Jutaan orang Indonesia terancam terkena kanker akibat paparan asap rokok. Ike Wijayanti (37 tahun) tidak pernah merokok, tetapi paparan asap rokok di tempat kerja menyebabkan ia menderita kanker tenggorokan.
“Saya kehilangan suara saya,” ungkapnya dengan tulisan kapur di papan tulis. Ibu dua anak asal Surabaya itu membenahi posisi jilbabnya untuk menutup lubang menganga di lehernya yang sempat selintas terlihat. “Berhentilah merokok, asapmu membunuh mimpi-mimpi orang di sekitarmu,” nasehat Ike dengan suara nyaris tidak terdengar jelas. Tatapan matanya menyiratkan beban penderitaan.
Itulah gambaran nyata bahaya perokok pasif yang tersaji dalam iklan layanan masyarakat (ILM) yang diproduksi oleh Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan World Lung Foundation. ILM ini bertujuan menyadarkan masyarakat Indonesia akan bahaya paparan asap rokok. Penayangannya secara serentak di berbagai stasiun televisi nasional, radio dan media daring selama dua minggu.
“Jumlah perokok di Indonesia mencapai 53,7 juta orang. Oleh karenanya, melalui kampanye ini kita sadarkan masyarakat tentang bahaya paparan asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif,” kata dr. Untung Suseno Sutarjo M. Kes., Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI pada saat konferensi pers, Jumat (22/5) di Kantor Kementerian Kesehatan Jakarta.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sekitar 95 juta orang di Indonesia terpapar asap rokok. Lebih dari 40.3 juta anak Indonesia usia 0–14 tahun telah menjadi perokok pasif. Padahal paparan asap rokok yang banyak ditemukan di berbagai tempat umum tersebut memiliki efek negatif yang sama bahayanya jika dibandingkan dengan seorang perokok aktif. Bahkan menurut buku The Tobacco Atlas yang diterbitkan oleh American Cancer Society dan World Lung Foundation, paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru-paru sebesar 30% dan sebesar 25% penyakit jantung koroner.
Penelitian Global Adult Tobacco Survey (GATS) yang dilakukan pada tahun 2008–2013 juga menunjukkan data tentang persentase prevalensi paparan asap rokok terhadap orang dewasa di Indonesia. GATS juga mencatat lebih dari 85% orang dewasa Indonesia terkena paparan asap rokok di rumah, lebih dari 78% di tempat makan, dan lebih dari 50% di tempat kerja.
“Kami mengapresiasi kerja keras Pemerintah Indonesia dalam kampanye bahaya asap rokok di media massa nasional sejak tahun 2014. Melalui kampanye ini, kami juga mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam kebijakan pengendalian bahaya produk tembakau bagi kesehatan," ujar Peter Baldini, Chief Executive World Lung Foundation.
Terkait kebijakan bebas dari bahaya rokok, Indonesia telah menyusun berbagai peraturan yang mengatur perlindungan terhadap masyarakat akibat bahaya paparan asap rokok. Salah satunya, penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai tempat umum maupun tempat kerja. Menurut The Tobacco Atlas, hingga saat ini larangan merokok di dalam ruangan dapat mengurangi sebanyak 2% - 6% prevalensi merokok.
“Saya kehilangan suara saya,” ungkapnya dengan tulisan kapur di papan tulis. Ibu dua anak asal Surabaya itu membenahi posisi jilbabnya untuk menutup lubang menganga di lehernya yang sempat selintas terlihat. “Berhentilah merokok, asapmu membunuh mimpi-mimpi orang di sekitarmu,” nasehat Ike dengan suara nyaris tidak terdengar jelas. Tatapan matanya menyiratkan beban penderitaan.
Itulah gambaran nyata bahaya perokok pasif yang tersaji dalam iklan layanan masyarakat (ILM) yang diproduksi oleh Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan World Lung Foundation. ILM ini bertujuan menyadarkan masyarakat Indonesia akan bahaya paparan asap rokok. Penayangannya secara serentak di berbagai stasiun televisi nasional, radio dan media daring selama dua minggu.
“Jumlah perokok di Indonesia mencapai 53,7 juta orang. Oleh karenanya, melalui kampanye ini kita sadarkan masyarakat tentang bahaya paparan asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif,” kata dr. Untung Suseno Sutarjo M. Kes., Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI pada saat konferensi pers, Jumat (22/5) di Kantor Kementerian Kesehatan Jakarta.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sekitar 95 juta orang di Indonesia terpapar asap rokok. Lebih dari 40.3 juta anak Indonesia usia 0–14 tahun telah menjadi perokok pasif. Padahal paparan asap rokok yang banyak ditemukan di berbagai tempat umum tersebut memiliki efek negatif yang sama bahayanya jika dibandingkan dengan seorang perokok aktif. Bahkan menurut buku The Tobacco Atlas yang diterbitkan oleh American Cancer Society dan World Lung Foundation, paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru-paru sebesar 30% dan sebesar 25% penyakit jantung koroner.
Penelitian Global Adult Tobacco Survey (GATS) yang dilakukan pada tahun 2008–2013 juga menunjukkan data tentang persentase prevalensi paparan asap rokok terhadap orang dewasa di Indonesia. GATS juga mencatat lebih dari 85% orang dewasa Indonesia terkena paparan asap rokok di rumah, lebih dari 78% di tempat makan, dan lebih dari 50% di tempat kerja.
“Kami mengapresiasi kerja keras Pemerintah Indonesia dalam kampanye bahaya asap rokok di media massa nasional sejak tahun 2014. Melalui kampanye ini, kami juga mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam kebijakan pengendalian bahaya produk tembakau bagi kesehatan," ujar Peter Baldini, Chief Executive World Lung Foundation.
Terkait kebijakan bebas dari bahaya rokok, Indonesia telah menyusun berbagai peraturan yang mengatur perlindungan terhadap masyarakat akibat bahaya paparan asap rokok. Salah satunya, penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai tempat umum maupun tempat kerja. Menurut The Tobacco Atlas, hingga saat ini larangan merokok di dalam ruangan dapat mengurangi sebanyak 2% - 6% prevalensi merokok.