Rabu, 27 April 2016

, ,

Meluruskan Persepsi Salah Atas Cuti Hamil dan Dokter Internship

Siapa yang tak berempati ketika melihat wanita hamil tua yang susah payah mengangkat badan atau berjalan? Melihat wanita hamil dengan segala susah payahnya akan mengingatkan kita pada Ibu yang melahirkan kita atau isteri yang melahirkan anak-anak buah hati kita. Teramat sangat manusiawi jika kita menaruh empati kepada wanita-wanita hamil.

Sebuah tulisan berisi empati terhadap dokter internsip yang sedang hamil tua (konon) ditulis oleh seorang dokter beredar luas. Rasa empati terhadap dokter internsip yang hamil 8 bulan itu bagus sekali. Karena (sekali lagi), setiap kita memang seharusnya berempati. Tetapi rasa empati jangan sampai menghalangi kita bersikap obyektif terhadap program internsip. Rasa empati juga tidak boleh membuat kita mencampuradukan sesuatu hal sehingga mengambil kesimpulan yang tidak tepat.

Dalam hal ini, tulisan tersebut menyimpulkan secara sederhana bahwa karena tidak ada cuti hamil bagi dokter internsip maka program internsip tidak manusiawi. Kesimpulan sederhana itu tidak tepat dan harus diluruskan agar tidak salah persepsi berkepanjangan.

Bagaimana semestinya memahami persoalan hubungan dokter internsip dan cuti hamil ini?

Internsip adalah proses pemantapan mutu profesi dokter untuk menerapkan kompetensi yang diperoleh selama pendidikan agar mencapai pemahiran dan penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktik di lapangan. Jadi internsip harus dipandang sebagai proses "pendidikan dokter" setelah menyandang status dokter di wahana-wahana Fasyankes terpilih selama satu tahun. Pelaksanaannya Internsip selama 8 bulan di RS Kota/Kabupaten dan 4 bulan di Puskesmas Kecamatan/Kota. Jadi internsip bukan penempatan Tenaga Kesehatan.

Internsip itu proses pematangan dan kemandirian untuk memahirkan dokter yang baru lulus pendidikan kedokteran. Internsip merupakan sarana yang sangat mendukung kemampuan praktik dokter yang baru lulus. Internsip ini sebagai pelaksanaan dari UU Praktik Kedokteran dan UU Pendidikan Dokter. Saat ini, internsip masuk tahun ke 6 dan sdh diikutin oleh 26.674 dokter. Mereka berasal dari sebanyak 56 Fakultas Kedokteran dari yg ada saat ini yaitu 86 fakultas di seluruh Indonesia. Pelaksanaan Internsip di Indonesia dilakukan oleh KIDI Pusat dan KIDI Wilayah Propinsi.

Jika internsip difahami sebagai "proses pendidikan dokter", maka hak-hak yang dapat diperoleh pun harus dimaknai bukan sebagai "hak bekerja". Dengan demikian jika pada masa pemahiran dan pemantapan kompetensi ternyata dokter internship hamil boleh saja mengambil "cuti hamil". Tetapi karena masih "proses pendidikan dokter", maka sang dokter tersebut harus menggantikan proses internsipnya setelah selesai waktu cuti melahirkannya sampai dengan genap tuntas internsip satu tahun.

Ini adalah sesuatu pilihan yang wajar. Untuk mencapai tingkat kemahiran untuk berpraktik secara mandiri, Internsip telah ditentukan kompetensi yang harus diselesaikan dalam waktu 1 tahun. Jika mengambil keputusan menuntaskan kompetensi pada masanya, dokter internsip dapat menunda masa kehamilannya atau tidak melakukan cuti hamil. Namun sebaliknya jika memilih cuti hamil, dokter internsip dapat mengganti masa dan proses internsipnya setelah waktu cuti hamilnya selesai.

Ketua KIDI Pusat dr Nur Abadi menjelaskan lebih rinci bahwa program internsip sudah didesain sedemikian rupa sehingga ada target yang dicapai selama 1 tahun. Secara efektif 71% jam kerja hanya 40 jam seminggu dipotong hari libur nasional dll. Kalau ada hak cuti maka target pemandirian dan pemahiran tidak akan tercapai. Sebagai gambaran, Internsip di Indonesia hanya 1 tahun, sementara rata-rata di Asia selama 2 tahun efektif tanpa cuti dan Inggris selama 3 tahun.

Dokter Nur Abadi menambahkan, sebagai pengganti hak cuti, peserta internsip boleh ijin sesuai dengan kebutuhan dan 1 thn hanya boleh ijin 4 hari dalam satu tahun. Peserta internsip tidak perlu mengganti izin ini. Bagi perempuan hamil diberikan ijin sampai dengan 3 bulan, namun harus mengganti 3 bulan atau kurang tergantung kebijakan pendamping setelah masa cuti hamil. Dengan demikian, bila ada cuti misalnya selama 1 atau 2 bulan maka target pemahiran dan pemandirian dokter internsip tidak akan tercapai. Begitu pun jika memperhatikan aturan-aturan yang ada, cuti diperuntukkan untuk PNS,TNI POLRI, tenaga Honorer, Pegawai kontrak, buruh atau pekerja dan lain-lain. Sedangkan peserta internsip statusnya adalah magang. Dan tidak benar bila ijin melahirkan akan menggugurkan kepesertaan internsipnya.

Logika ini tidak berbeda ketika kita ikut pendidikan dan mengambil cuti, maka kita harus menuntaskan proses pendidikannya setelah masa cuti selesai. Lain halnya jika status dokter yang bekerja pada fasyankes tentu mendapatkan "hak-hak pekerja" termasuk hak cuti hamil. Namun sekali lagi, titik point internsip adalah proses pemantapan dan kemandirian profesi dokter di wahana fasyankes, bukan mekanisme penempatan Tenaga Kesehatan pada fasyankes.

Pengaturan dan ketentuan mengenai dokter internsip dihasilkan oleh dokter-dokter sejawat sendiri yang tergabung dalam Komite Internsip Dokter Indonesia (KIDI). KIDI terdiri dari unsur Kemenkes, KKI, Kolegium Dokter, Institusi Pendidikan Kedokteran, IDI, dan Asosiasi Rumah Sakit tentu sudah mempertimbangkan berbagai aspek termasuk sisi kemanusiaan. Namun tentu KIDI sangat apresiatif terhadap segala masukan dan kontribusi positif bagi perbaikan program internsip.

Sebagai tambahan informasi, setiap tahun peserta internsip sekitar 8500 dokter. Sebagai peserta pemahiran dan pemantapan, dokter internsip mendapatkan bantuan biaya hidup (BBH) sebesar Rp 3.200.000 untuk wilayah barat dan Rp 3.750.000 untuk wilayah timur. Sebagian besar internsip selain menerima BBH mereka juga dapat insentif dan Jasa dari Fasyankes. Misalnya sudah ada 12 propinsi baik di RSUD maupun RS Swasta yang memberikan insentif insentif cukup

Dokter internsip bukan tenaga kesehatan seperti PTT . Internship ditempatkan pada wahana yg cukup kasusnya agar mereka cukup belajar di RS Kab/kota dan ada dokter pembimbing yg membantu mereka. Saat ini ada 574 RSUD, 52 RS Swasta BUMN maupun RS Ormas keagamaan dan TNI POLRI. KIDI akan meniliai kelayakan setiap RS yang akan ditempati, apakah ada dokter pendamping, dokter spesialis, komite medik dan sarana/prasarana pendukung. RS-RS ini rata-rata berlokasi di Kota/ Kabupaten dan tidak ada yg daerah pelosok, apalagi daerah terpencil.

Semoga penjelasan ini dapat mendudukkan persoalan internsip pada tempat dan konteksnya. Salah besar jika ada pandangan bahwa dokter internsip tidak manusiawi disebabkan harus mengganti proses internsip bagi yang ambil cuti hamil. Justru internsip ini selain sebagai sarana bagi dokter memperoleh tingkat kemahiran untuk berpraktik secara mandiri, tetapi juga memenuhi aspek kemanusiaan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Dan wujud nyata profesi dokter mendukung kehadiran negara dalam menyediakan akses pelayanan kesehatan.



Senin, 11 April 2016

, , ,

Inilah 10 Blogger Terpilih Ikut Jalan-Jalan Ke Batam

Sebanyak 48 Blogger berminat ikut "3 hari jalan-jalan ke Batam" dengan menuliskan postingan "Jika Aku Tim Nusantara Sehat". Dalam seleksi pertama, terpilih 20 Blogger dengan kriteria selesi yaitu ide cerita, cara penyampaian cerita dan penulisan. Tidak mudah memilih 20 postingan tersebut. Tulisan yang dikirimkan mayoritas bagus. Yang dipilih bukan hanya sekedar panjang postingan, tetapi adanya ide/gagasan dan cara mengungkapkannya menjadi tulisan.

Tahap kedua pemilihan selain didasarkan pada kriteria diatas, panitia juga mengamati blog dan akun media sosial 20 blogger. Dari hasil seleksi dan pengamatan akhirnya terpilih 10 Blogger yang akan diajak jalan-jalan ke Batam. Jalan-jalan ini rangkaian Media tour sebagai aktivitas rutin media relations Kementerian Kesehatan bersama wartawan dari media massa terpilih.

Tahun 2016 ini, media tour mengajak wartawan dan blogger terpilih  mengunjungi Batam pada tanggal 21 sd 23 April 2016. Tujuannya melihat lebih dekat program kesehatan atau Kementerian Kesehatan, diantaranya mengunjungi tim Nusantara Sehat di Pulau Belakangpadang.

Inilah 10 Blogger terpilih ikut media tour ke Batam (sesuai abjad):

  1. Agung Han (sapa-ku.blogspot.co.id)
  2. Astari Ratnadya (ivegotago.com)
  3. Bowo Susilo (bowosusilo.com)
  4. Elisa Koraag (elisakoraag.com)
  5. Nunik Utami (nunikutami.com)
  6. Rahab Ganendra (ganendra.net)
  7. Ratna Dewi (ratnadewi.me)
  8. Ririn Sjafriani (fromblazertodaster.blogspot.co.id)
  9. Setia Adi Firmansyah (virmansyah.info)
  10. Shintaries Nijerinda (Shintaries.com)
                  Nama blogger diatas tidak dapat dialihkan atau diwakilkan oleh yang bersangkutan. Perjalanan media tour ke-10 blogger tersebut juga tidak dapat digantikan kompensasi dalam bentuk uang atau lainnya. Konfirmasi keikutsertaan jalan-jalan ke Batam paling lambat tanggal 12 April 2016 jam 10.00 WIB. Jika pada batas waktu ditentukan tanpa keterangan, maka panitia akan menggantikan dengan blogger lainnya.

                  Terima kasih yang tak terhingga kepada 48 blogger dan #SahabatJKN yang telah berpartisipasi dalam kegiatan ini. Mohon maaf belum dapat mengajak sahabat semua dalam kegiatan ini. Semoga pada kegiatan lainnya kita bisa berkolaborasi kembali.

                  Kamis, 31 Maret 2016

                  , , ,

                  3 Hari Jalan-jalan ke Batam, Mau?

                  Diajak 5 BLOGGER jalan-jalan ke batam selama 3 hari, tanggal 21 sd 23 April 2016. Blogger diajak menengok Tim Nusantara Sehat yang bertugas di Pulau Belakangpadang, sebagai satu kegiatan dari rangkaian “press tour” dengan beberapa jurnalis ke Batam.

                  Tim Nusantara Sehat (Mediakom)

                  Tak usah khawatir, kami tidak hanya mengajak kok. Pasti tanggung transportasi, akomodasi dan uang jajannya. Bonusnya nambah kawan, daerah jelajah, kuliner lokal, dan pastinya foto-foto. Plus, siapa tahu ketemu jodoh bagi yang jomblo :)

                  Jujur, saya terkejut senang melihat respon yang banyak dari sahabat blogger atas rencana ini. Terima kasih banget. Terima kasih juga dengan kolaborasi yang selama ini telah terjalin akrab dalam #SahabatJKN. Kami bingung siapa yang mesti diajak dari sekian banyak blogger yang mau.

                  Benar deh, kami ingin ajak semuanya, tapi apa daya anggaran tak sampai. Tidak mudah secara subyektif menentukan 5 BLOGGER itu. Karena di mata dan hati saya, semua blogger itu sama dekat sama akrab, teristimewa #SAHABATJKN.

                  Jadi gimana dong cara mengajak 5 blogger jalan-jalan ke Batam? Agar adil, Akan dipilih 5 Blogger yang mau dan mampu menuliskan postingan “JIKA AKU TIM NUSANTARA SEHAT”. Ingat ya, hanya 5 postingan terpilih. Ah, ini pasti mudah bagi blogger keren seperti kalian.

                  Link postingan agar dituliskan dalam kolom komentar ini dan dimention ke akun twitter @anjarisme @KemenkesRI @Nusantara_Sehat paling lambat tanggal 10 April 2016 jam 24.00 wib. Kok buru-buru sih? Iya, karena panitia harus menyiapkan tiket pesawat, hotel dan akomodasi untuk 5 BLOGGER Terpilih ini.

                  Ayo berani nggak? Bisa jadi diantara 5 BLOGGER itu, KAMU!

                  ----------------------------------------------------------------------------
                  UPDATED (31 Maret 2016 jam 13.00 wib)
                  - jumlah blogger jadi 10 BLOGGER

                  - postingan dikirimkan paling lambat tanggal 7 April 2016
                  ----------------------------------------------------------------------------
                  UPDATED (31 Maret jam 19.51)
                  Yang dimaksud transportasi adalah Jakarta - Batam (PP) dan selama mengikuti kegiatan sesuai jadwal yang disusun panitia.
                  ----------------------------------------------------------------------------



                  Selasa, 15 Maret 2016

                  , ,

                  Ketika Rumah Sakit Memanusiakan Manusia

                  Begitu sering kita mendengar rumah sakit menolak pasien. Dokter tidak punya nurani. Jangankan ramah, menatap langsung mata pasien saat bercakap pun terasa mahal. Rumah sakit hanya menerima pasien kaya, sementara pasien miskin seakan dilarang sakit. Dan banyak lagi "kisah kejam" tentang rumah sakit.

                  Pak Ernawan (paling kanan) bersama kedua mempelai dan staf RS Sardjito
                  Membaca berita daring Kompas.com (12/3), “Disaksikan Dokter dan Perawat, Pasangan Ini Menikah di Rumah Sakit”, saya terharu. Dada saya berdesir, seakan menemukan sesuatu yang selama ini dimimpikan. Rumah sakit “ngunduh mantu” memfasilitasi pernikahan pasangan pengantin di ruang perawatan secara gratis.

                  Bukan karena saya kenal baik orang-orang yang membantu menyiapkan pernikahan di ruang perawatan pasien. Bukan pula karena RS Sardjito adalah rumah sakit milik Kementerian Kesehatan instansi pemerintah dimana saya bekerja. Tetapi apa yang dilakukan jajaran pimpinan dan staf RS Sardjito, terutama Humas, seakan mengerti benar kebutuhan dan keinginan pasien. RS Sardjito mampu menampilkan pelayanan dengan hati, sebuah pelayanan yang memanusiakan manusia. Apa yang dilakukan RS Sardjito memberikan teladan tindakan nyata kemanusiaan, satu sisi lain dari pelayanan kesehatan rumah sakit.

                  Jika anda berkenan menyimak, saya akan cerita singkat kejadian bagaimana pasangan pengantin bisa menikah di rumah sakit. Dan di bagian akhir, saya akan tuliskan juga obrolan saya dengan Pak Ernawan, punggawa Humas RS Sardjito. Inilah cerita nyata sebuah rumah sakit di Jogja ini mengamalkan filosofi luhur Jawa, nguwongke uwong (memanusiakan manusia).

                  ***

                  Berita Kompas menggambarkan bagaimana suasana ruang Cendana, RSUP dr Sardjito, Yogyakarta, berubah menjadi haru. Air mata para dokter dan perawat tak terbendung tatkala menyaksikan Windu Cahyo Saputro (25), yang terbaring di tempat tidur rumah sakit, dan Yuniar Dias Sutisna (25) secara bergantian menyatakan janji sehidup semati.

                  Kisah bahagia perkawinan Windu dan Dias dimulai sebulan lalu. Saat Windu melamar kekasihnya, Dias, setelah menjalin asmara selama sembilan tahun.Segala persiapan selesai diakukan. Mulai panitia, perias hingga memesan gedung resepsi. Doa kedua insan itu hari bahagia yang dinantikan sembilan tahun itu dapat dilewati dengan lancar.

                  Namun Tuhan berkehendak lain. Windu mengalami kecelakaan saat mencari suvenir pernikahan di Yogyakarta. Musibah menyebabkan luka parah hingga dokter dengan persetujuan pasien harus mengambil keputusan untuk mengamputasi kaki kanan Windu. Menghadapi kenyataan ini, keluarga Windu menanyakan Dias dan keluarga, apakah masih mau menerima putranya dengan kondisi seperti itu.

                  "Saya sudah menetapkan hati. Apa pun keadaannya, saya sudah memilih Windu menjadi suami," kata Dias mantap.

                  Luar biasa!

                  ***

                  Senin pagi (14/3), selesai membaca berita Kompas itu, saya menghubungi Pak Ernawan melalui whatsapp.

                  “Pak Nawan, saya terinspirasi dengan kisah "ngunduh mantu" RS Sardjito. Jika sempat boleh diceritakan ya,”pinta saya

                  “Siap Pak Anjari, sekedhap dalem susun kata-kata njih,” balas Pak Nawan, tak berapa lama kemudian.

                  Tak berselang lama, Pak Ernawan mulai bercerita. Pada hari selasa (7/3), seorang perawat ruang perawatan Cendana I menanyakan apakah dibolehkan pasien menikah di bangsal perawatan. Agar lebih jelas, Pak ernawan dan staf humas mengunjungi pasien. Dari pertemuan dengan Windu, pasien yang telah menjalani amputasi kaki kanan, Pak Ernawan mengetahui dengan jelas kronologi pasien dan niatan menikah di bangsal Cendana.

                  Humas RS Sardjito juga mengetahui segala persiapan yang telah selesai dilakukan. Dari undangan, gedung, catering, musik dan lain-lain semua dibatalkan. Dan yang mengetuk hati segenap petugas rumah sakit adalah jawaban calon mempelai wanita, Dias, saat ditanyakan kesiapan menikah.

                  “Saya mendengar saat mba Dias tanpa ragu mengatakan,apapun kondisi Windu, saya akan tetap menikahi dan menjaganya sampai ajal menjemput salah satu diantara kami", kata Pak Nawan.

                  Pihak keluarga meminta diperbolehkan ruang perawatan digunakan melakukan akad nikah secara sederhana. Kondisi ruang perawatan itu sebenarnya kecil, tanpa AC dan tidak cukup layak untuk prosesi ijab kabul yang sangat sakral bagi setiap orang. Melihat cerita kejadian dan tekad menikah kedua calon mempelai, jajaran RS Sardjito tergerak membuat sesuatu yang luar biasa untuk kedua insan Windu dan Dias. RS Sardjito bertekad membuat acara yang tak terlupakan selamanya bagi kedua mempelai.

                  “Tanpa sepengetahuan keluarga kami mulai bergerak mencari ruangan yg layak dan ber-AC. Juga meenanyakan kepada Panitia PPI apakah akan ada dampak infeksi. Tim Humas bergerak cepat menyiapkan ubo rampe, pembawa acara, soundsystem ala kadarnya, lagu-lagu wedding, dll,” kisah Pak Nawan.

                  Membaca rentetan cerita yang ditulis melalui Whatsapp, saya tak berkedip. Saya pun terpaku, tak menyela atau banyak bertanya. Pak Ernawan melanjutkan, ketika semua persiapan pernikahan telah selesai disiapkan, Humas baru meminta izin Direksi RS Sardjito. Di luar dugaan, ternyata pimpinan RS mengapresiasi dan berkomitmen hadir menyaksikan. Pada jumat malam (11/3), tim Humas melakukan dekorasi ruang Cendana dan digunakan prosesi ijab kabul pada keesokan harinya.

                  “Pak Nawan, apakah pihak keluarga pasien dikenakan iur biaya untuk penyiapan akad nikah ini?”

                  “Alhamdulillah, semua gratis Pak. Kebetulan Mba Sri, Staf Humas, punya penyewaan perlengkapan pernikahan. Adik saya jual bunga di Jl. Ahmad Jazuli. Video dan foto staf humas dengan meminjam perlengkapan kantor,” jawab Pak Nawan. Mengaggumkan, batin saya.

                  “Pak Nawan, apa sih yang membuat RS Sardjito mau melakukan ini semua? Apakah ada staf yang bersaudara atau kenal dengan calon mempelai”, tanya saya masih penasaran.

                  “Kekuatan cinta, Pak Anjari. Ini bukan membabi buta karena saya juga menanyakan secara langsung bahkan kami sampaikan resikonya. Tetapi jawaban Mba Dias begitu mantap dan yakin. D era modern seperti ini akan sangat langka, ada wanita yang begitu yakin dengan keputusannya” tegasnya.

                  Dan ternyata Humas pun baru mengenal pasien Windu pada saat mengonfirmasi rencana menikah di bangsal perawatan. Bahkan bertemu calon mempelai wanita pada sehari sebelum hari ijab kabul.

                  “Oh ya, ada satu hal yang lebih luar biasa. Prof Yati (Dewan Pengawas RS Sardjito) menjanjikan pekerjaan di Sardjito karena Mas Windu lulusan D3 Rekam Medis UGM dengan nilai yang memuaskan” kata Pak Nawan menambahkan.

                  “Wow, luar biasa sekali. Benar-benar mengharukan pak,”

                  RS Sardjito sungguh luar biasa. Hanya itu yang saya katakan pada akhir obrolan saya dengan Pak Ernawan, tokoh utama cerita penuh hikmah ini dapat saya kisahkan kepada Anda.

                  Senin, 14 Maret 2016

                  , , , ,

                  Terapi Standar Kanker

                  Masih soal "Jaket Anti Kanker" Doktor Warsito, ini tulisan menarik terapi standar kanker oleh Inez Nimpuno. Sebagai survivor kanker sekaligus dokter, tulisan ini menjabarkan bagaimana tahapan alat terapi kanker mesti diterapkan pada manusia. Silakan menyimak!

                  ---
                   
                  Terapi Standar Kanker

                  Bersetuju dengan Kementerian Kesehatan, pengobatan kanker dengan pendekatan alternatif menggunakan jaket hasil temuan ahli fisika Dr Warsito tidak lagi dilanjutkan. Penghentian itu memunculkan pro-kontra.

                  Penggunaan jaket berbasis teknologi nonmedis itu diyakini banyak orang dapat menyembuhkan kanker dengan menggunakan metode Electrical Capacitance Colume Tomography (ECVT) dan Electro Capacitive Cancer Therapy(ECCT). Muncul perdebatan di media, membahas sikap pemerintah yang dianggap tidak pro pada pendekatan alternatif. Di sisi lain, ada pula yang menganggap langkah pemerintah benar karena ECCT dinilai belum memenuhi kaidah ilmiah. 


                  Pemerintah sebenarnya telah membentuk tim yang terdiri atas empat lembaga untuk me-review hasil penelitian Dr Warsito. Hasil reviewmenunjukkan, ECCT belum bisa disimpulkan keamanan dan manfaatnya sehingga belum bisa dikategorikan sebagai alat "terapi standar medis". Maka klinik C-Care tidak boleh lagi menerima pasien baru.

                  Namun, di sisi lain, pemerintah juga mengumumkan dukungannya terhadap kelanjutan penelitian alat ECCT dengan menunjuk Kementerian Kesehatan serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Dikti untuk memfasilitasi uji praklinik dan uji klinik sesuai dengan kaidah ilmiah.

                  Pemerintah menunjuk delapan rumah sakit pemerintah guna memberikan pelayanan standar medis kepada pasien klinik C-Care yang sedang menggunakan alat ECCT. Pasien klinik C-Care yang datang ke rumah sakit tetapi menolak terapi standar medis akan diminta membuat pernyataan tertulis (informed consent) penolakan terapi yang disediakan rumah sakit. Maksudinformed consent adalah menghormati hak dan pilihan pasien.

                  Uji praklinik di laboratorium bertujuan untuk menguji sebuah konsep obat atau alat kesehatan, dan menentukan kelayakan penerapan kepada manusia pasca uji coba. Uji praklinik sebisanya mengikuti standar internasional Good Laboratory Practice (GLP) yang memang dalam praktiknya tidak gampang dan mahal.

                  Satu tahapan yang sangat penting adalah uji keamanan (safety test) untuk menentukan tingkat keamanan dari obat atau alat kesehatan yang sedang diuji, apakah bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu uji klinik.

                  Etika uji klinik

                  Uji klinik selalu melibatkan manusia. Karena itu, rencana uji klinik wajib "lolos kajian etika penelitian" untuk menjamin kepastian perlindungan hak mereka yang menjadi obyek penelitian. Pada saat yang sama, "lolos kajian etika penelitian" akan melindungi pihak peneliti dari pelanggaran hak asasi manusia, menjamin penerbitan hasil penelitian ilmiah di jurnal internasional, dan bisa jadi prasyarat pencairan dana penelitian.

                  Peraturan yang dikeluarkan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2014 mengatur tata cara uji klinik. Umumnya, uji klinik melibatkan empat fase.

                  Fase pertama melibatkan sejumlah kecil peserta untuk membuktikan suatu obat/alat kesehatan baru memang aman untuk manusia. Kalau terbukti aman, dilanjutkan ke fase kedua, menguji jumlah orang yang lebih besar dan lebih bervariasi berdasarkan karakter umur, jenis kelamin, dan variabel lain yang perlu. Fase kedua bertujuan menilai tingkat kemanjuran obat/alat kesehatan yang sedang diuji.

                  Penilaian tingkat kemanjuran diteruskan pada fase ketiga dengan melibatkan ratusan orang sebagai sampel. Pada fase ketiga, obat/alat baru dibandingkan dengan standar terapi medis yang sudah ada. Seluruh proses uji klinik mengacu pada Cakupan Uji Klinis yang Baik (CUKB) atau standar internasional Good Clinical Practice (GCP).

                  Fase keempat mencakup pemasaran obat/alat kesehatan. Fase ini melibatkan ribuan orang dengan cakupan geografis yang lebih luas. Di fase ini data tentang efek samping (adverse events) akan dikumpulkan untuk menentukan kelayakannya.

                  Hasil uji klinik akan tersedia untuk peserta uji klinik dan publik dalam bentuk laporan atau publikasi di jurnal ilmiah. Pada tahap pemasaran obat/alat baru, ada prinsip Good Manufacturing Practice (GMP) untuk menjaga konsistensi kualitas obat/alat.

                  Keharusan untuk melalui uji praklinik dan klinik berstandar internasional pada kasus ECVT dan ECCT akan menjamin keamanan masyarakat dalam pelayanan kesehatan, sekaligus mendukung kiprah anak bangsa dalam berkarya sesuai standar internasional.

                  Pengembangan temuan ilmiah memerlukan biaya mahal. Untuk biaya empat fase uji klinik itu saja di negara maju 60-80 juta dollar AS. Jika benar bentuk "fasilitasi" pemerintah ini termasuk pembiayaan seluruh proses uji ECVT dan ECCT, berarti pemerintah mengambil alih peran "sponsor" yang di negara lain merupakan tanggung jawab pengembang.

                  Karena UU yang mengatur pengujian alat kesehatan belum ada, yang ada baru untuk obat, tampaknya Pemerintah Indonesia memakai pendekatan ad hocuntuk mengakomodasi uji alat ECVT dan ECCT. Peristiwa ini bisa menjadi preseden perbaikan perundang-undangan dalam mengejar kemajuan teknologi sehingga tersedia kerangka aturan sebagai landasan dalam pelaksanaan uji alat kesehatan.

                  Langkah yang dilalui memang panjang, dalam konteks uji coba jaket terapi kanker, Pemerintah Indonesia telah berupaya menjalankan tugas sesuai semangat nasionalisme, sekaligus melindungi konsumen pelayanan kesehatan. Pertanyaannya, jika benar pemerintah telah membuka pintu untuk bersama-sama melanjutkan proyek uji coba ini, mengapa ada kesan PT Ctech Edwar Technology malah mutung dan mencari induk semang di negara lain?

                  Padahal, seharusnya ini menjadi peluang kedua pihak untuk menghadirkan pengobatan kanker melalui uji coba terencana dan diterima di dunia medis. Tanpa kesediaan mengikuti tahapan uji coba, dan tanpa dukungan serius dari negara, sebuah inovasi dalam pengobatan penyakit kelas berat seperti kanker, betapapun canggihnya, akan kehilangan peluang pengobatan kanker di dunia.

                  INEZ NIMPUNO

                  Dokter; Survivor Kanker Payudara; Bekerja Di Kementerian Kesehatan Negara Bagian Australian Capital Territory

                  Minggu, 06 Maret 2016

                  , ,

                  Vaksin Polio Tanpa Bahan Bersumber Babi

                  Ada saja ya cara yang dipakai kaum antivaksin menggagalkan program Pemerintah, Pekan Imunisasi Nasional (PIN) 2016. Program yang digadang-gadang mencegah agar anak-anak Indonesia tidak tertular virus polio dan memastikan Indonesia bebas Polio.

                  Cara terbaru kaum antivaksin ini dengan mengedarkan gambar bungkus vaksin polio yang bertuliskan "pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi" di media sosial. Bagi kebanyakan orang Indonesia yang mayoritas Muslim sangat sensitif sesuatu yang berbau babi.

                  Vaksin Polio Tetes yang digunakan pada pekan imunisasi nasional 2016

                  Nah, agar tidak menjadi fitnah dan salah pemahaman, perlu diluruskan ya. Gambar bungkus vaksin polio yang beredar di medsos dengan tulisan "pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi" itu jenis vaksin polio suntik. Itu tidak digunakan pada saat PIN 2016 ini. Karena yang Vaksin Tetes. 



                  PIN Polio 2016 menggunakan vaksin tetes dengan ciri pada bungkus bertuliskan "Oral Polio Vaccine" produksi Biofarma. Tidak ada tulisan apapun terkait bahan bersumber babi.

                  Lagi pula, Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi mendukung program imunisasi di Indonesia, termasuk PIN Polio 2016. Silakan baca deh fatwa MUI Nomer 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi yang ditetapkan pada 23 Januari 2016.

                  Oleh sebab itu, mari kita dukung himbauan agar membawa anak-anaknya usia 0 sd 59 bulan ke Pos PIN terdekat pada tanggal 8-15 Maret 2016. 

                  Sabtu, 05 Maret 2016

                  , , ,

                  Bertanya baik-baik kok Dikatai "Orang Gak Tahu Aturan"

                  Tidak banyak orang pernah datang ke kantor Kementerian Sekretariat Negara, wilayah ring satu komplek kantor kepresidenan. Meski sudah lama di Jakarta dan PNS, saya termasuk orang yang belum memasuki area kantor Setneg.

                  Saya sengaja berangkat lebih pagi agar punya kesempatan mencari tempat acara dan tidak terlambat acara "Indonesia Data Driven Journalism" yang digelar Kantor Staf Presiden di Gedung Krida Bakti Setneg Jakarta.

                  Dalam undangan tertulis tempat acara di Jalan Veteran No. 12. Saya menyusuri jalan veteran dari arah Masjid Istiqlal ke perempatan Harmoni. Ternyata pintu masuk ke Setneg melalui jalan hayam wuruk. Memasuki gerbang, saya bertanya pada penjaga dengan seragam TNI. Dengan ramah, 3 petugas menyampaikan bahwa Gedung Krida Bakti beralamat di Jalan Veteran 3. Petugas memberikan petunjuk singkat bagaimana saya bisa ke tempat tujuan.

                  Saya keluar gedung Setneg menuju perempatan harmoni, belok kanan kemudian belok ke kanan lagi arah Veteran 3.  Karena komplek Setneg di sebelah kanan, saya mencoba berhenti di depan gerbang masuk. Saya berniat tanya petugas di pos jaga. Sejurus kemudian portal otomatis terbuka, seorang petugas mendekati.



                  "Pagi Pak, apakah disini ada gedung Krida Bakti?
                  "Apa?", petugas bertanya. Tak ada salam, raut wajahnya datar.
                  "Gedung Krida Bakti?"
                  "Salah. Sana, sana", tangannya menunjukkan arah seberang jalan.

                  Ia mulai berlalu kembali ke pos. Saya masih bingung arah yang ditunjukkan petugas itu. Saya masih diam tak bergerak. Dari arah dalam, seorang lelaki berpakaian serba hitam mendekati.

                  "Ada apa?," tanyanya kepada petugas yang tadi. Sambil wajahnya memperhatikan saya dan mobil yang saya kendarai.
                  "Tanya krida Bakti," jawab petugas.
                  "Ohh, orang gak tahu aturan," jawabnya ketus.
                  "Maaf, maaf pak. Saya hanya tanya gedung Krida Bakti Setneg"

                  Mereka berlalu begitu saja memasuki gerbang. Saya bingung, apa salah saya sehingga mendapat respon tak ramah. Malah dikatai "orang gak tahu aturan". Di tengah kebingunan, saya perlahan memundurkan kendaraan kemudian melaju pelan menyeberang ke sebelah kiri.

                  Tak jauh saya menepi lagi bertanya seseorang di pinggir jalan. Ternyata dia juga sedang mencari gedung griya bakti. Setelah bertanya kepada orang yang sedang duduk, kami mendapatkan kejelasan. Saya kebablasan. Perlahan saya memundurkan kendaraan dan masuk gedung Krida Bakti.
                  Dua orang petugas keamanan mengucapkan salam dan menanyakan keperluan. Saya jelaskan dengan menunjukkan undangan. Dua petugas mengarahkan ke tempat parkir gedung Krida Bakti. Ternyata letak gedung itu di seberang komplek kantor setneg, bersebelahan dengan komplek kantor Ditjen PAS, Kumham.

                  Ternyata yang salah tempat tidak hanya saya. Dari cerita undangan lain yang sebenarnya sudah beberapa kali ke Setneg, juga salah masuk.
                  Saya mencoba cari sebab mengapa saya salah alamat (dan juga orang lain). Bisa jadi itu karena undangan tertulis kantor Setneg jalan veteran no. 12, faktanya pintu masuk gedung krida Bakti di jalan veteran 3.

                  Tapi ya sudahlah, ujung pangkal penyebab karena saya belum pernah datang ke komplek kantor Setneg. Tapi yang saya masih bingung hingga sekarang, apa salah saya ya? Wong bertanya baik-baik kok dikatai "orang gak tahu aturan".
                  Aduh!