Minggu, 06 Maret 2016

, ,

Vaksin Polio Tanpa Bahan Bersumber Babi

Ada saja ya cara yang dipakai kaum antivaksin menggagalkan program Pemerintah, Pekan Imunisasi Nasional (PIN) 2016. Program yang digadang-gadang mencegah agar anak-anak Indonesia tidak tertular virus polio dan memastikan Indonesia bebas Polio.

Cara terbaru kaum antivaksin ini dengan mengedarkan gambar bungkus vaksin polio yang bertuliskan "pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi" di media sosial. Bagi kebanyakan orang Indonesia yang mayoritas Muslim sangat sensitif sesuatu yang berbau babi.

Vaksin Polio Tetes yang digunakan pada pekan imunisasi nasional 2016

Nah, agar tidak menjadi fitnah dan salah pemahaman, perlu diluruskan ya. Gambar bungkus vaksin polio yang beredar di medsos dengan tulisan "pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi" itu jenis vaksin polio suntik. Itu tidak digunakan pada saat PIN 2016 ini. Karena yang Vaksin Tetes. 



PIN Polio 2016 menggunakan vaksin tetes dengan ciri pada bungkus bertuliskan "Oral Polio Vaccine" produksi Biofarma. Tidak ada tulisan apapun terkait bahan bersumber babi.

Lagi pula, Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi mendukung program imunisasi di Indonesia, termasuk PIN Polio 2016. Silakan baca deh fatwa MUI Nomer 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi yang ditetapkan pada 23 Januari 2016.

Oleh sebab itu, mari kita dukung himbauan agar membawa anak-anaknya usia 0 sd 59 bulan ke Pos PIN terdekat pada tanggal 8-15 Maret 2016. 

Sabtu, 05 Maret 2016

, , ,

Bertanya baik-baik kok Dikatai "Orang Gak Tahu Aturan"

Tidak banyak orang pernah datang ke kantor Kementerian Sekretariat Negara, wilayah ring satu komplek kantor kepresidenan. Meski sudah lama di Jakarta dan PNS, saya termasuk orang yang belum memasuki area kantor Setneg.

Saya sengaja berangkat lebih pagi agar punya kesempatan mencari tempat acara dan tidak terlambat acara "Indonesia Data Driven Journalism" yang digelar Kantor Staf Presiden di Gedung Krida Bakti Setneg Jakarta.

Dalam undangan tertulis tempat acara di Jalan Veteran No. 12. Saya menyusuri jalan veteran dari arah Masjid Istiqlal ke perempatan Harmoni. Ternyata pintu masuk ke Setneg melalui jalan hayam wuruk. Memasuki gerbang, saya bertanya pada penjaga dengan seragam TNI. Dengan ramah, 3 petugas menyampaikan bahwa Gedung Krida Bakti beralamat di Jalan Veteran 3. Petugas memberikan petunjuk singkat bagaimana saya bisa ke tempat tujuan.

Saya keluar gedung Setneg menuju perempatan harmoni, belok kanan kemudian belok ke kanan lagi arah Veteran 3.  Karena komplek Setneg di sebelah kanan, saya mencoba berhenti di depan gerbang masuk. Saya berniat tanya petugas di pos jaga. Sejurus kemudian portal otomatis terbuka, seorang petugas mendekati.



"Pagi Pak, apakah disini ada gedung Krida Bakti?
"Apa?", petugas bertanya. Tak ada salam, raut wajahnya datar.
"Gedung Krida Bakti?"
"Salah. Sana, sana", tangannya menunjukkan arah seberang jalan.

Ia mulai berlalu kembali ke pos. Saya masih bingung arah yang ditunjukkan petugas itu. Saya masih diam tak bergerak. Dari arah dalam, seorang lelaki berpakaian serba hitam mendekati.

"Ada apa?," tanyanya kepada petugas yang tadi. Sambil wajahnya memperhatikan saya dan mobil yang saya kendarai.
"Tanya krida Bakti," jawab petugas.
"Ohh, orang gak tahu aturan," jawabnya ketus.
"Maaf, maaf pak. Saya hanya tanya gedung Krida Bakti Setneg"

Mereka berlalu begitu saja memasuki gerbang. Saya bingung, apa salah saya sehingga mendapat respon tak ramah. Malah dikatai "orang gak tahu aturan". Di tengah kebingunan, saya perlahan memundurkan kendaraan kemudian melaju pelan menyeberang ke sebelah kiri.

Tak jauh saya menepi lagi bertanya seseorang di pinggir jalan. Ternyata dia juga sedang mencari gedung griya bakti. Setelah bertanya kepada orang yang sedang duduk, kami mendapatkan kejelasan. Saya kebablasan. Perlahan saya memundurkan kendaraan dan masuk gedung Krida Bakti.
Dua orang petugas keamanan mengucapkan salam dan menanyakan keperluan. Saya jelaskan dengan menunjukkan undangan. Dua petugas mengarahkan ke tempat parkir gedung Krida Bakti. Ternyata letak gedung itu di seberang komplek kantor setneg, bersebelahan dengan komplek kantor Ditjen PAS, Kumham.

Ternyata yang salah tempat tidak hanya saya. Dari cerita undangan lain yang sebenarnya sudah beberapa kali ke Setneg, juga salah masuk.
Saya mencoba cari sebab mengapa saya salah alamat (dan juga orang lain). Bisa jadi itu karena undangan tertulis kantor Setneg jalan veteran no. 12, faktanya pintu masuk gedung krida Bakti di jalan veteran 3.

Tapi ya sudahlah, ujung pangkal penyebab karena saya belum pernah datang ke komplek kantor Setneg. Tapi yang saya masih bingung hingga sekarang, apa salah saya ya? Wong bertanya baik-baik kok dikatai "orang gak tahu aturan".
Aduh!

Jumat, 04 Maret 2016

, , , ,

Himbauan Menkes: Jangan Tatap Langsung Gerhana Matahari Total

Menteri Kesehatan Nila Moeloek menghimbau masyarakat tidak menatap langsung matahari saat terjadi Gerhana Matahari Total (GMT). Pada GMT, sinar matahari akan terhalang sehingga suasana seperti mendung hingga gelap. Namun meski matahari tertutup bulan, sinar ultra violet (UV) yang terdapat dalam sinar matahari tetap ada.

“Cukup lihat pantulannya saja, atau gunakan kacamata yang benar-benar anti ultraviolet. Hati-hati, karena kacamata berwarna hitam, belum tentu memiliki anti ultraviolet”, himbau Menkes pada acara Rapat Kerja BPOM di Lombok (29/2).

Professor mata itu menjelaskan pupil mata akan membesar saat menatap ke arah GMT sehingga sinar ultraviolet akan masuk ke dinding retina (macula). Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan pada retina mata bahkan mengalami kebutaan.
Bila tidak ingin kehilangan momen ini, masyarakat dapat menyiapkan alat filter atau kacamata khusus. Sehingga momen puncak yang berlangsung sekitar 3 menit ini dapat disaksikan dengan aman dan nyaman.

Gerhana Matahari Total (GMT) diperkirakan terjadi pada pagi hari tanggal 9 Maret 2016. Fenomena langka ini terakhir terjadi di Indonesia pada tahun 1988. Kejadian ini membuat masyarakat dunia terutama di Indonesia memiliki antusias yang besar untuk melihat langsung kejadian  tersebut.
Masyarakat Indonesia dapat menyaksikan proses terjadinya gerhana matahari total, khususnya di Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.

Kamis, 03 Maret 2016

, , ,

Memahami Secara Jernih Kebijakan Pemerintah Soal Jaket Anti Kanker Warsito

Sebagian orang masih mempertanyakan kebijakan Pemerintah terhadap penggunaan Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) untuk terapi kanker. Bahkan pemberitaan media menyajikan berita yang berpotensi menggiring opini seolah Kementerian Kesehatan menjegal inovasi anak bangsa. Sebuah kebijakan Pemerintah tidak selalu bisa menyenangkan semua pihak. Tetapi pastinya kebijakan Pemerintah dikeluarkan setelah mempertimbangkan banyak aspek, mendengarkan banyak pihak dan didasarkan kepada kepentingan umum masyarakat.



Menyelesaikan persoalan ECCT atau lebih populer disebut “jaket anti kanker warsito” ini memang bukan perkara sederhana. Ada pilihan-pilihan sulit yang harus ditentukan dan diantaranya harus diputuskan. Bagaimana sesungguhnya keputusan Pemerintah terhadap ECCT untuk terapi kanker ini seperti tersiarkan melalui konferensi pers tanggal 3 Februari 2016 di Kantor Kementerian Kesehatan, Kuningan Jakarta. Secara garis besar disampaikan bahwa (1) Hasil evaluasi Tim review yang terdiri dari Kemenkes, Kemenristekdikti, LIPI dan KPKN menunjukan bahwa ECCT belum dapat disimpulkan keamanan dan manfaatnya; (2) Penelitian ECCT akan dilanjutkan sesuai standar pengembangan alat kesehatan dengan difasilitasi dan disupervisi oleh Kemenkes dan Kemenristekdikti melalui sebuah Konsorsium; (3) Pasien lama yang selama ini menggunakan ECCT akan diarahkan mendapatkan pelayanan standar di 8 rumah sakit pemerintah yang ditunjuk dan serta RS lain yang bersedia.


Yang perlu digarisbawahi adalah hasil review dikeluarkan bukan hanya atas nama Kementerian Kesehatan, tetapi Tim Review yang terdiri dari unsur Kementerian Kesehatan, Kemenristekdikti, LIPI dan Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN). Dan dalam kerjanya, Tim Review telah meninjau dokumen hasil penelitian ECCT yang dilakukan oleh PT Edwar Technology bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi. Selain itu, tim Review juga telah mendengarkan pihak-pihak berkompetensi teknis yang pro maupun kontra ECCT sebagai terapi kanker.

Pertanyaannya, bagaimana Pemerintah mengambil kebijakan untuk mendukung dan melanjutkan penelitian ECCT sesuai kaidah penelitian yang baik? Seperti disampaikan diawal tulisan, menjawab pertanyaan ini tidak sesederhana yang dikira. Tetapi dari kaca mata penulis, sekurangnya ada tiga perspektif yaitu iptek, medis dan sosial. Dari kaca mata iptek, ECCT temuan doktor warsito merupakan inovasi dan penemuan baru yang harus didorong untuk memberikan solusi atas permasalahan kesehatan sekaligus peningkatan daya saing bangsa Indonesia. Di berbagai kesempatan Menteri Kesehatan Nila Moeloek dan Menristekdikti Muhammad Nasir menegaskan dukungannya atas inovasi anak bangsa ini. Bahkan di hadapan beberapa orang pengguna ECCT, Menkes juga menyampaikan dukungan atas penelitian ECCT untuk terapi kanker dan inovasi lain di bidang kesehatan. Pendek kata, dalam perspektif iptek tidak perlu diperdebatkan kembali bahwa ECCT sebagai sebuah inovasi harus terus didukung dan dikembangkan.

Pertanyaan selanjutnya, apakah saat ini ECCT dapat dijadikan sebagai alat kesehatan untuk terapi kanker? Dalam perspektif medis, sebuah alat kesehatan atau obat dapat digunakan atau diberikan kepada pasien jika sudah terbukti manfaat dan keamananya. Bagi masyarakat umum, cara paling mudah membuktikan manfaat dan keamanannya pada ada tidaknya izin edar dari Pemerintah. Untuk mendapatkan izin edar, sebuah alat harus memenuhi syarat cara pembuatan yang baik (good manufacturing practice) dan bukti klinis sesuai indikasinya. Dalam pembuktian klinis tiada cara lain kecuali melalui penelitian standar mencakup uji pra klinik dan uji klinik. Hingga saat ini, ECCT belum melewati tahap standar uji pra klinik dan uji klinik sehingga belum dapat disimpulkan manfaat dan keamanannya sebagai alat kesehatan terapi kanker. Tidak hanya di Indonesia, di negara lain misalnya Amerika Serikat, alat kesehatan serupa ECCT pun juga melewati tahapan uji pra klinik dan uji klinik.

Dari perspektif sosial, ECCT telah terlanjur digunakan pada manusia yang dimaksudkan untuk menyembuhkan pasien dari penyakit kanker. Tidak sedikit penderita kanker yang mengaku membaik bahkan sembuh setelah menggunakan ECCT yang dibuat seperti jaket, helm atau selimut. Yang menarik, selain menggunakan ECCT mereka juga bersamaan melakukan upaya lain seperti pengobatan medis, herbal dan lain-lain. Artinya juga belum dapat dipastikan bahwa kondisi membaik penyakit kankernya disebabkan penggunaan ECCT atau kombinasi dari berbagai macam upaya pengobatan itu. Sementara itu, banyak pula ditemukan pasien yang kondisinya mengalami perburukan setelah menggunakan ECCT. Perlu diketahui meski berbalut riset, setiap penderita kanker yang menggunakan ECCT harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 15 juta.

Dengan sekurangnya pertimbangan tersebut diatas, Pemerintah mengambil kebijakan mendukung dan memfasilitasi penelitian ECCT agar dapat terbukti aman dan manfaat digunakan dalam terapi kanker. Sementara itu, pasien lama yang selama ini menggunakan ECCT diarahkan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar di Rumah Sakit. Inilah pilihan keputusan terbaik yang dilakukan Pemerintah dalam menjalankan kewajibannya melindungi masyarakat dan sekaligus memfasilitasi berbagai inovasi anak bangsa, termasuk ECCT “jaket anti kanker” temuan Doktor Warsito.

Rabu, 02 Maret 2016

,

Indonesia Tidak Takut MEA

Sejak ayam berkokok pagi buta pada tanggal 1 Januari 2016, pada saat itu pula berlaku pasar bersama kawasan ASEAN dinamakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Tahu kan?

Untuk informasi saja, ada 8 profesi yang terkena kebijakan pasar bebas yang kebetulan tertuang dalam ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA). Itu artinya sekurangnya 8 profesi ini harus bisa bersaing dengan tenaga asing dari ASEAN. Jadi kalau kamu, termasuk 8 profesi ini, jika tidak mampu atau kalah bersaing, maka bersiaplah untuk tidak bekerja, karena tenaga asing bisa merebut porsi kerja yang lowong. Nah inilah 8 profesi itu;


  1. Insinyur; mulai dari insinyur mesin, geodesi, teknik fisika, teknik sipil, dan teknik kimia, dll.
  2. Arsitek; meliputi interior, lingkup bangunan, lingkup kompleks bangunan, sampai dengan lingkup kota dan regional.
  3. Tenaga Pariwisata; cakupan bidangnya luas, misalnya bidang maskapai penerbangan (agen tiket, pilot, pramugari, katering, dan lain-lain). Bisa juga bidang perhotelan (manager hotel, room service, controller, akuntan, dll) dan lain-lain.
  4. Akuntan; diantaranya akuntan publik, akuntan intern, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidikan.
  5. Dokter Gigi; dokter gigi bertugas untuk melakukan pencegahan kerusakan dan penyakit pada gigi dan mulut. 
  6. Tenaga Survei; tenaga survei yang ahli dalam bidang pengukuran bumi, dalam hal ini pengukuran tanah ataupun darat.
  7. Praktisi Medis; jangan heran bila nanti kamu bertemu dokter dan dokter gigi asing di Rumah Sakit Indonesia.
  8. Perawat; selain dokter dan dokter gigi, perawat juga memiliki kesempatan kerja di seluruh negara ASEAN. 
Jadi buat kamu yang termasuk 8 profesi ini, harus bersiap-siap menambah kompetensi diri, dan juga harus mulai berpikir untuk go-international, setidaknya di negara-negara Asean.Bagaimana menurutmu, siap atau khawatir? Sebagai gambaran, kalau di Eropa konon negara yang lebih maju seperti Belanda, Jerman, Perancis mengalami kekhawatiran berlaku European Union. Mereka takut kebanjiran tenaga kerja terampil dari Italia, Portugal dan Eropa Timur.

Bagaimana dengan Indonesia ya? Takut atau peluang? Seorang kawan berpendapat bahwa Indonesia tidak pernah khawatir apalagi takut menghadapi MEA. Wow, hebat sekali kan! Iya, Indonesia tidak pernah khawatir apalagi takut, karena tidak tahu apa yang akan terjadi, begitu katanya.

Mari tersenyum hadapi MEA, saudara!

Selasa, 01 Maret 2016

,

Pamit kok Gitu?

"Selamat pagi, saya mhn ijin undur diri dr grup ini.  Mhn maaf jika ada hal2 yg kurang berkenan. Tks atas kebersamaan selama ini. Salam ceria."

Sebuah pesan muncul di grup WhatsApp yang saya ikuti. Sedetik kemudian muncul tulisan "left", si penulis pesan keluar grup. Ia tak menunggu respon pesan dari puluhan anggota grup lain. Pamitannya belum mendapatkan " selamat jalan". Permintaan maaf pun belum diberikan maaf oleh penghuni grup lain. Ia telah kabur, sebelum pamitannya tuntas.

---

Sering kita lupa, media sosial itu maya dunia-nya tetapi nyata dunia-nya. Sungguh bijak pepatah; datang nampak muka, pergi nampak punggung.

Sewajarnya, jika kita pamit akan ada orang yang kehilangan. Jika kita ucapkan terima kasih, ada orang yang terima ucap kasih. Jika kita meminta maaf, ada juga yang memaafkan. Luangkan waktu sejenak membaca itu semua di grup yang dipamiti.

Atau jika memang kita hanya formalitas pamit, terima kasih dan minta maaf, bisa jadi diantara banyak anggota grup masih ada yang sebenarnya kehilangan, tulus terima kasih dan meminta maaf selama berinteraksi dengan kita di grup.

Alangkah indahnya jika bersaudara dan bersahabat, meskipun dalam sebuah grup WhatsApp.

,

Tak Pernah Mati

Saat banyak media cetak gulung tikar, The New Day justru baru lahir. Inilah surat kabar harian pertama di Inggris dalam 30 tahun terakhir. Selama kurun waktu 3 dekade ini, tidak ada surat kabar harian baru yang muncul di Inggris. Harian yang saat ini ada telah berdiri sejak 30 tahun lalu, itu pun sudah banyak yang gulung tikar atau beralih ke daring (online).

Redaksi menyebut The New Day bukan koran biasa. Foto, grafis dan warna menarik perhatian. Gaya tulisan pendek, berita feature-nya tidak panjang dan foto-fotonya cukup besar. Layout dibuat seperti poster yang menghabiskan halaman depan hingga belakang. Pembaca dimudahkan dengan grafis yang mudah dicerna.

The New Day seakan ingin membuktikan bahwa koran tak pernah mati. Bagaimana dengan koran Indonesia?