Kamis, 31 Maret 2016

, , ,

3 Hari Jalan-jalan ke Batam, Mau?

Diajak 5 BLOGGER jalan-jalan ke batam selama 3 hari, tanggal 21 sd 23 April 2016. Blogger diajak menengok Tim Nusantara Sehat yang bertugas di Pulau Belakangpadang, sebagai satu kegiatan dari rangkaian “press tour” dengan beberapa jurnalis ke Batam.

Tim Nusantara Sehat (Mediakom)

Tak usah khawatir, kami tidak hanya mengajak kok. Pasti tanggung transportasi, akomodasi dan uang jajannya. Bonusnya nambah kawan, daerah jelajah, kuliner lokal, dan pastinya foto-foto. Plus, siapa tahu ketemu jodoh bagi yang jomblo :)

Jujur, saya terkejut senang melihat respon yang banyak dari sahabat blogger atas rencana ini. Terima kasih banget. Terima kasih juga dengan kolaborasi yang selama ini telah terjalin akrab dalam #SahabatJKN. Kami bingung siapa yang mesti diajak dari sekian banyak blogger yang mau.

Benar deh, kami ingin ajak semuanya, tapi apa daya anggaran tak sampai. Tidak mudah secara subyektif menentukan 5 BLOGGER itu. Karena di mata dan hati saya, semua blogger itu sama dekat sama akrab, teristimewa #SAHABATJKN.

Jadi gimana dong cara mengajak 5 blogger jalan-jalan ke Batam? Agar adil, Akan dipilih 5 Blogger yang mau dan mampu menuliskan postingan “JIKA AKU TIM NUSANTARA SEHAT”. Ingat ya, hanya 5 postingan terpilih. Ah, ini pasti mudah bagi blogger keren seperti kalian.

Link postingan agar dituliskan dalam kolom komentar ini dan dimention ke akun twitter @anjarisme @KemenkesRI @Nusantara_Sehat paling lambat tanggal 10 April 2016 jam 24.00 wib. Kok buru-buru sih? Iya, karena panitia harus menyiapkan tiket pesawat, hotel dan akomodasi untuk 5 BLOGGER Terpilih ini.

Ayo berani nggak? Bisa jadi diantara 5 BLOGGER itu, KAMU!

----------------------------------------------------------------------------
UPDATED (31 Maret 2016 jam 13.00 wib)
- jumlah blogger jadi 10 BLOGGER

- postingan dikirimkan paling lambat tanggal 7 April 2016
----------------------------------------------------------------------------
UPDATED (31 Maret jam 19.51)
Yang dimaksud transportasi adalah Jakarta - Batam (PP) dan selama mengikuti kegiatan sesuai jadwal yang disusun panitia.
----------------------------------------------------------------------------



Selasa, 15 Maret 2016

, ,

Ketika Rumah Sakit Memanusiakan Manusia

Begitu sering kita mendengar rumah sakit menolak pasien. Dokter tidak punya nurani. Jangankan ramah, menatap langsung mata pasien saat bercakap pun terasa mahal. Rumah sakit hanya menerima pasien kaya, sementara pasien miskin seakan dilarang sakit. Dan banyak lagi "kisah kejam" tentang rumah sakit.

Pak Ernawan (paling kanan) bersama kedua mempelai dan staf RS Sardjito
Membaca berita daring Kompas.com (12/3), “Disaksikan Dokter dan Perawat, Pasangan Ini Menikah di Rumah Sakit”, saya terharu. Dada saya berdesir, seakan menemukan sesuatu yang selama ini dimimpikan. Rumah sakit “ngunduh mantu” memfasilitasi pernikahan pasangan pengantin di ruang perawatan secara gratis.

Bukan karena saya kenal baik orang-orang yang membantu menyiapkan pernikahan di ruang perawatan pasien. Bukan pula karena RS Sardjito adalah rumah sakit milik Kementerian Kesehatan instansi pemerintah dimana saya bekerja. Tetapi apa yang dilakukan jajaran pimpinan dan staf RS Sardjito, terutama Humas, seakan mengerti benar kebutuhan dan keinginan pasien. RS Sardjito mampu menampilkan pelayanan dengan hati, sebuah pelayanan yang memanusiakan manusia. Apa yang dilakukan RS Sardjito memberikan teladan tindakan nyata kemanusiaan, satu sisi lain dari pelayanan kesehatan rumah sakit.

Jika anda berkenan menyimak, saya akan cerita singkat kejadian bagaimana pasangan pengantin bisa menikah di rumah sakit. Dan di bagian akhir, saya akan tuliskan juga obrolan saya dengan Pak Ernawan, punggawa Humas RS Sardjito. Inilah cerita nyata sebuah rumah sakit di Jogja ini mengamalkan filosofi luhur Jawa, nguwongke uwong (memanusiakan manusia).

***

Berita Kompas menggambarkan bagaimana suasana ruang Cendana, RSUP dr Sardjito, Yogyakarta, berubah menjadi haru. Air mata para dokter dan perawat tak terbendung tatkala menyaksikan Windu Cahyo Saputro (25), yang terbaring di tempat tidur rumah sakit, dan Yuniar Dias Sutisna (25) secara bergantian menyatakan janji sehidup semati.

Kisah bahagia perkawinan Windu dan Dias dimulai sebulan lalu. Saat Windu melamar kekasihnya, Dias, setelah menjalin asmara selama sembilan tahun.Segala persiapan selesai diakukan. Mulai panitia, perias hingga memesan gedung resepsi. Doa kedua insan itu hari bahagia yang dinantikan sembilan tahun itu dapat dilewati dengan lancar.

Namun Tuhan berkehendak lain. Windu mengalami kecelakaan saat mencari suvenir pernikahan di Yogyakarta. Musibah menyebabkan luka parah hingga dokter dengan persetujuan pasien harus mengambil keputusan untuk mengamputasi kaki kanan Windu. Menghadapi kenyataan ini, keluarga Windu menanyakan Dias dan keluarga, apakah masih mau menerima putranya dengan kondisi seperti itu.

"Saya sudah menetapkan hati. Apa pun keadaannya, saya sudah memilih Windu menjadi suami," kata Dias mantap.

Luar biasa!

***

Senin pagi (14/3), selesai membaca berita Kompas itu, saya menghubungi Pak Ernawan melalui whatsapp.

“Pak Nawan, saya terinspirasi dengan kisah "ngunduh mantu" RS Sardjito. Jika sempat boleh diceritakan ya,”pinta saya

“Siap Pak Anjari, sekedhap dalem susun kata-kata njih,” balas Pak Nawan, tak berapa lama kemudian.

Tak berselang lama, Pak Ernawan mulai bercerita. Pada hari selasa (7/3), seorang perawat ruang perawatan Cendana I menanyakan apakah dibolehkan pasien menikah di bangsal perawatan. Agar lebih jelas, Pak ernawan dan staf humas mengunjungi pasien. Dari pertemuan dengan Windu, pasien yang telah menjalani amputasi kaki kanan, Pak Ernawan mengetahui dengan jelas kronologi pasien dan niatan menikah di bangsal Cendana.

Humas RS Sardjito juga mengetahui segala persiapan yang telah selesai dilakukan. Dari undangan, gedung, catering, musik dan lain-lain semua dibatalkan. Dan yang mengetuk hati segenap petugas rumah sakit adalah jawaban calon mempelai wanita, Dias, saat ditanyakan kesiapan menikah.

“Saya mendengar saat mba Dias tanpa ragu mengatakan,apapun kondisi Windu, saya akan tetap menikahi dan menjaganya sampai ajal menjemput salah satu diantara kami", kata Pak Nawan.

Pihak keluarga meminta diperbolehkan ruang perawatan digunakan melakukan akad nikah secara sederhana. Kondisi ruang perawatan itu sebenarnya kecil, tanpa AC dan tidak cukup layak untuk prosesi ijab kabul yang sangat sakral bagi setiap orang. Melihat cerita kejadian dan tekad menikah kedua calon mempelai, jajaran RS Sardjito tergerak membuat sesuatu yang luar biasa untuk kedua insan Windu dan Dias. RS Sardjito bertekad membuat acara yang tak terlupakan selamanya bagi kedua mempelai.

“Tanpa sepengetahuan keluarga kami mulai bergerak mencari ruangan yg layak dan ber-AC. Juga meenanyakan kepada Panitia PPI apakah akan ada dampak infeksi. Tim Humas bergerak cepat menyiapkan ubo rampe, pembawa acara, soundsystem ala kadarnya, lagu-lagu wedding, dll,” kisah Pak Nawan.

Membaca rentetan cerita yang ditulis melalui Whatsapp, saya tak berkedip. Saya pun terpaku, tak menyela atau banyak bertanya. Pak Ernawan melanjutkan, ketika semua persiapan pernikahan telah selesai disiapkan, Humas baru meminta izin Direksi RS Sardjito. Di luar dugaan, ternyata pimpinan RS mengapresiasi dan berkomitmen hadir menyaksikan. Pada jumat malam (11/3), tim Humas melakukan dekorasi ruang Cendana dan digunakan prosesi ijab kabul pada keesokan harinya.

“Pak Nawan, apakah pihak keluarga pasien dikenakan iur biaya untuk penyiapan akad nikah ini?”

“Alhamdulillah, semua gratis Pak. Kebetulan Mba Sri, Staf Humas, punya penyewaan perlengkapan pernikahan. Adik saya jual bunga di Jl. Ahmad Jazuli. Video dan foto staf humas dengan meminjam perlengkapan kantor,” jawab Pak Nawan. Mengaggumkan, batin saya.

“Pak Nawan, apa sih yang membuat RS Sardjito mau melakukan ini semua? Apakah ada staf yang bersaudara atau kenal dengan calon mempelai”, tanya saya masih penasaran.

“Kekuatan cinta, Pak Anjari. Ini bukan membabi buta karena saya juga menanyakan secara langsung bahkan kami sampaikan resikonya. Tetapi jawaban Mba Dias begitu mantap dan yakin. D era modern seperti ini akan sangat langka, ada wanita yang begitu yakin dengan keputusannya” tegasnya.

Dan ternyata Humas pun baru mengenal pasien Windu pada saat mengonfirmasi rencana menikah di bangsal perawatan. Bahkan bertemu calon mempelai wanita pada sehari sebelum hari ijab kabul.

“Oh ya, ada satu hal yang lebih luar biasa. Prof Yati (Dewan Pengawas RS Sardjito) menjanjikan pekerjaan di Sardjito karena Mas Windu lulusan D3 Rekam Medis UGM dengan nilai yang memuaskan” kata Pak Nawan menambahkan.

“Wow, luar biasa sekali. Benar-benar mengharukan pak,”

RS Sardjito sungguh luar biasa. Hanya itu yang saya katakan pada akhir obrolan saya dengan Pak Ernawan, tokoh utama cerita penuh hikmah ini dapat saya kisahkan kepada Anda.

Senin, 14 Maret 2016

, , , ,

Terapi Standar Kanker

Masih soal "Jaket Anti Kanker" Doktor Warsito, ini tulisan menarik terapi standar kanker oleh Inez Nimpuno. Sebagai survivor kanker sekaligus dokter, tulisan ini menjabarkan bagaimana tahapan alat terapi kanker mesti diterapkan pada manusia. Silakan menyimak!

---
 
Terapi Standar Kanker

Bersetuju dengan Kementerian Kesehatan, pengobatan kanker dengan pendekatan alternatif menggunakan jaket hasil temuan ahli fisika Dr Warsito tidak lagi dilanjutkan. Penghentian itu memunculkan pro-kontra.

Penggunaan jaket berbasis teknologi nonmedis itu diyakini banyak orang dapat menyembuhkan kanker dengan menggunakan metode Electrical Capacitance Colume Tomography (ECVT) dan Electro Capacitive Cancer Therapy(ECCT). Muncul perdebatan di media, membahas sikap pemerintah yang dianggap tidak pro pada pendekatan alternatif. Di sisi lain, ada pula yang menganggap langkah pemerintah benar karena ECCT dinilai belum memenuhi kaidah ilmiah. 


Pemerintah sebenarnya telah membentuk tim yang terdiri atas empat lembaga untuk me-review hasil penelitian Dr Warsito. Hasil reviewmenunjukkan, ECCT belum bisa disimpulkan keamanan dan manfaatnya sehingga belum bisa dikategorikan sebagai alat "terapi standar medis". Maka klinik C-Care tidak boleh lagi menerima pasien baru.

Namun, di sisi lain, pemerintah juga mengumumkan dukungannya terhadap kelanjutan penelitian alat ECCT dengan menunjuk Kementerian Kesehatan serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Dikti untuk memfasilitasi uji praklinik dan uji klinik sesuai dengan kaidah ilmiah.

Pemerintah menunjuk delapan rumah sakit pemerintah guna memberikan pelayanan standar medis kepada pasien klinik C-Care yang sedang menggunakan alat ECCT. Pasien klinik C-Care yang datang ke rumah sakit tetapi menolak terapi standar medis akan diminta membuat pernyataan tertulis (informed consent) penolakan terapi yang disediakan rumah sakit. Maksudinformed consent adalah menghormati hak dan pilihan pasien.

Uji praklinik di laboratorium bertujuan untuk menguji sebuah konsep obat atau alat kesehatan, dan menentukan kelayakan penerapan kepada manusia pasca uji coba. Uji praklinik sebisanya mengikuti standar internasional Good Laboratory Practice (GLP) yang memang dalam praktiknya tidak gampang dan mahal.

Satu tahapan yang sangat penting adalah uji keamanan (safety test) untuk menentukan tingkat keamanan dari obat atau alat kesehatan yang sedang diuji, apakah bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu uji klinik.

Etika uji klinik

Uji klinik selalu melibatkan manusia. Karena itu, rencana uji klinik wajib "lolos kajian etika penelitian" untuk menjamin kepastian perlindungan hak mereka yang menjadi obyek penelitian. Pada saat yang sama, "lolos kajian etika penelitian" akan melindungi pihak peneliti dari pelanggaran hak asasi manusia, menjamin penerbitan hasil penelitian ilmiah di jurnal internasional, dan bisa jadi prasyarat pencairan dana penelitian.

Peraturan yang dikeluarkan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2014 mengatur tata cara uji klinik. Umumnya, uji klinik melibatkan empat fase.

Fase pertama melibatkan sejumlah kecil peserta untuk membuktikan suatu obat/alat kesehatan baru memang aman untuk manusia. Kalau terbukti aman, dilanjutkan ke fase kedua, menguji jumlah orang yang lebih besar dan lebih bervariasi berdasarkan karakter umur, jenis kelamin, dan variabel lain yang perlu. Fase kedua bertujuan menilai tingkat kemanjuran obat/alat kesehatan yang sedang diuji.

Penilaian tingkat kemanjuran diteruskan pada fase ketiga dengan melibatkan ratusan orang sebagai sampel. Pada fase ketiga, obat/alat baru dibandingkan dengan standar terapi medis yang sudah ada. Seluruh proses uji klinik mengacu pada Cakupan Uji Klinis yang Baik (CUKB) atau standar internasional Good Clinical Practice (GCP).

Fase keempat mencakup pemasaran obat/alat kesehatan. Fase ini melibatkan ribuan orang dengan cakupan geografis yang lebih luas. Di fase ini data tentang efek samping (adverse events) akan dikumpulkan untuk menentukan kelayakannya.

Hasil uji klinik akan tersedia untuk peserta uji klinik dan publik dalam bentuk laporan atau publikasi di jurnal ilmiah. Pada tahap pemasaran obat/alat baru, ada prinsip Good Manufacturing Practice (GMP) untuk menjaga konsistensi kualitas obat/alat.

Keharusan untuk melalui uji praklinik dan klinik berstandar internasional pada kasus ECVT dan ECCT akan menjamin keamanan masyarakat dalam pelayanan kesehatan, sekaligus mendukung kiprah anak bangsa dalam berkarya sesuai standar internasional.

Pengembangan temuan ilmiah memerlukan biaya mahal. Untuk biaya empat fase uji klinik itu saja di negara maju 60-80 juta dollar AS. Jika benar bentuk "fasilitasi" pemerintah ini termasuk pembiayaan seluruh proses uji ECVT dan ECCT, berarti pemerintah mengambil alih peran "sponsor" yang di negara lain merupakan tanggung jawab pengembang.

Karena UU yang mengatur pengujian alat kesehatan belum ada, yang ada baru untuk obat, tampaknya Pemerintah Indonesia memakai pendekatan ad hocuntuk mengakomodasi uji alat ECVT dan ECCT. Peristiwa ini bisa menjadi preseden perbaikan perundang-undangan dalam mengejar kemajuan teknologi sehingga tersedia kerangka aturan sebagai landasan dalam pelaksanaan uji alat kesehatan.

Langkah yang dilalui memang panjang, dalam konteks uji coba jaket terapi kanker, Pemerintah Indonesia telah berupaya menjalankan tugas sesuai semangat nasionalisme, sekaligus melindungi konsumen pelayanan kesehatan. Pertanyaannya, jika benar pemerintah telah membuka pintu untuk bersama-sama melanjutkan proyek uji coba ini, mengapa ada kesan PT Ctech Edwar Technology malah mutung dan mencari induk semang di negara lain?

Padahal, seharusnya ini menjadi peluang kedua pihak untuk menghadirkan pengobatan kanker melalui uji coba terencana dan diterima di dunia medis. Tanpa kesediaan mengikuti tahapan uji coba, dan tanpa dukungan serius dari negara, sebuah inovasi dalam pengobatan penyakit kelas berat seperti kanker, betapapun canggihnya, akan kehilangan peluang pengobatan kanker di dunia.

INEZ NIMPUNO

Dokter; Survivor Kanker Payudara; Bekerja Di Kementerian Kesehatan Negara Bagian Australian Capital Territory

Minggu, 06 Maret 2016

, ,

Vaksin Polio Tanpa Bahan Bersumber Babi

Ada saja ya cara yang dipakai kaum antivaksin menggagalkan program Pemerintah, Pekan Imunisasi Nasional (PIN) 2016. Program yang digadang-gadang mencegah agar anak-anak Indonesia tidak tertular virus polio dan memastikan Indonesia bebas Polio.

Cara terbaru kaum antivaksin ini dengan mengedarkan gambar bungkus vaksin polio yang bertuliskan "pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi" di media sosial. Bagi kebanyakan orang Indonesia yang mayoritas Muslim sangat sensitif sesuatu yang berbau babi.

Vaksin Polio Tetes yang digunakan pada pekan imunisasi nasional 2016

Nah, agar tidak menjadi fitnah dan salah pemahaman, perlu diluruskan ya. Gambar bungkus vaksin polio yang beredar di medsos dengan tulisan "pada proses pembuatannya bersinggungan dengan bahan bersumber babi" itu jenis vaksin polio suntik. Itu tidak digunakan pada saat PIN 2016 ini. Karena yang Vaksin Tetes. 



PIN Polio 2016 menggunakan vaksin tetes dengan ciri pada bungkus bertuliskan "Oral Polio Vaccine" produksi Biofarma. Tidak ada tulisan apapun terkait bahan bersumber babi.

Lagi pula, Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi mendukung program imunisasi di Indonesia, termasuk PIN Polio 2016. Silakan baca deh fatwa MUI Nomer 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi yang ditetapkan pada 23 Januari 2016.

Oleh sebab itu, mari kita dukung himbauan agar membawa anak-anaknya usia 0 sd 59 bulan ke Pos PIN terdekat pada tanggal 8-15 Maret 2016. 

Sabtu, 05 Maret 2016

, , ,

Bertanya baik-baik kok Dikatai "Orang Gak Tahu Aturan"

Tidak banyak orang pernah datang ke kantor Kementerian Sekretariat Negara, wilayah ring satu komplek kantor kepresidenan. Meski sudah lama di Jakarta dan PNS, saya termasuk orang yang belum memasuki area kantor Setneg.

Saya sengaja berangkat lebih pagi agar punya kesempatan mencari tempat acara dan tidak terlambat acara "Indonesia Data Driven Journalism" yang digelar Kantor Staf Presiden di Gedung Krida Bakti Setneg Jakarta.

Dalam undangan tertulis tempat acara di Jalan Veteran No. 12. Saya menyusuri jalan veteran dari arah Masjid Istiqlal ke perempatan Harmoni. Ternyata pintu masuk ke Setneg melalui jalan hayam wuruk. Memasuki gerbang, saya bertanya pada penjaga dengan seragam TNI. Dengan ramah, 3 petugas menyampaikan bahwa Gedung Krida Bakti beralamat di Jalan Veteran 3. Petugas memberikan petunjuk singkat bagaimana saya bisa ke tempat tujuan.

Saya keluar gedung Setneg menuju perempatan harmoni, belok kanan kemudian belok ke kanan lagi arah Veteran 3.  Karena komplek Setneg di sebelah kanan, saya mencoba berhenti di depan gerbang masuk. Saya berniat tanya petugas di pos jaga. Sejurus kemudian portal otomatis terbuka, seorang petugas mendekati.



"Pagi Pak, apakah disini ada gedung Krida Bakti?
"Apa?", petugas bertanya. Tak ada salam, raut wajahnya datar.
"Gedung Krida Bakti?"
"Salah. Sana, sana", tangannya menunjukkan arah seberang jalan.

Ia mulai berlalu kembali ke pos. Saya masih bingung arah yang ditunjukkan petugas itu. Saya masih diam tak bergerak. Dari arah dalam, seorang lelaki berpakaian serba hitam mendekati.

"Ada apa?," tanyanya kepada petugas yang tadi. Sambil wajahnya memperhatikan saya dan mobil yang saya kendarai.
"Tanya krida Bakti," jawab petugas.
"Ohh, orang gak tahu aturan," jawabnya ketus.
"Maaf, maaf pak. Saya hanya tanya gedung Krida Bakti Setneg"

Mereka berlalu begitu saja memasuki gerbang. Saya bingung, apa salah saya sehingga mendapat respon tak ramah. Malah dikatai "orang gak tahu aturan". Di tengah kebingunan, saya perlahan memundurkan kendaraan kemudian melaju pelan menyeberang ke sebelah kiri.

Tak jauh saya menepi lagi bertanya seseorang di pinggir jalan. Ternyata dia juga sedang mencari gedung griya bakti. Setelah bertanya kepada orang yang sedang duduk, kami mendapatkan kejelasan. Saya kebablasan. Perlahan saya memundurkan kendaraan dan masuk gedung Krida Bakti.
Dua orang petugas keamanan mengucapkan salam dan menanyakan keperluan. Saya jelaskan dengan menunjukkan undangan. Dua petugas mengarahkan ke tempat parkir gedung Krida Bakti. Ternyata letak gedung itu di seberang komplek kantor setneg, bersebelahan dengan komplek kantor Ditjen PAS, Kumham.

Ternyata yang salah tempat tidak hanya saya. Dari cerita undangan lain yang sebenarnya sudah beberapa kali ke Setneg, juga salah masuk.
Saya mencoba cari sebab mengapa saya salah alamat (dan juga orang lain). Bisa jadi itu karena undangan tertulis kantor Setneg jalan veteran no. 12, faktanya pintu masuk gedung krida Bakti di jalan veteran 3.

Tapi ya sudahlah, ujung pangkal penyebab karena saya belum pernah datang ke komplek kantor Setneg. Tapi yang saya masih bingung hingga sekarang, apa salah saya ya? Wong bertanya baik-baik kok dikatai "orang gak tahu aturan".
Aduh!

Jumat, 04 Maret 2016

, , , ,

Himbauan Menkes: Jangan Tatap Langsung Gerhana Matahari Total

Menteri Kesehatan Nila Moeloek menghimbau masyarakat tidak menatap langsung matahari saat terjadi Gerhana Matahari Total (GMT). Pada GMT, sinar matahari akan terhalang sehingga suasana seperti mendung hingga gelap. Namun meski matahari tertutup bulan, sinar ultra violet (UV) yang terdapat dalam sinar matahari tetap ada.

“Cukup lihat pantulannya saja, atau gunakan kacamata yang benar-benar anti ultraviolet. Hati-hati, karena kacamata berwarna hitam, belum tentu memiliki anti ultraviolet”, himbau Menkes pada acara Rapat Kerja BPOM di Lombok (29/2).

Professor mata itu menjelaskan pupil mata akan membesar saat menatap ke arah GMT sehingga sinar ultraviolet akan masuk ke dinding retina (macula). Keadaan ini dapat menyebabkan kerusakan pada retina mata bahkan mengalami kebutaan.
Bila tidak ingin kehilangan momen ini, masyarakat dapat menyiapkan alat filter atau kacamata khusus. Sehingga momen puncak yang berlangsung sekitar 3 menit ini dapat disaksikan dengan aman dan nyaman.

Gerhana Matahari Total (GMT) diperkirakan terjadi pada pagi hari tanggal 9 Maret 2016. Fenomena langka ini terakhir terjadi di Indonesia pada tahun 1988. Kejadian ini membuat masyarakat dunia terutama di Indonesia memiliki antusias yang besar untuk melihat langsung kejadian  tersebut.
Masyarakat Indonesia dapat menyaksikan proses terjadinya gerhana matahari total, khususnya di Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara.

Kamis, 03 Maret 2016

, , ,

Memahami Secara Jernih Kebijakan Pemerintah Soal Jaket Anti Kanker Warsito

Sebagian orang masih mempertanyakan kebijakan Pemerintah terhadap penggunaan Electro-Capacitive Cancer Therapy (ECCT) untuk terapi kanker. Bahkan pemberitaan media menyajikan berita yang berpotensi menggiring opini seolah Kementerian Kesehatan menjegal inovasi anak bangsa. Sebuah kebijakan Pemerintah tidak selalu bisa menyenangkan semua pihak. Tetapi pastinya kebijakan Pemerintah dikeluarkan setelah mempertimbangkan banyak aspek, mendengarkan banyak pihak dan didasarkan kepada kepentingan umum masyarakat.



Menyelesaikan persoalan ECCT atau lebih populer disebut “jaket anti kanker warsito” ini memang bukan perkara sederhana. Ada pilihan-pilihan sulit yang harus ditentukan dan diantaranya harus diputuskan. Bagaimana sesungguhnya keputusan Pemerintah terhadap ECCT untuk terapi kanker ini seperti tersiarkan melalui konferensi pers tanggal 3 Februari 2016 di Kantor Kementerian Kesehatan, Kuningan Jakarta. Secara garis besar disampaikan bahwa (1) Hasil evaluasi Tim review yang terdiri dari Kemenkes, Kemenristekdikti, LIPI dan KPKN menunjukan bahwa ECCT belum dapat disimpulkan keamanan dan manfaatnya; (2) Penelitian ECCT akan dilanjutkan sesuai standar pengembangan alat kesehatan dengan difasilitasi dan disupervisi oleh Kemenkes dan Kemenristekdikti melalui sebuah Konsorsium; (3) Pasien lama yang selama ini menggunakan ECCT akan diarahkan mendapatkan pelayanan standar di 8 rumah sakit pemerintah yang ditunjuk dan serta RS lain yang bersedia.


Yang perlu digarisbawahi adalah hasil review dikeluarkan bukan hanya atas nama Kementerian Kesehatan, tetapi Tim Review yang terdiri dari unsur Kementerian Kesehatan, Kemenristekdikti, LIPI dan Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN). Dan dalam kerjanya, Tim Review telah meninjau dokumen hasil penelitian ECCT yang dilakukan oleh PT Edwar Technology bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi. Selain itu, tim Review juga telah mendengarkan pihak-pihak berkompetensi teknis yang pro maupun kontra ECCT sebagai terapi kanker.

Pertanyaannya, bagaimana Pemerintah mengambil kebijakan untuk mendukung dan melanjutkan penelitian ECCT sesuai kaidah penelitian yang baik? Seperti disampaikan diawal tulisan, menjawab pertanyaan ini tidak sesederhana yang dikira. Tetapi dari kaca mata penulis, sekurangnya ada tiga perspektif yaitu iptek, medis dan sosial. Dari kaca mata iptek, ECCT temuan doktor warsito merupakan inovasi dan penemuan baru yang harus didorong untuk memberikan solusi atas permasalahan kesehatan sekaligus peningkatan daya saing bangsa Indonesia. Di berbagai kesempatan Menteri Kesehatan Nila Moeloek dan Menristekdikti Muhammad Nasir menegaskan dukungannya atas inovasi anak bangsa ini. Bahkan di hadapan beberapa orang pengguna ECCT, Menkes juga menyampaikan dukungan atas penelitian ECCT untuk terapi kanker dan inovasi lain di bidang kesehatan. Pendek kata, dalam perspektif iptek tidak perlu diperdebatkan kembali bahwa ECCT sebagai sebuah inovasi harus terus didukung dan dikembangkan.

Pertanyaan selanjutnya, apakah saat ini ECCT dapat dijadikan sebagai alat kesehatan untuk terapi kanker? Dalam perspektif medis, sebuah alat kesehatan atau obat dapat digunakan atau diberikan kepada pasien jika sudah terbukti manfaat dan keamananya. Bagi masyarakat umum, cara paling mudah membuktikan manfaat dan keamanannya pada ada tidaknya izin edar dari Pemerintah. Untuk mendapatkan izin edar, sebuah alat harus memenuhi syarat cara pembuatan yang baik (good manufacturing practice) dan bukti klinis sesuai indikasinya. Dalam pembuktian klinis tiada cara lain kecuali melalui penelitian standar mencakup uji pra klinik dan uji klinik. Hingga saat ini, ECCT belum melewati tahap standar uji pra klinik dan uji klinik sehingga belum dapat disimpulkan manfaat dan keamanannya sebagai alat kesehatan terapi kanker. Tidak hanya di Indonesia, di negara lain misalnya Amerika Serikat, alat kesehatan serupa ECCT pun juga melewati tahapan uji pra klinik dan uji klinik.

Dari perspektif sosial, ECCT telah terlanjur digunakan pada manusia yang dimaksudkan untuk menyembuhkan pasien dari penyakit kanker. Tidak sedikit penderita kanker yang mengaku membaik bahkan sembuh setelah menggunakan ECCT yang dibuat seperti jaket, helm atau selimut. Yang menarik, selain menggunakan ECCT mereka juga bersamaan melakukan upaya lain seperti pengobatan medis, herbal dan lain-lain. Artinya juga belum dapat dipastikan bahwa kondisi membaik penyakit kankernya disebabkan penggunaan ECCT atau kombinasi dari berbagai macam upaya pengobatan itu. Sementara itu, banyak pula ditemukan pasien yang kondisinya mengalami perburukan setelah menggunakan ECCT. Perlu diketahui meski berbalut riset, setiap penderita kanker yang menggunakan ECCT harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 15 juta.

Dengan sekurangnya pertimbangan tersebut diatas, Pemerintah mengambil kebijakan mendukung dan memfasilitasi penelitian ECCT agar dapat terbukti aman dan manfaat digunakan dalam terapi kanker. Sementara itu, pasien lama yang selama ini menggunakan ECCT diarahkan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar di Rumah Sakit. Inilah pilihan keputusan terbaik yang dilakukan Pemerintah dalam menjalankan kewajibannya melindungi masyarakat dan sekaligus memfasilitasi berbagai inovasi anak bangsa, termasuk ECCT “jaket anti kanker” temuan Doktor Warsito.

Rabu, 02 Maret 2016

,

Indonesia Tidak Takut MEA

Sejak ayam berkokok pagi buta pada tanggal 1 Januari 2016, pada saat itu pula berlaku pasar bersama kawasan ASEAN dinamakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Tahu kan?

Untuk informasi saja, ada 8 profesi yang terkena kebijakan pasar bebas yang kebetulan tertuang dalam ASEAN Mutual Recognition Arrangement (MRA). Itu artinya sekurangnya 8 profesi ini harus bisa bersaing dengan tenaga asing dari ASEAN. Jadi kalau kamu, termasuk 8 profesi ini, jika tidak mampu atau kalah bersaing, maka bersiaplah untuk tidak bekerja, karena tenaga asing bisa merebut porsi kerja yang lowong. Nah inilah 8 profesi itu;


  1. Insinyur; mulai dari insinyur mesin, geodesi, teknik fisika, teknik sipil, dan teknik kimia, dll.
  2. Arsitek; meliputi interior, lingkup bangunan, lingkup kompleks bangunan, sampai dengan lingkup kota dan regional.
  3. Tenaga Pariwisata; cakupan bidangnya luas, misalnya bidang maskapai penerbangan (agen tiket, pilot, pramugari, katering, dan lain-lain). Bisa juga bidang perhotelan (manager hotel, room service, controller, akuntan, dll) dan lain-lain.
  4. Akuntan; diantaranya akuntan publik, akuntan intern, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidikan.
  5. Dokter Gigi; dokter gigi bertugas untuk melakukan pencegahan kerusakan dan penyakit pada gigi dan mulut. 
  6. Tenaga Survei; tenaga survei yang ahli dalam bidang pengukuran bumi, dalam hal ini pengukuran tanah ataupun darat.
  7. Praktisi Medis; jangan heran bila nanti kamu bertemu dokter dan dokter gigi asing di Rumah Sakit Indonesia.
  8. Perawat; selain dokter dan dokter gigi, perawat juga memiliki kesempatan kerja di seluruh negara ASEAN. 
Jadi buat kamu yang termasuk 8 profesi ini, harus bersiap-siap menambah kompetensi diri, dan juga harus mulai berpikir untuk go-international, setidaknya di negara-negara Asean.Bagaimana menurutmu, siap atau khawatir? Sebagai gambaran, kalau di Eropa konon negara yang lebih maju seperti Belanda, Jerman, Perancis mengalami kekhawatiran berlaku European Union. Mereka takut kebanjiran tenaga kerja terampil dari Italia, Portugal dan Eropa Timur.

Bagaimana dengan Indonesia ya? Takut atau peluang? Seorang kawan berpendapat bahwa Indonesia tidak pernah khawatir apalagi takut menghadapi MEA. Wow, hebat sekali kan! Iya, Indonesia tidak pernah khawatir apalagi takut, karena tidak tahu apa yang akan terjadi, begitu katanya.

Mari tersenyum hadapi MEA, saudara!

Selasa, 01 Maret 2016

,

Pamit kok Gitu?

"Selamat pagi, saya mhn ijin undur diri dr grup ini.  Mhn maaf jika ada hal2 yg kurang berkenan. Tks atas kebersamaan selama ini. Salam ceria."

Sebuah pesan muncul di grup WhatsApp yang saya ikuti. Sedetik kemudian muncul tulisan "left", si penulis pesan keluar grup. Ia tak menunggu respon pesan dari puluhan anggota grup lain. Pamitannya belum mendapatkan " selamat jalan". Permintaan maaf pun belum diberikan maaf oleh penghuni grup lain. Ia telah kabur, sebelum pamitannya tuntas.

---

Sering kita lupa, media sosial itu maya dunia-nya tetapi nyata dunia-nya. Sungguh bijak pepatah; datang nampak muka, pergi nampak punggung.

Sewajarnya, jika kita pamit akan ada orang yang kehilangan. Jika kita ucapkan terima kasih, ada orang yang terima ucap kasih. Jika kita meminta maaf, ada juga yang memaafkan. Luangkan waktu sejenak membaca itu semua di grup yang dipamiti.

Atau jika memang kita hanya formalitas pamit, terima kasih dan minta maaf, bisa jadi diantara banyak anggota grup masih ada yang sebenarnya kehilangan, tulus terima kasih dan meminta maaf selama berinteraksi dengan kita di grup.

Alangkah indahnya jika bersaudara dan bersahabat, meskipun dalam sebuah grup WhatsApp.

,

Tak Pernah Mati

Saat banyak media cetak gulung tikar, The New Day justru baru lahir. Inilah surat kabar harian pertama di Inggris dalam 30 tahun terakhir. Selama kurun waktu 3 dekade ini, tidak ada surat kabar harian baru yang muncul di Inggris. Harian yang saat ini ada telah berdiri sejak 30 tahun lalu, itu pun sudah banyak yang gulung tikar atau beralih ke daring (online).

Redaksi menyebut The New Day bukan koran biasa. Foto, grafis dan warna menarik perhatian. Gaya tulisan pendek, berita feature-nya tidak panjang dan foto-fotonya cukup besar. Layout dibuat seperti poster yang menghabiskan halaman depan hingga belakang. Pembaca dimudahkan dengan grafis yang mudah dicerna.

The New Day seakan ingin membuktikan bahwa koran tak pernah mati. Bagaimana dengan koran Indonesia?