rakjat. Pembantu Blanda. Bangsa Tionghwa sama bangsa Asia! Insjaflah segra dan berbalik bela kepehak Indonesia". Ada lagi poster bergambar sosok pria dengan tangan kanan memegang pistol dan menyilangkankannya di dada. Tulisannya berbunyi,"Ikut Blanda? Awas Gerilja punja 1000 mata!".

Pada kesempatan ini pula, akhirnya saya bisa membandingkan teks prokalamasi antara konsep tulisan tangan, yang diketik dan diucapkan. Secara substansi tidak berbeda, namun secara keredaksiannya saja beda. Misalnya, pada akhir teks proklamasi tertulis "Djakarta, 17-8-’05. Wakil2 Bangsa Indonesia". Di naskah proklamasi yang diketik Sayuti Melik, penanggalan masih menggunakan tahun Jepang, tapi "wakil2 Bangsa Indonesia" diganti dengan "atas nama bangsa Indonesia. Soekarno Hatta". Sedangkan yang pada saat pembacaan teks proklamasi sebagaimana seperti kita dengar selama ini.

Saya tertarik dengan bahasa yang digunakan pada surat dengan tulisan tangan Bung Karno kepada Panglima Besar Soedirman. Bung Karno memanggil Jenderal Soedirman dengan sebutan Adinda, meskipun mereka berbeda pandangan pada saat perang kemerdekaan. Disini membuktikan bahwa Bung Karno pandai merangkai kalimat dan mempengaruhi orang lain.

Pada hall yang menampilkan pahlawan revolusi, pemandu menuturkan bahwa ada perbedaan antara yang ditampilkan dalam film G30S/PKI dengan hasil otopsi jenazah para jenderal yang ditemukan di sumur Lubang Buaya. Jika dalam adegan film para jenderal sempat disiksa (seperti disilet), namun hasil uji forensik menyatakan kematian para pahlawan revolusi itu karena luka tembak saja. Saya juga sempat membaca replika surat pernyataan berhenti Presiden Soeharto yang dibacakan pada 21 Mei 1998.

Itulah Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa ANRI. Diorama singkat ini, cukup memberikan gambaran bahwa Indonesia merupakan proses sejarah yang panjang. Bila dikaitkan dengan empat pilar kebangsaan, maka lahirnya sebuah negara bernama Indonesia dilandasi nilai sila pertama sampai sila kelima Pancasila. Indonesia di masa akan datang harus dibangun didasarkan cita-cita luhur sebagaimana tercantum dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 termasuk didalamnya NKRI. Sejak awal, Indonesia diperjuangkan oleh para pejuang dari berbagai suku bangsa, bahasa dan budaya di Nusantara, oleh karenanya nilai Bhinneka Tunggal Ika harus dijunjung tinggi setiap rakyat Indonesia.

Pernahkah muncul pertanyaan dalam diri kita, untuk apa kita melakukan kunjungan ke ANRI? Melalui Arsip Nasional, memori kolektif bangsa dirawat dan dipelihara sepanjang masa. Melalui arsip-arsip yang tersimpan di ANRI ini, kita bisa mengetahui sejarah, identitas dan jati diri Indonesia. Pengetahuan sejarah perjalanan bangsa, bukan untuk mengetahui siapa yang paling berjasa terhadap berdirinya Republik Indonesia. Bukan pula untuk mengetahui siapa yang salah, siapa yang benar. Juga tidak untuk mencari siapa yang mesti bertanggung jawab atas kondisi bangsa Indonesia saat ini.

Kita tidak bisa menyalahkan sejarah, karena sejarah memang tidak bisa dirubah. Meskipun sejarah tak bisa dirubah, namun kita punya kehendak dan kekuatan untuk mengubah masa depan. Melalui dokumen sejarah, kita bisa belajar dan mengambil hikmah dalam berpikir dan bertindak demi Indonesia yang lebih baik di masa datang.

Itulah catatan singkat kunjungan ke Diorama Sejarah Perjalanan Bangsa di ANRI. Barangkali banyak kekurangan, tidak lengkap atau terselip ceritanya. Namun itulah nuansa dan kesan dapat saya rekam dengan kondisi badan yang tidak sehat. Demikian juga saat menuliskan catatan ini. Semoga bermanfaat.