Tampilkan postingan dengan label reputasi rumah sakit. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label reputasi rumah sakit. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 30 September 2017

, ,

Setnov dan Reputasi Rumah Sakit

Sekali lagi, Setya Novanto membuktikan kesaktiannya. Ketua Umum Partai Golkar ini benar-benar licin melebihi belut, lolos berkali-kali dalam jeratan hukum. Setnov, panggilan akrabnya, memenangi pra peradilan kasus E-KTP yang disangkakan kepadanya, kemarin (29/9/2017) Artinya, status tersangka yang ditetapkan KPK kepada Ketua DPR itu pun gugur.

Lolosnya Setnov sebagai tersangka mengukuhkan "saktinya" politisi Golkar tersebut. Sebelum kasus E-KTP, sudah tiga kali Setnov lolos dari jerat kasus hukum sejak kasus Bank Bali tahun 1999.

Sebenarnya saya tidak ingin mengulas kasus hukum Setnov, melainkan reputasi rumah sakit. Namun sayang, masih terkait Setnov.

Dua hari sebelumnya, foto politisi kawakan ini juga membuat heboh media sosial dan media massa. Foto dirinya yang terbaring di tempat tidur dengan berbagai alat medis sebuah rumah sakit beredar viral. Banyak berita media massa dan perbincangan media sosial mengungkap empat hingga tujuh kejanggalan foto setnov yang sedang dirawat itu.

Kejanggalan yang paling disoroti adalah Elektrokardiogram (EKG) yang berada di sisi kanan atas tempat tidur Setnov menampilkan grafik terlihat datar. Padahal dalam keadaan terpasang, EKG menampilkan grafik yang bergelombang. Sementara angka 90 pada layar menunjukkan nadi yang normal.

Perguncingan bernada perundungan merebak adanya dugaan kebohongan dalam kasus sakitnya Setnov. Ia dituduh pura-pura sakit untuk menghindari pemeriksaan dan penyidikan KPK. Publik bertanya, jika Setnov pura-pura sakit, apakah dokter atau Rumah Sakit terlibat?

Pertanyaan itu hingga saat ini tidak terjawab. Pertanyaan itu perlahan menguap seiring munculnya "kesaktian" Setnov menghadapi kasus hukum dan politik. Nah, sekarang kita bicara reputasi rumah sakit. Akankah kasus foto setnov ini berpengaruh pada reputasi Rumah Sakit dimana ia rawat?

Menjawab pertanyaan diatas harus dimulai dari sosok sumber. Melihat kedudukan, jabatan dan kasus hukumnya, Setnov merupakan tokoh dengan tingkat kepercayaan publik yang rendah. Dengan kata lain, publik akan sulit percaya apa pun ucapan atau tindakan orang dengan reputasi rendah. Apa pun yang dikatakan atau dilakukan pihak Setnov akan dianggap salah dan buruk.

Demikian juga dalam kondisi sakitnya Setnov yang terjadi setelah ditetapkan tersangka oleh KPK, sejak awal publik meragukannya. Persepsi ini menemukan pembenaran saat viral beredar foto Setnov yang sedang dirawat dengan berbagai kejanggalannya. Kukuh sudah opini publik, Setnov pura-pura sakit.

Dalam hal pura-pura sakit itu, apakah Setnov bisa sendiri? Tidak ada yang membantu? Begitu pikir publik. Tentu tidak. Dalam foto itu, Setnov terbaring di ranjang rumah sakit dan dengan alat medis rumah sakit. Jangan-jangan oknum Rumah Sakit terlibat dalam sakit pura-pura Setnov, begitulah persepsi publik.

Ketidakpercayaan publik atas sakit Setnov dapat dilihat dengan langkah KPK. Lembaga anti rasuah itu menyurati IDI agar melakukan pemeriksaan kesehatan (second opinion) kepada Setnov. Persepsi lain muncul, KPK lembaga terpercaya itu mulai ragu dengan kondisi sakit Setnov. Kita tahu, publik lebih percaya KPK dari pada institusi lain. Jangankan kepada DPR, atau Setnov, publik lebih percaya KPK daripada institusi rumah sakit.

Apa yang dilakukan RS tempat Setnov dirawat? Sampai saat ini, saya belum menemukan tanggapan rumah sakit. Memang ada dua pilihan bagi rumah sakit; menanggapi atau membiarkan kasus ini menghilang sendiri.

Pilihan membiarkan biasanya dengan alasan menyangkut rahasia pasien. Atau memang pandangan,"biarkan saja, nanti juga hilang sendiri". Bisa jadi RS tidak mau repot. Atau, RS juga bingung dan tidak tahu bagaimana menanggapi. Apalagi menyangkut "orang besar" dan "sakti".

Jika pilihan RS menanggapi isu ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Yang pertama, rahasia kedokteran atau rahasia medis pasien. Jangan sampai, tanggapan RS melanggar kewajiban menjaga rahasia kedokteran. Kedua, kewenangan penegak hukum dalam pengecualian dari kewajiban menjaga rahasia kedokteran. Ketiga, sosok pasien yang merupakan tokoh dengan segala atribut dan sorotan publik, sehingga memerlukan lebih kehati-hatian. Keempat, tanggapan dimaksudkan untuk mempertahankan kepercayaan publik atas rumah sakit. Kelima, tanggapan bersifat meluruskan disinformasi dan bagian dari edukasi publik. Keenam, tanggapan RS sebagai strategi pemasaran.

Tidak dipungkiri bahwa kasus foto Setnov ini akan segera menghilang dari pemberitaan. Sayang sekali, Google mempunyai loker yang kuat dan besar sehingga file foto Setnov dengan alat medis itu akan tersimpan rapi. Demikian juga ingatan pasien atas layanan rumah sakit akan mudah di-recall saat terjadi hal dan pelayanan rumah sakit yang tidak menyenangkan.

Jangan salahkan jika nanti ada yang bilang,"ohh, rumah sakit tempat Setnov pura-pura sakit itu ya?" . Atau ketika ada masalah antara RS dengan pasien, kemudian pasien itu tidak percaya apa yang disampaikan RS. Kenapa? Karena kepercayaan RS kita tergerus. Akankah kita mudah percaya ucapan orang yang reputasinya rendah? Demikian juga RS dengan reputasi dan kepercayaan rendah, semakin berat bagi RS menghadapi masalah sesungguhnya di kemudian hari.

Saran saya, jika rumah sakit anda menghadapi kasus yang sebanding dengan kejadian Setnov apalagi lebih besar, Rumah Sakit sebaiknya memberikan tanggapan dan pelurusan informasi kepada publik tanpa melanggar ketentuan rahasia kedokteran/pasien. Namun patut dicatat, tanggapan itu harus memperhitungkan kecepatan, ketepatan dan momentum.

Pada akhir tulisan, saya kutipan survei kecil di akun Twitter saya @anjarisme dalam 2 jam ini:

Menurut anda foto ini berpengaruh terhadap reputasi rumah sakit nggak? Retweet jika "Berpengaruh", dan Like jika "Tidak Berpengaruh". Tks

Dari 81 followers yang memberikan tanggapan, sebanyak 76 followers meretweet, menyatakan "berpengaruh" dan 5 followers melike, "tidak berpengaruh". Dengan kata lain, dari 81 d responden sebanyak 94 persen mengatakan isu foto Setnov berpengaruh terhadap reputasi rumah sakit. Ehm!