Tampilkan postingan dengan label tangerang selatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tangerang selatan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 05 Oktober 2013

, , , , , , , , ,

6 Kesalahan Dinkes Tangsel Dalam Penggunaan Dokter Asing

Gara-gara dokter asing, Kota Tangerang Selatan heboh jadi bahan berita. Puluhan dokter berunjuk rasa memprotes keberadaan dokter asing yang melakukan tindakan medis di RSUD Tangerang Selatan. Akibat unjuk rasa tersebut, Kepala Dinas Kesehatan memecat 5 dokter kontrak. Sementara itu, Direktur RSUD Tangsel membubarkan Komite Medik rumah sakit.

Menurut kabar terbaru, Direktur RSUD Tangsel sudah diberhentikan dan dimutasikan ke Provinsi Banten. Untuk mengisi kekosongan, Kadinkes Tangsel merangkap menjadi pejabat sementara Direktur dan Ketua Komite Medik rumah sakit.

Apa sesungguhnya yang salah dengan keberadaan dokter asing di Tangerang Selatan ini? Saya mencoba identifikasi kesalahan Tangerang Selatan dalam mendayagunakan dokter asing.

1/ Dokter asing tidak punya Surat Tanda Registrasi

Setiap dokter yang melakukan praktik kedokteran harua memiliki surat izin praktik (SIP)dari Dinas Kesehatan setempat. Salah satu syarat izin praktik adalah Surat Tanda Registrasi yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).

Demikian juga untuk Dokter Asing yang menjalankan praktik kedokteran harus memiliki SIP dan STR. Meskipun punya "surat izin transfer of knowledge" yang ditandatangani Kadinkes Tangsel, 2 dokter Malaysia praktik di RSUD tersebut terbukti belum memiliki STR dari KKI.

2/ Surat Izin Kadinkes Tangsel Cacat Hukum.

Berdasarkan penjelasan Kadinkes Tangsel bahwa Dinkes telah mengajukan STR kepada KKI. Namun selama 14 hari STR tidak keluar sehingga Kadinkes mengeluarkan "surat izin transfer of knowledge' dengan dasar hukum Perda No. 8 Tabun 2010 tentang retribusi daerah. Dari penjelasan tersebut, Kadinkes memberlakukan kesalahan dalam logika hukum, landasan yuridis dan penerapan hirarki peraturan perundang-undangan.

Dalam konteks pendayagunaan dokter asing sudah sangat jelas dan detil diatur oleh Undang-Undang Praktik Kedokteran, Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Konsil dan Keputusan Konsil. Dengan peraturan-peraturan diberlaku asas lex specialis derogat legi generalis, dimana peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan umum. Penerapan dasar hukum UU Pelayanan Publik dan Peraturan Daerah jelas tidak tepat, apalagi kedua peraturan tersebut tidak menyebut sama sekali substansi dokter asing.

3/ Salah kaprah antara pelayanan medis dengan transfer of knowledge.

Dalam Permenkes yang mengatur pendayagunaan tenaga kesehatan warga negara asing bahwa dokter asing dibedakan menjadi dokter asing pemberi pelayanan dan pendidikan alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge). Kedua kategori itu mempunyai  persyaratan, teknis tindakan medis dan STR berbeda. Jika dokter asing melakukan tindakan medis kepada pasien umum di rumah sakit maka itu disebut pemberi pelayanan. Dokter asing alih ilmu pengetahuan hanya dilakukan pada kasus sulit yang tidak dapat ditangani dokter setempat atau adanya metode baru.

Sementara itu, kedua dokter malaysia itu melakukan pelayanan tindakan medis kepada pasien RSUD Tangsel namun dikatakan sebagai transfer of knowledge.

4/ Kompetensi Dokter

Menurut para dokter yang melakukan unjuk rasa dan IDI setempat, tindakan medis yang dilakukan 2 dokter asing itu juga bisa dikerjakan dokter lokal dan bukan metode baru.

Untuk STR Sementara,  kolegium yang bersangkutan akan melakukan evaluasi dan verifikasi kompetensi dokter asing di negaranya. Sementara kedua dokter asing tersebut masih belum jelaa kompetensinya karena proses pengajuan STR tidak tuntas.

5/ Pasport dan Visa

Berdasar informasi yang saya dapat bahwa izin keimigrasian pasport dan visa kunjungan biasa bukan untuk kerja. Padahal visa kunjungan tentu berbeda dengan visa kerja. Apakah bisa dikatakan penyalahgunaan visa, tentu perlu ditelusuri lebih lanjut.

6/ Rumah Sakit Tidak Punya Izin Penggunaan Dokter Asing

Setiap fasilitas pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit yang mendayagunakan dokter asing harus memiliki rencana pendayagunaan tenaga kerja asing (RPTKA) dan izin memperkerjakan tenaga asing (IMTA) dari Kementerian Tenaga Kerja. Selain itu dokter asing hanya dapat melakukan pendidikan alih ilmu pengetahuan pada rumah sakit pendidikan atau bekerjasama dengan RS Pendidikan. Faktanya, RSUD Tangsel bukan RS Pendidikan atau kerjasama dengan RS Pendidikan.

Itulah 6 kesalahan yang dilakukan Dinas Kesehatan Tangerang Selatan dalam pendayagunaan dokter asing.