Tampilkan postingan dengan label aparat penegak hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label aparat penegak hukum. Tampilkan semua postingan

Senin, 26 Februari 2018

, , , , ,

Ketika Kepolisian Meminta Data Pasien

Akhir-akhir ini publik dihebohkan dengan beberapa kejadian penganiayaan ustadz atau tokoh agama yang dilakukan oleh pelaku yang konon “orang gila” atau tidak waras. Minggu ini, saya mendapatkan fotokopi digital surat permintaan data orang gila dari Kepolisian kepada Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan. Apakah ini ada korelasinya?

Saya terima dua surat tersebut melalui pesan whatsapp yang ditujukan kepada sebuah rumah sakit di Sumatera Selatan dan Dinas Kesehatan di wilayah Aceh, sekaligus pertanyaan bagaimana mestinya merespon surat tersebut.

Isi surat menyebutkan, mengingat adanya fenomena akhir-akhir ini banyaknya kasus atau kejadian tindak pidana yang dilakukan oleh orang gila atau tidak waras, Kepolisian Daerah setempat meminta data “orang gila”. Data yang diminta mencakup data jumlah pasien gangguan jiwa yang dirawat berikut identitasnya yaitu nama, alamat, diagnosa, lama rawat, rujukan, tindakan yang diambil dan nama orang tua.

Menjawab pertanyaan bagaimana menanggapi surat ini, bukanlah persoalan mudah. Kita mesti mulai dari pemahaman (1) data yang diminta merupakan bagian dari rahasia kedokteran; (2) polisi merupakan bagian dari aparat penegak hukum.

Merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran, ruang lingkup data dan informasi rahasia kedokeran yaitu identitas pasien, kesehatan pasien dan hal lain yang berkenaan dengan pasien. Kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis, pengobatan dan/atau tindakan kedokteran. Dengan demikian data “orang gila” yang minta polisi tersebut dapat dipastikan merupakan bagian dari rahasia kedokteran.

Bagaimana tanggung jawab rumah sakit terhadap rahasia kedokteran? 

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit mengatur bahwa setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran. Namun dalam keadaan tertentu, rahasia kedokteran dapat dibuka dengan beberapa persyaratan. Yaitu untuk (1) kepentingan kesehatan pasien, (2) pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, (3) atas persetujuan pasien sendiri, atau (4) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Memperhatikan norma tersebut, polisi sebagai aparat penegak hukum dimungkinkan meminta data dan informasi rahasia kedokteran. Mari kita cermati frasa “pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum”. Apa maksudnya?

Permenkes Rahasia Kedokteran memberikan penjelasan, pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum dapat dilakukan pada proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan. Data informasi pun yang bisa diberikan pada proses ini berupa visum et repertum, keterangan ahli, keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis.

Dari penjelasan singkat merujuk kepada Undang-Undang Rumah Sakit dan Permenkes Rahasia Kedokteran dan dikaitkan dengan surat Kepolisian tersebut diatas, sekurangnya dapat diambil dua kesimpulan.

Pertama, surat permintaan data pasien gangguan jiwa dari Kepolisian tersebut diatas tidak termasuk dalam kondisi dibolehkannya pembukaan rahasia kedokteran oleh aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum. Hal ini disebabkan para pasien gangguan jiwa tersebut tidak termasuk subyek hukum dalam suatu tindak pidana atau sedang dalam proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan sidang pengadilan.

Kedua, jika Kepolisian masih tetap berkehendak meminta data dan informasi pasien, hal itu masih dapat dilakukan dengan syarat mendapat persetujuan dari pasien atau keluarga yang bertindak sebagai wakil pasien.

Bagaimana sebaiknya rumah sakit menanggapi surat permintaan Kepolisian itu?

Tidak ada pilihan lain, kecuali Rumah Sakit mematuhi ketentuan peraturan rahasia kedokteran sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Rumah Sakit dan Permenkes Rahasia Kedokteran. Rumah sakit harus membalas surat permintaan polisi dengan memberikan penjelasan yang baik dan lugas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Demikian pula halnya Kepolisian harus menghormati sikap dan pandangan Rumah Sakit yang mematuhi ketentuan hukum.

Jangan atas alasan ketertiban hukum, rumah sakit dipaksa melanggar norma hukum yang berlaku.