Jumat, 30 Oktober 2015

, , , , ,

Inspirasi dari Seorang Menteri

Apa ukuran keberhasilan seorang pemimpin organisasi/perusahaan? Sebagian besar kita pasti menjawab kinerja. Benar bukan? Kita terbiasa menentukan indikator kinerja (key performance indicator) pada setiap level organisasi.

Tetapi Pak Arief Yahya memberikan jawaban berbeda dari pertanyaan itu.
"Seorang Leader dikatakan berhasil bukan dari performance, tetapi proyeksi. Bagaimana ia mampu memberikan gambaran nyata dan meyakinkan tim atau pengikutnya apa yang akan dicapai organisasi".
Kurang lebih begitulah pernyataannya saat memberikan orasi di acara "Indonesia Public Relations Award" di Gedung Dewan Pers Jakarta (27/10). Saat mendengar itu, saya mendapatkan sesuatu yang beda. Selama ini, saya berpola pikir keberhasilan diukur dari kinerja.

Mengapa proyeksi lebih penting daripada kinerja? Menurut Menteri Pariwisata itu, karena Leader harus mampu memberikan inspirasi bagi tim atau pengikutnya. Peran inspirator inilah yang menggerakan kinerja organisasi dalam mencapai tujuan.

Pemimpin yang baik juga harus memiliki imaginasi, kata mantan Direktur Utama Pt Telkom Indonesia itu. Loh, maksudnya visi? Imaginasi! Bukan visi atau mimpi. Apa sih bedanya?

Menurut Pak Arief Yahya, istilah visi itu didasarkan pada indera pengelihatan. Seberapa jauh sih mata kita melihat suatu obyek? Artinya, dalam visi ada batasan. Sementara mimpi mampu melukiskan banyak gambaran tanpa batas. Tetapi mimpi terjadi ditengah ketidaksadaran alias saat tidur. Ketika sadar, kita tak bisa bermimpi. Untuk mendapatkan gambaran tanpa batas pada saat sadar, kita memiliki imaginasi. Yah, imaginasi merupakan kesadaran dan gambaran tanpa batas atas sesuatu yang kita ingin capai. Imaginasi inilah yang harus pemimpin sampaikan secara jelas kepada tim/organisasinya.

Pak Arief Yahya menutup orasi insiprasionalnya, bahwa untuk menjadi Leader yang sukses harus memiliki 3 hal yaitu IFA; imaginasi, fokus dan aksi.

Anda-kah Pemimpin Inspirasional itu?

Rabu, 28 Oktober 2015

, , , , , ,

CERITA PAGI DI HARI SUMPAH PEMUDA

"Kita mah bekerja bukan mengharapkan penghargaan tetapi kalau diberi ya kita terima," ujar Ridwan Kamil, salah satu penerima penghargaan Tokoh PR 2015 dari SPS Indonesia (27/10) di Jakarta.
Keren ya! Sebenarnya bukan hanya Kang Emil saja keren. Tetapi juga Ibu Murti Utami (Ibu Ami). Loh apa hubungannya Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemkes dan Walikota Bandung itu? 

Ohhh, ada! Seperti Ridwal Kamil, Ibu Murti Utami juga mendapat penghargaan Tokoh PR 2015.
Tokoh PR 2015 Pilihan SPS Indonesia diberikan kepada tokoh publik, lembaga publik atau tokoh PR yang memberikan inspirasi bagi organisasi dan publik secara umum. Selain Ibu Murti Utami dan Ridwan Kamil, SPS Indonesia menganugerahi Tokoh PR kepada Marsekal Bambang Sulistyo (Kepala Basarnas), Ganjar Prabowo (Gubernur Jateng), dan 2 Tokoh dari perusahaan swasta. Penghargaan disrrahkan oleh Menteri Pariwisata, Arief Yahya di Gedung Dewan Pers semalam.
Eh itu belum cukup. Perlu tahu juga, Kementerian Kesehatan juga mendapatkan penghargaan sebagai Pemenang Program PR Inspirasional kategori Pemerintah Pusat/Daerah. Program PR dimaksud adalah"Ramah Tamah Menkes dengan Netizen/Blogger" yang bertujuan membangun engagement Menkes dengan Netizen dan meredam isu "BPJS Haram" di media sosial pada Agustus 2015.

Selamat kepada Ibu Ami, Puskom dan jajaran Kemkes atas apresiasi dari kalangan Media untuk program kehumasan (PR). Patut disyukuri di "akhir hidup" Puskom Publik sebelum bermetamorfosis menjadi Biro Komunikasi sempat memahat prasasti.
Maju terus dengan semangat Sumpah Pemuda. Merdeka!

Sabtu, 24 Oktober 2015

, , ,

Menjadi Rumah Sakit Sadar Media Sosial

Setiap detik ada satu status Facebook berisi kata-kata "rumah sakit". Atau setiap 15 detik ada satu cuitan Twitter juga berisi kata-kata "rumah Sakit". Demikian kata Sumardy, CEO Onbee Research, sebuah perusahaannya riset marketing yang tiga tahun ini menggeluti "Indonesia Healthcare Most Reputable Brand" kerjasama dengan Majalah SWA.

Pesatnya laju media sosial menjalari pemakai ibarat gelombang ombak yang silih berganti mendebur pantai. Pemakai media sosial itu termasuk juga pasien, pegawai dan manajemen rumah sakit. Rumah sakit tak mampu menghentikan gelombang ombak media sosial itu, tetapi bisa belajar memanfaatkannya. Pemanfaatan media sosial dengan tujuan mempermudah komunikasi dengan pasien dan menambah revenue rumah sakit.

Sebagaimana suatu usaha jasa yang memerlukan pelanggan dalam aktifitas pemasaran, rumah sakit semestinya berada di lingkungan dimana pasien berada. Jika saat ini rumah sakit anda masih asing dengan media sosial, tak ada rugi mengakrabi. Jika masih bingung memanfaatkan, saatnya rumah sakit belajar menyeriusi. Sebelum rumah sakit anda benar-benar ketinggalan jaman dan kehilangan pasar.

Tapi ingat, media sosial tak akan pernah menggantikan komunikasi nyata yang lebih manusiawi. Media sosial tak akan menggantikan aktifitas pemasaran alami. Intinya, manfaatkan bukan menggantikannya dengan media sosial.

Jumat, 09 Oktober 2015

, , , , ,

BELAJAR DARI BENCANA KABUT ASAP

Dampak yang paling nyata dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) adalah asap. Bukan apinya yang menyebabkan masalah kesehatan, tapi hasil kebakarannya yg menimbulkan efek, terutama kesehatan. Sehingga tentu saja untuk menghilangkan efeknya, sumber utamanya harus ditangani. Bagaimana jika apinya sulit dipadamkan hingga memberi dampak yang berlarut? Maka kita akan disibukkan oleh dampak dari hasil karhutla seperti yang kita lihat sekarang.

Berdasarkan hasil assessment, banyak partikel beracun yang terkandung dalam asap. Kita tidak akan membahas hal itu disini. Namun yang membuatnya lebih parah adalah luas dan lamanya kejadian asap tersebut. Dan yang membuat semuanya menjadi bencana adalah ketika kondisi asap yang sangat buruk bertemu dengan kerentanan atau masyarakat yang terdampak.
Penanganan tingkat pencemaran udara saat ini masih terus dilakukan oleh sektor terkait. Mungkin sudah maksimal, namun apa daya api tetap membara.
Hal yang perlu diperhatikan adalah pekatnya polutan dan waktu paparan. Solusi yang terbaik tentu saja menghindari kontak dengan asap dan atau mengurangi waktu paparan dengan asap. Caranya dengan mengurangi aktifitas diluar ruangan, bahkan tidak sama sekali jika polutannya sangat pekat.
Masker, apapun jenisnya, bukan jalan terbaik menangani dampak asap. Menggunakan masker saat menerobos asap yang pekat sama dengan menggunakan sepatu bot saat banjir yang ketinggian airnya lebih dari setengah meter.
Jalan yang terbaik adalah mengurangi aktifitas diluar rumah. Dengan begitu paparan kita dengan polutan tidak terjadi atau waktu paparannya dapat direduksi. Promosi kesehatan adalah jalan terbaik untuk kondisi saat ini. Menganjurkan orang agar tidak beraktifitas diluar ruangan pada tingkat pencemaran yang sangat berbahya. Jika terpaksa harus berada diluar ruangan, gunakan masker dan mengurangi waktu bekerja diluar ruangan.
Promosi kesehatan mestinya lebih digencarkan daripada pembagian masker. Banyak media yang bisa digunakan, lewat leaflet, poster, medsos, radio, televisi dan lain-lain. Promosi ini tidak hanya kepada masyarakat tapi juga disampaikan ke semua sektor. Terkait atau tidak.
Misalnya, sektor kesehatan memberikan rekomendasi untuk mengurangi atau meniadakan aktifitas diluar ruangan berdasarkan nilai ISPU. Berdasarkan informasi ini, dinas pendidikan kemudian dapat mengeluarkan aturan meliburkan anak sekolah dan memberikan penugasan kepada siswa utk belajar dirumah. Bahkan televisi lokal dapat menayangkan program edukasi selama siswa berada di rumah. Dinas pendidikan pun sudah memiliki protap sesuai kondisi darurat asap. Begitu juga dengan pegawai. Bagi yang terpaksa berada diluar ruangan seperti polisi atau damkar yang memadamkan api, selain dilengkapi masker, waktu bekerjanya dikurangi dengan menggunakan metode shift, misalnya setiap 2 jam petugasnya diganti.
Hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah dampak pencemaran terhadap dewasa sehat, kelompok rentan dan orang dengan penyakit pernapasan kronis. Tingkat kepekatan polutan mempengaruhi tindakan promotif pada ketiga kelompok ini. Pada kondisi udara yang sangat tidak sehat, bagi kelompok dewasa sehat, anjurannya adalah mengurangi aktifitas diluar ruangan. Bagi kelompok rentan anjurannya adalah menghindari aktifitas diluar ruangan. Namun bagi yang berpenyakit kronis, dengan kondisi udara yang sama, anjurannya adalah tidak beraktifitas sama sekali diluar ruangan. Membolehkan kelompok ini berada diluar ruangan dengan menggunakan masker tentu tidak tepat.
Ada satu pembelajaran menarik dalam bencana karhutla ini bagi penanganan bencana keseluruhan. Jika pada bencana dengan bahaya yang telah menimbulkan jatuhnya korban, terapi utamanya adalah kuratif dan rehabilitatif. Pada bahaya yang mengancam kesehatan masyarakat (seperti asap, banjir dan erupsi ringan gunung api), terapi yang paling tepat adalah promotif dan preventif.
Semoga bencana kabut asap ini segera berlalu. Ayo Indonesia#MelawanAsap.

Rabu, 03 Juni 2015

, , , , , , ,

Program PR Bukan Sekedar Pencitraan

Presiden Joko Widodo menahan nafas dan terdiam sejenak. Pandangan matanya diarahkan kepada ratusan anak muda berseragam batik merah marun dihadapannya. Didampingi Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Jokowi melepas tim Nusantara Sehat yang akan memberikan pelayanan kesehatan bagi rakyat Indonesia di wilayah perbatasan dan terpencil di Istana Negara, Senin (4/5/2015).

"Saya bangga sekali melihat saudara-saudara mempunyai sebuah tekad kuat dan niat baja. Ada yang akan ditempatkan di ujung-ujung, tetapi saya lihat wajah-wajah optimis semuanya. Itu yang kita cari,” ungkap Presiden Jokowi disambut tepuk tangan meriah dari tim Nusatara Sehat dan para hadirin.

Menteri Kesehatan, Nila Moeloek, Kementerian Kesehatan melepaskan 143 tenaga kesehatan teridiri dari dokter, bidan, perawaat dan lain-lain di 20 puskesmas perbatasan dan kepulauan terluar yang tersebar di 19 kabupaten dan 9 provinsi. Tujuannya sejalan dengan semangat Nawa Cita  yaitu membangun dari pinggiran dengan memperkuat Puskesmas di daerah perbatasan sebagai ujung tombak upaya kesehatan masyarakat.

“Ini bukan sekedar pencitraan. Tetapi bagaimana program Kementerian Kesehatan memberi solusi terhadap permasalahan bangsa dan memberi manfaat bagi rakyat,” tegas Murti Utami, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan.

Tim Nusantara Sehat yang semuanya anak-anak muda ini, kata Ami (panggilan akrab), diharapkan mampu mengatasi permasalahan kesehatan di daerah tugasnya dan berdampak pada menurunnya angka kematian ibu bayi dan menyukseskan program Jaminan Kesehatan Nasional.

Sebagai Public Relations Pemerintah citra memang penting, tetapi apakah program itu baik dan bermanfaat bagi public itu lebih utama. Untuk diketahui, Kementerian Kesehatan memperoleh Gold Champion WOW BRAND 2014 dari MarkPlus terutama untuk program JKN sebagai The Most Most Valuable Policy. Dalam melaksanakan program PRnya, Kementerian Kesehatan menggandeng stakeholder termasuk awak media massa dan pegiat media sosial.

Kamis, 21 Mei 2015

, , , , , , , , , ,

Asapmu Membunuh Orang-Orang di Sekitarmu

Jutaan orang Indonesia terancam terkena kanker akibat paparan asap rokok. Ike Wijayanti (37 tahun) tidak pernah merokok, tetapi paparan asap rokok di tempat kerja menyebabkan ia menderita kanker tenggorokan.

“Saya kehilangan suara saya,” ungkapnya dengan tulisan kapur di papan tulis. Ibu dua anak asal Surabaya itu membenahi posisi jilbabnya untuk menutup lubang menganga di lehernya yang sempat selintas terlihat. “Berhentilah merokok, asapmu membunuh mimpi-mimpi orang di sekitarmu,” nasehat Ike dengan suara nyaris tidak terdengar jelas. Tatapan matanya menyiratkan beban penderitaan.

Itulah gambaran nyata bahaya perokok pasif yang tersaji dalam iklan layanan masyarakat (ILM) yang diproduksi oleh Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan World Lung Foundation. ILM ini bertujuan menyadarkan masyarakat Indonesia akan bahaya paparan asap rokok. Penayangannya secara serentak di berbagai stasiun televisi nasional, radio dan media daring selama dua minggu.

“Jumlah perokok di Indonesia mencapai 53,7 juta orang. Oleh karenanya, melalui kampanye ini kita sadarkan masyarakat tentang bahaya paparan asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif,” kata dr. Untung Suseno Sutarjo M. Kes., Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI pada saat konferensi pers, Jumat (22/5) di Kantor Kementerian Kesehatan Jakarta.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sekitar 95 juta orang di Indonesia terpapar asap rokok. Lebih dari 40.3 juta anak Indonesia usia 0–14 tahun telah menjadi perokok pasif. Padahal paparan asap rokok yang banyak ditemukan di berbagai tempat umum tersebut memiliki efek negatif yang sama bahayanya jika dibandingkan dengan seorang perokok aktif. Bahkan menurut buku The Tobacco Atlas yang diterbitkan oleh American Cancer Society dan World Lung Foundation, paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru-paru sebesar 30% dan sebesar 25% penyakit jantung koroner.

Penelitian Global Adult Tobacco Survey (GATS) yang dilakukan pada tahun 2008–2013 juga menunjukkan data tentang persentase prevalensi paparan asap rokok terhadap orang dewasa di Indonesia. GATS juga mencatat lebih dari 85% orang dewasa Indonesia terkena paparan asap rokok di rumah, lebih dari 78% di tempat makan, dan lebih dari 50% di tempat kerja.

“Kami mengapresiasi kerja keras Pemerintah Indonesia dalam kampanye bahaya asap rokok di media massa nasional sejak tahun 2014. Melalui kampanye ini, kami juga mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam kebijakan pengendalian bahaya produk tembakau bagi kesehatan," ujar Peter Baldini, Chief Executive World Lung Foundation.

Terkait kebijakan bebas dari bahaya rokok, Indonesia telah menyusun berbagai peraturan yang mengatur perlindungan terhadap masyarakat akibat bahaya paparan asap rokok. Salah satunya, penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai tempat umum maupun tempat kerja. Menurut The Tobacco Atlas, hingga saat ini larangan merokok di dalam ruangan dapat mengurangi sebanyak 2% - 6% prevalensi merokok.

Rabu, 06 Mei 2015

, , , , , , , , , , ,

7 Langkah Rumah Sakit Tangani Keluhan di Media Sosial

Media sosial secara radikal telah mengubah cara hidup dan bagaimana kita berkomunikasi. Tak terkecuali, media sosial juga mengubah dunia public relations dan marketing. Media sosial secara revolusioner mengubah  bagaimana hubungan antara merek (brand) dan konsumen, termasuk rumah sakit dan pasien. Diantara hubungan rumah sakit dan pasien, itu bagaimana rumah sakit melakukan pelayanan pelanggan.

Pasien, saat ini dan kedepan tentunya, semakin berharap rumah sakit dapat cepat merespon umpan balik melalui jaringan media sosial seperti Twitter dan Facebook. Respon umpan balik itu bisa berupa jawaban atas pertanyaan, tanggapan atas permintaan informasi dan penanganan keluhan (complain) secara cepat dan tepat.

Pernahkah rumah sakit Anda mendapatkan keluhan/complain yang dituliskan atau disampaikan melalui media sosial? Sekedar mengingat kembali sebuah kasus pasien Abiyasa (2 tahun) yang dikabarkan ditolak lebih dari 20 rumah sakit. Kabar itu menyebar liar melalui berbagai media sosial seperti BBM, Facebook, Twitter pada pertengahan November 2014. Sempat dirawat di RS Tarakan, Abiyasa akhirnya meninggal dunia akhir November. Kita tentu berduka meninggal dunianya seorang anak manusia. Dalam konteks bahasan media sosial kali ini, kita soroti bagaimana kabar itu terus menyebar tak terkontrol. Hingga Februari 2015, kabar terus menyebar via BBM dan Facebook.

Kasus yang baru saja terjadi bagaima sebuah status facebook pasien yang complain karena menambal gigi di sebuah rumah sakit di bilangan Jakarta selatan dikenakan tariff Rp 9 juta. Tidak sampai hitungan seminggu, status facebook itu menyebar lebih dari 10.000 share. Tak terbayangkan, betapa banyak akun facebook dan pembaca berita membaca, berkomentar dan ikut menyebarkan berita negatif tentang rumah sakit tersebut.

Dengan menyampaikan pertanyaan dan keluhan di forum publik, pasien membentuk dinamika kondisi pelayanan pelanggan tradisional. Ribuan  pasien lain dan calon pasien potensial dapat melihat interaksi layanan pelanggan antar pasien dengan rumah sakit, termasuk keluhan di media social yang diterima rumah sakit saat itu. Keluhan yang tersebar kepada khalayak luas, berpotensi menarik publisitas negatif. Meskipun pada sisi positif, rumah sakit memiliki lebih kesempatan untuk membantu dan terlibat aktif dengan permasalahan pasien yang berpotensi diubah menjadi pendukung merek rumah sakit tersebut.

Mengapa kita, rumah sakit, harus begitu peduli terhadap media sosial ini? Jika saya seorang Direktur Rumah Sakit akan bertanya kepada diri sendiri maupun petugas PR & Marketing saya, dimana pelanggan (konsumen) kita berada? Siapa segmen pasar kita? Jawaban atas pertanyaan ini sangat banyak.

Dalam konteks dunia maya, mari kita lihat statistik yang dikeluarkan APJII tentang profil pengguna internet Indonesia 2014. Apakah mereka stakeholder dan market rumah sakit kita?

APJII mencatat bahwa pengguna internet Indonesia 2014 sekitar 88,1 juta orang, terdiri :

  • 78,5 persen berlokasi di Indonesia bagian barat

  • 87,4 persen menggunakan media sosial

  • 85 persen mengakses internet dengan telepon genggamnya

  • 51 persen pengguna internet adalah wanita

  • 49 % pengguna berusia antara 18 – 25 tahun


Apa arti data tersebut bagi rumah sakit anda? Jika rumah sakit saya adalah rumah sakit swasta, secara sederhana dapat dikatakan ternyata pasien dan calon pasien saya adalah orang-orang melek intenet dan media sosial. Sudahkah rumah sakit kita ramah media sosial? Sudahkah kita menjalin komunikasi dengan stakeholder dengan media sosial? Sudahkah kita mengelola pelanggan, termasuk manajemen complain, menggunakan media sosial?

Mengapa kita perlu perhatian dengan pernyataan negative dan complain pasien? Sebuah survey Onbee Researc mengatakan bahwa 80 persen rekomendasi pasien terhadap pasien lain didasarkan pada pengalaman pelayanan. Survei di Gedung Putih mengatakan bahwa kabar buruk akan menjangkau 2 kali lebih banyak pelanggan/konsumen daripada kabar baik. Ini sejalan juga dengan survey Onbee Research yang mengatakan pengalaman baik pasien akan tersampaikan kepada 7 orang lain, sementara pengalaman buruk pasien menjangkau 11 orang, hamper 2x jumlahnya. Dan, sebuah riset pelanggan mengatakan bahwa dibutuhkan 12 pelanggan dengan pengalaman pelayanan yang memuaskan, untuk menghapus atau mengimbangi  kesan pelayanan buruk seorang pelanggan.

Perubahan kebiasaan penyampaian keluhan, permintaan informasi dan interaksi sebagai pasien, mengharuskan rumah sakit mengubah cara mereka melakukan pelayanan pelanggan/pasien. Sangat penting, rumah sakit mencurahkan lebih banyak waktu dan sumber daya untuk mendengarkan dan menanggapi pasien pada saluran daring (online) dan melihat dari sudut pandang pasien.

Bagaimana menangani keluhan atau pernyataan negative pasien di media sosial? Berikut beberapa tip  yang dapat dilakukan:

1.   Cepat dan tepat merespon keluhan,  lebih baik lagi jika pasien masih dalam jaringan (online).

Siapa pun yang mengeluh, punya harapan dan tuntuan agar segera direspon dan ditangani. Demikian juga pasien, mereka ingin segera mendapatkan tanggapan dan solusi atas permasalahannya dengan rumah sakit. Oleh karena, Rumah sakit harus memastikan bahwa akun media sosial rumah sakit terpantau dengan baik. Dan juga memastikan dapat merespon secepat mungkin pertanyaan/keluhan di media social. Idealnya, selagi pasien masih dalam jaringan, rumah sakit bisa merespon. Semakin lama rumah sakit merespon keluhan, pendapat buruk itu bisa menyebar jauh dan luas sebagai publikasi buruk.
2.     Jangan pernah menyerang pasien yang mengeluh di forum publik

Salah satu aturan utama dari layanan pelanggan sosial jangan pernah menyerang dengan orang-orang yang telah menulis sesuatu yang negatif tentang rumah sakit Anda. Jangankan menyampaikan kalimat yang bersifat menyerang, mendebat atau memarahi saja dihindari. Ini pasti akan menjadi bahan bakar publisitas buruk dan memastikan bahwa lebih banyak orang akan mendengar keluhan. Dan menjadi bumerang bagi rumah sakit sendiri
Sebaliknya membiarkan keluhan yang ditulis di media sosial, dengan alasan malas, takut salah merespon, atau memandang remeh, akan membentuk persepsi kuat bahwa keluhan itu benar. Sangat mungkin terjadi, keluhan itu akan viral menyebar kepada pengguna media sosial lain. Viralnya keluhan itu disebabkan perasaan yang sama atau perasaan empati dan mencegah jangan sampai orang lain mengalami hal yang sama. Merespon dengan cara buruk atau membiarkan terhadap keluhan pasien di media sosial, dua pilihan  yang harus dibuang jauh-jauh oleh rumah sakit.
3.   Bicara dengan sikap santun dan masuk akal, jika mungkin lakukan secara luar jaringan (offline).

Daripada bersikap menyerang dan membela diri, pendekatan yang lebih efektif adalah berbicara dengan santun dan masuk akal kepada pasien yang menyampaikan keluhan. Dan ingat, jangan membela diri untuk menang sendiri. Cobalah mengatasi masalah secara masuk akal. Tanggapan disampaikan secara jelas dan terukur dengan tujuan klarfikasi.

Dan jika mungkin, cobalah memindahkan interaksi dan percakapan dengan pasien yang mengeluh tersebut melalui saluran pribadi. Misalnya surat elektronik, telepon atau bertatap muka langsung. Dengan percakapan diluar jaringan atau bertatap muka, rumah sakit dapat memilah persoalan untuk dicarikan jalan keluar. Setelah selesai, secara sopan mintalah pasien pengadu mengubah atau menarik komentar buruk yang terlanjur dipublikasikan melalui media sosial.
4.     Berikan saluran untuk mengeluh

Rumah sakit tidak dapat selalu menghindari pasien mengeluh di media sosial, tetapi rumah sakit dapat menguranginya. Pelanggan kecewa cenderung untuk mengeluh melalui saluran online umum, jika mereka tahu dapat menggunakan email, telepon, atau formulir umpan balik yang dapat menjangkau secara langsung rumah sakit. Mereka hanya ingin masalah mereka ada yang mendengar, ada yang menanggapi, dan mengharapkan masalah mereka akan segera diatasi.

Rumah sakit dapat melakukan banyak hal untuk memastikan agar kekecewaan pasien tersebut dapat ditangkap langsung rumah sakit melalui "umpan balik" di website, web chating, web chatting, email atau akun media sosial. Jika rumah sakit Anda dikenal luas karena respon cepatnya atas keluhan, pelanggan dan pasien akan datang langsung menyampaikan keluhan dan pertanyaan melalui saluran itu, bukan saluran yang lain.
5.     Jika mungkin, buat akun khusus layanan pelanggan (pasien), termasuk komplain.

Beberapa rumah sakit di Indonesia telah menggunakan media sosial sebagai pemasaran atau alat promosi, tetapi faktanya banyak ditemukan pasien mengeluh di media sosial, misalnya melalui twitter dan facebook.

Bisa jadi akun yang diniatkan untuk promosi digawangi oleh admin yang tidak memahami bagaimana menangani keluhan pasien. Semakin banyak pertanyaan atau keluhan pasien melalui media sosial, menjadi alasan kuat rumah sakit mengelola akun khusus layanan pelanggan/pasien, termasuk penanganan keluhan. Hal Ini menunjukkan bahwa rumah sakit Anda peduli tentang layanan pelanggan dan penanganan complain. Upaya ini akan membantu rumah sakit bagaimana melayani pelanggan lebih baik dan lebih cepat.

6.     Ubah hal negatif menjadi positif

Media sosial memberikan kesempatan besar untuk mendengarkan pelanggan dan pasien rumah sakit Anda. Media sosial berpotensi meningkatkan pemahaman dan memberikan layanan pasien yang lebih baik. Memantau apa yang pasien katakan dan menganalisis interaksi media sosial yang masuk (seperti tweet. Analisis media sosial dapat mengetahui tren dan aspirasi pelanggan sehingga dapat digunakan untuk mengubah bagaimana rumah sakit anda beroperasi dan melayani pasien. Misalnya, jika semua orang mengeluh tentang pelayanan di klinik general check up, bagaimana rumah sakit Anda mengubahnya?

7.     Berikan kemampuan/ketrampilan memadai di media sosial

Jika pasien mengharapkan rumah sakit memberikan layanan pelanggan melalui media sosial, pastikan rumah sakit memenuhi harapan mereka. Kemapuan layanan pelanggan ini mempunyai cara dan kemampuan yang sama seperti yang Anda lakukan untuk layanan pelangan lainnya.

Hal ini memerlukan kerja sama baik antara public relations, pemasaran, unit teknis dan tim layanan peangan untuk memastikan tidak terjadinya salah persepsi dan salah menanggapi. Ini berarti rumah sakit harus memiliki orang-orang dengan keterampilan dan kemampuan memberikan pelayanan pelanggan/pasien melalui media sosial.
Memastikan konsistensi antara pelayanan pelanggan langsung (tatap muka) dengan pelayanan pelanggan dalam jaringan (online) via media sosial. Dan pastinya menggunakan basis pengetahuan (knowledge base) yang sama terpadu guna mendukung pelayanan pelanggan yang lebih luas.

Jika Anda tidak ingin rumah sakit Anda dinodai oleh publisitas negatif dari keluhan pelanggan di media sosial dan forum online, segera ambil inisiatif dan langkah pencegahannya. Pastikan rumah sakit memberikan kemampuan sumber daya dan manajemen media sosial yang cukup sehingga mampu menangkap peluang dan perubahan sekitar melalui pelanggan/pasien anda.

(disampaikan pada forum IRSJAM - Ikatan RS Jakarta Metropolitan)