Tampilkan postingan dengan label kriteria menkes. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kriteria menkes. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 Agustus 2014

, , , , , , , , , , , ,

Apa Kriteria Utama Menkes 2014 - 2019?

Saat ini hangat dibicarakan ditengah publik adalah susunan kabinet Presiden/Wakil Presiden mendatang. Anggaplah untuk sementara ini disebut Kabinet Jokowi-JK. Banyak versi usulan nama calon Menteri yang beredar di media, termasuk calon Menteri Kesehatan. Dari banyak versi dan usulan tersebut, semua bicara siapa sebagai menteri apa. Bukan apa dan mengapa sehingga siapa itu mampu menjabat menteri apa.

Mari kita ambil contoh nama-nama calon Menkes yang beredar di media publik. Ada Ribka Tjiptaning, Ali Gufron Mukti, Fasli Jalal, Tjandra Yoga Aditama, Akmal Taher, Fahmi Idris, Nova Riyanti Yusuf, dan lain-lain. Dari sekian banyak calon menkes itu, nama Ribka memunculkan pro kontra terutama dari kalangan dokter. Ini bisa difahami dari rekam jejak dan pernyataan Ribka selama ini. Tak elok rasanya membahas pro kontra ini. Mari kita lebih mencermati bahwa usulan, diskusi dan perdebatan yang muncul masih sebatas tokoh/sosok yang dianggap layak dan pantas sebagai Menkes. Tetapi ada satu hal mendasar yang lupa diangkat dan didiskusikan; kondisi Kesehatan seperti apa yang diharapkan Indonesia sekurangnya hingga 5 tahun ke depan?

Dalam ilmu organisasi, terlebih dahulu bicara tujuan dan fungsi baru kemudian struktur. Dalam manajemen sumber daya manusia, terlebih dahulu diperjelas job description dan job specification sebelum ditentukan orangnya. Konkritnya, sebelum bicara siapa calon Menkes yang layak dan pantas (fit & propher) semestinya ditentukan dulu syarat dan kriteria Menteri Kesehatan didasarkan pada tujuan pembangunan kesehatan sekurangnya 5 tahun mendatang. Syarat dan kriteria itu secara populis didasarkan pada apa sih kepentingan dan kebutuhan masyarakat Indonesia?

Dalam kondisi normal Kabinet Pemerintahan berjalan dalam periode 5 tahunan. Memang harus diakui kebijakan dan pengaturan Kabinet, termasuk Menkes, akan berdampak panjang melebihi periode pemerintahan 5 tahun. Namun untuk mempermudah penentuan syarat dan kriteria calon Menkes, rentang waktu pergantian pemerintahan 5 tahunan ini bisa dijadikan acuan. Pertanyaan dasarnya, kondisi pembangunan kesehatan seperti apa selama 5 tahun nanti? Atau sebenarnya dalam 5 tahun ini, masyarakat Indonesia itu berkepentingan dan butuh apa?

Terdapat banyak sekali urusan bidang kesehatan yang harus ditangani dan diselesaikan. Setiap orang dengan berbagai latar belakang, pengalaman dan kepentingannya bisa mengutarakan kondisi yang diharapkan. Yang banyak diusulkan para ahli dan akademisi yaitu pembangunan kesehatan dititikberatkan pada upaya kesehatan masyarakat (UKM), preventif dan promotif. Karena selama ini lebih menjurus pada upaya kesehatan perorangan (UKP), kuratif dan rehabilitatif. Konon anggaran kesehatan Indonesia banyak tersedot pada pengobatan di puskesmas dan rumah sakit tetapi minim sekali untuk pencegahan dan promosi perilaku hidup sehat. Itu dari aspek upaya, belum bicara komponen SDM, pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, pembiayaan, kelembagaan dan legislasi, manajemen kesehatan dan lain-lain banyak sekali.

Pendapat tersebut bisa jadi benar, tapi perlu dipertajam dan lebih fokus. Sesungguhnya UKM dan prevensi masih luas, seperti apa yang diharapkan? Jika diuji lagi, apakah sesungguhnya kita bisa pisahkan secara tegas dan lugas antara UKM dan UKP? Dari upaya kesehatan promotif preventif hingga kuratif rehabilitatif?

Kita harus realistis bahwa 5 tahun bukanlah waktu yang cukup untuk selesaikan semua masalah kesehatan Indonesia. Waktu 5 tahun tidak cukup mengakodasi banyak harapan dan kemauan bidang kesehatan. Kita harus memilih program yang terencana, terukur dan mempunyai daya ungkit bagi sistem pembangunan kesehatan Indonesia. Analoginya, kita fokus pada tulang punggung (backbone) dimana aspek UKM dan UKP tercakup serta komponen dari sistem kesehatan seperti pelayanan kesehatan, SDM dll dapat terintegrasi. Salah satu prinsip program yang baik adalah kesinambungan dari program sebelumnya. Adakah program yang memenuhi uraian tersebut serta sesuai kepentingan dan kebutuhan masyarakat? Jawabnya adalah sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pelaksanaan sistem Jaminan Kesehatan Nasional merupakan agenda dan fokus utama pembangunan kesehatan tahun 2014 - 2019, selain program kesehatan lain. JKN bukan hanya menyangkut pembiayaan kesehatan. JKN merupakan sistem atau backbone yang dapat menjadi sandaran utama bagi peningkatan pelayanan kesehatan, SDM, obat & perbekalan kesehatan, sarana prasarana, pembiayaan, manajemen kesehatan dll. JKN bisa menjadi kunci pengungkit perbaikan di berbagai sektor kesehatan baik UKM maupun UKP. Dengan kata lain, target dan tujuan bidang kesehatan dalam masa kabinet pemerintahan saat ini adalah terlaksananya JKN yang menggerakan sektor kesehatan secara umum sebagaimana peta jalan tahun 2014- 2019 yang telah ditetapkan.

Dengan demikian, kita bisa tentukan syarat dan kriteria calon Menteri Kesehatan adalah memahami dan mampu menjamin pelaksanaan JKN sesuai peta jalan yang telah ditetapkan. Inilah indikator kinerja kunci yang realistis dan terukur bagi Menkes RI periode 2014-2019. Menkes yang berhasil mensukseskan sistem JKN berarti telah menyelesaikan sebagian dari masalah-masalah kesehatan Indonesia. Pertanyaannya, siapakah calon Menkes yang memahami dan mampu menyukseskan JKN?

Ini tugas Presiden/Wakil Presiden terpilih yang melakukan uji kelayakam dan kepantasan. Untuk saat ini, KPU telah tetapkan Jokowi-JK sebagai pemenang pilpres. Biarlah, beri kesempatan, Jokowi-JK menetapkan Menkes pilihannya. Sekali lagi, semestinya dalam menentukan Menkes yang lebih diutamakan adalah syarat dan kriteria didasarkan pada tujuan pembangunan kesehatan 5 tahun mendatang. Dan suksesnya pelaksanaan sistem JKN adalah indikator kunci yang memiliki daya ungkit pada pembangunan kesehatan Indonesia.

Jadi siapa Menteri Kesehatan selanjutnya, terserah Presiden/Wapres. Kita lihat saja!