Tampilkan postingan dengan label Kesehatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kesehatan. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 November 2015

, ,

HARI HARAPAN KESEHATAN NASIONAL #HKN51

Selamat pagi! Apa kabarmu hari ini? Alhamdulillah, Sehat ya.

Hari ini, Hari Kesehatan Nasional. Sudah 51 tahun, 12 November diperingati sebagai Hari Kesehatan Nasional (HKN).

Kemarin, 1 hari menjelang HKN, telah meninggal dunia dalam masa baktinya dr. Dionisius Giri Samudra. Dokter intersip ditempatkan di RSUD Cendrawasih Kep. Aru yang letaknya pun sulit dicari di peta. Pemerintah, profesi dokter, tenaga kesehatan dan kita semua berduka cita mendalam atas wafatnya satu lagi “Pahlawan Kesehatan”. 

Menangis sedih itu boleh, tapi tak perlu meratapi. Sebaliknya wafatnya dr Andra,“Pelayanan Kesehatan Masyarakat”, ini harusnya menjadi inspirasi bagi dokter, tenaga kesehatan, pemerintah dan masyarakat Indonesia. Inspirasi pengabdian bagi profesi kesehatan. Inspirasi bagi kita semua, apa yang kita lakukan untuk menjaga, memelihara dan memperjuangkan kesehatan kita? 

Layaknya sebuah peringatan atau hari ulang tahun, kita harapan sebelum meniup lilin. Oleh sebab itu, pada Hari Kesehatan Nasional ini mari kita panjatkan harapan (make a wish), Harapan Kesehatan. Harapan itu bisa untuk kesehatan diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa Indonesia. 

Kita bisa berharap dalam hati. Kita pula bisa mengekspresikan harapan itu. Bisa melalui status Facebook, kicauan Twitter, jepretan foto Instagram, broadcast BBM atau Whatsapp, postingan di blog dan dimana saja. Tulislah harapan kesehatan itu dengan tanda pagar ‪#‎HKN51‬. Melalui twitter, kaitkan harapanmu ‪#‎HKN51‬ pada akun @PuskomDepkes yang akan menebarkannya kembali.

Biarkan orang lain membaca harapan itu, biarkan dunia maya mencatat harapan kesehatan itu. Mari kita jadikan hari ini, Hari Kesehatan Nasional, menjadi Harapan Kesehatan Nasional ‪#‎HKN51‬. Siapa tahu harapan kesehatan kita, menginspirasi orang lain. Dan berharap kuat, harapan kesehatan kita menjadi kenyataan di tahun berikutnya.

Apa harapanmu di Hari Kesehatan Nasional ‪#‎HKN51‬ ini?

Kamis, 21 Mei 2015

, , , , , , , , , ,

Asapmu Membunuh Orang-Orang di Sekitarmu

Jutaan orang Indonesia terancam terkena kanker akibat paparan asap rokok. Ike Wijayanti (37 tahun) tidak pernah merokok, tetapi paparan asap rokok di tempat kerja menyebabkan ia menderita kanker tenggorokan.

“Saya kehilangan suara saya,” ungkapnya dengan tulisan kapur di papan tulis. Ibu dua anak asal Surabaya itu membenahi posisi jilbabnya untuk menutup lubang menganga di lehernya yang sempat selintas terlihat. “Berhentilah merokok, asapmu membunuh mimpi-mimpi orang di sekitarmu,” nasehat Ike dengan suara nyaris tidak terdengar jelas. Tatapan matanya menyiratkan beban penderitaan.

Itulah gambaran nyata bahaya perokok pasif yang tersaji dalam iklan layanan masyarakat (ILM) yang diproduksi oleh Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan World Lung Foundation. ILM ini bertujuan menyadarkan masyarakat Indonesia akan bahaya paparan asap rokok. Penayangannya secara serentak di berbagai stasiun televisi nasional, radio dan media daring selama dua minggu.

“Jumlah perokok di Indonesia mencapai 53,7 juta orang. Oleh karenanya, melalui kampanye ini kita sadarkan masyarakat tentang bahaya paparan asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif,” kata dr. Untung Suseno Sutarjo M. Kes., Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI pada saat konferensi pers, Jumat (22/5) di Kantor Kementerian Kesehatan Jakarta.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sekitar 95 juta orang di Indonesia terpapar asap rokok. Lebih dari 40.3 juta anak Indonesia usia 0–14 tahun telah menjadi perokok pasif. Padahal paparan asap rokok yang banyak ditemukan di berbagai tempat umum tersebut memiliki efek negatif yang sama bahayanya jika dibandingkan dengan seorang perokok aktif. Bahkan menurut buku The Tobacco Atlas yang diterbitkan oleh American Cancer Society dan World Lung Foundation, paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru-paru sebesar 30% dan sebesar 25% penyakit jantung koroner.

Penelitian Global Adult Tobacco Survey (GATS) yang dilakukan pada tahun 2008–2013 juga menunjukkan data tentang persentase prevalensi paparan asap rokok terhadap orang dewasa di Indonesia. GATS juga mencatat lebih dari 85% orang dewasa Indonesia terkena paparan asap rokok di rumah, lebih dari 78% di tempat makan, dan lebih dari 50% di tempat kerja.

“Kami mengapresiasi kerja keras Pemerintah Indonesia dalam kampanye bahaya asap rokok di media massa nasional sejak tahun 2014. Melalui kampanye ini, kami juga mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam kebijakan pengendalian bahaya produk tembakau bagi kesehatan," ujar Peter Baldini, Chief Executive World Lung Foundation.

Terkait kebijakan bebas dari bahaya rokok, Indonesia telah menyusun berbagai peraturan yang mengatur perlindungan terhadap masyarakat akibat bahaya paparan asap rokok. Salah satunya, penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai tempat umum maupun tempat kerja. Menurut The Tobacco Atlas, hingga saat ini larangan merokok di dalam ruangan dapat mengurangi sebanyak 2% - 6% prevalensi merokok.

Senin, 27 April 2015

, , , , , ,

6 Fakta Menepis Rumor Imunisasi

Ketika berangkat morning briefing, tak sengaja saya menemukan leaflet "Fakta Imunisasi" pagi ini. Leaflet imunisasi ini saya temukan di meja ruang tamu resepsionis, di depan ruang pers. Karena begitu penting dan bersamaan dengan minggu peluncuran Pekan Imunisasi, alangkah baiknya saya bagikan kepada anda.

Inilah 6 fakta menepis rumor imunisasi, yaitu :
Rumor #1. katanya, dr. Wakefield membuktikan kalau vaksin MMR menyebabkan autisme.

Faktanya, Wakefild juga bukan ahli vaksin. Ia dokter spesialis bedah. Penelitian Wakefield tahun 1998 hanya menggunakan sampel. Setelah diaudit oleh tim ahli terbukti bahwa Wakefield memalsukan data sehingga kesimpulannya salah. Ini sudah diumumkan di majalah British Medical Journal pada Februari 2011. Banyak penelitian lain oleh ahli vaksin di banyak negara menyimpulkan bahwa Autis tidak disebabkan oleh vaksin MMR.
Rumor #2. katanya, Etil Merkuri pada vaksin tidak aman, karena zat kimia ini berbahaya yang dapat merusak otak.

Faktanya, jumlah total etil merkuri pada vaksin sekitar 2 mcg/kgbb/minggu, jauh dibawah ambang batas aman yang ditetapkan WHO yaitu 159 mcg/kgbb/minggu. Ini berarti kandungan etil mercuri pada vaksin masih aman.
Rumor #3. katanya, vaksin yang dipakai di Indonesia buatan negara asing. 

Faktanya, vaksin untuk imunisasi di Indonesia buatan BUMN yaitu PT Biofarma Bandung dengan 98% karyawan muslim. Proses penelitian diawasi ketat dari ahli vaksin BPOM dan WHO. Vaksin buatan Indonesia ini juga diekspor ke 120 negara, termasuk 36 negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam seperti Iran dan Mesir.
Rumor #4. katanya, imunisasi hanya diprogram pada negara muslim dan miskin agar menjadi bangsa yang lemah.

Faktanya, 194 negara baik negara maju, negara non muslim dan negara dengan status ekonomi tinggi juga melakukan imunisasi. Ternyata bangsa-bangsa tersebut dengan cakupan imunisasi tinggi justru lebih sehat dan kuat.
Rumor #5. katanya, banyak artikel di buku, tabloid dan milis mengatakan bahwa Amerika banyak kematian bayi akibat vaksin.

Faktanya, bahwa bahwa pada periode tahun 1991-1994 di Amerika telah terdapat 38.787 Laporan Kejadikan Ikutan setelah/paska Imunisasi (KIPI) yaitu nyeri, merah, bengkak, demam, pusing dan muntah. Penulis artikel menafsirkan angka tersebut menjadi angka kematian bayi. Sebenarnya, dengan angka KIPI mencapai 0,9 persen tersebut, Amerika tidak menghentikan vaksinasi. Sebaliknya mempertahankan cakupan imunisasinya lebih besar dari 90 persen penduduk AS.
Rumor #6. katanya, ASI, GIZI, suplemen herbal dapat menggantikan imuniasi.

Faktanya, ASI, gizi dan suplemen herbal hanya memperkuat pertahanan tubuh secara umum. Jika jumlah kuman banyak atau ganas, perlindungan umum tidak mampu melindungi bayi. Ini berakibat cacat, sakit berat atau meninggal dunia. Imunisasi membentuk antibodi yang spesifik melawan kuman atau racun tertentu. Bekerja lebih cepat, efektif dan efisien mencegah penularan penyakit berbahaya.
Kesimpulannya, peneliti Imunologi dan Epideiologi membuktikan bahwa bayi balita yang tidak diimuniasi lengkap, tidak memiliki kekebalan spesifik kepada penyakit berbahaya. Mereka mudah tertular, menderita sakit, menularkan ke anak lain, terjadi wabah sehingga menyebabkan banyak kematian dan cacat.

Mari kita melihat data. Wabah polio 2005-2006 di Sukabumi. Akibat banyak bayi balita tidak diimunisasi Polio, beberapa bulan kemudian virus polio menyebar sampai Banten, Lampung dan Madura. akibatnya, 305 anak lumpuh permanen.

Wabah Campak 2010-2011, mengakibatkan 5.818 anak dirawat di rumah sakit dan 16 anak meninggal dunia. Wabah Difteri 2009-2011 di Jawa Timur akibatkan 816 anak dirawat di rumah sakit dan 54 anak meninggal dunia.

Apakah akan kita biarkan anak-anak kita cacat dan meninggal dunia disebabkan keenggan kita melakukan imunisasi?

Kamis, 15 Januari 2015

, , , ,

Setiap Orang Beresiko Sakit Jantung, Daftar JKN Ketika Masih Sehat

Kenapa orang dg usia diatas 40 tahun harus daftar #JKN @BPJSKesehatanRI disaat sehat?

Saya mendapat pesan melalui facebook berupa nasehat dokter spesialis jantung, dr Hananto Andriantoro (Direktur Utama RS Jantung Harapan Kita). Sangat penting! 
Berikut kutipan lengkapnya:

"Kepada pa Anjari Umarjianto dan semua teman yg saya mohon membaca posting saya sampai selesai. Saya menganjurkan untuk menjadi peserta BPJS saat masih sehat terutama laki laki dewasa usia diatas 40 tahun dengan faktor risiko penyakit jantung koroner.

Hal ini dikarenakan ada peraturan dari BPJS yg tidak pernah dikonsultasikan pada Rumah sakit bahwa kartu BPJS mulai berlaku 1 satu minggu setelah mendaftar menjadi peserta BPJS. Akibatnya banyak penderita serangan jantung akut tidak bisa dibayar BPJS jika mereka belum menjadi peserta BPJS.

Penanganan serangan jantung akut justru dilakukan pada jam jam pertama serangan, jika tidak tertangani akan berakibat buruk. Penanganan pada jam jam pertama serangan tidak bisa dibayar BPJS krn peraturan baru jika pasein tersebut belum menjadi peserta BPJS dan jika baru mendaftar saat serangan BPJS bisa membayar 1 minggu kemudian, sehingga penanganan pada jam jam pertama serangan tidak bisa dibayar BPJS.

Tolong di share informasi ini kepada siapa saja yg membaca postingan saya ini saudara akan membantu teman dan saudara kita jika terkena serangan jantung akut terima kasih..."

Senin, 15 Desember 2014

, , , , ,

Apakah Lesehan Sehat Patut Diproduksi Lagi?

Akhirnya sampai juga di tepian. Perjalanan 11 episode program televisi Lesehan Sehat harus tamat. Hari ini, Minggu (14/12) episode terakhir akan tayang jam 20.00 wib di TVRI Nasional. Episode terakhir mempunyai konsep berbeda karena merupakan ringkasan dari 10 episode sebelumnya. Selama sekitar 48 menit akan ditampilkan banyak pemain dan narasumber. Dalam episode pamungkas ini, ada tokoh yang selama ini di belakang layar, karena situasi "terpaksa" dihadirkan dengan tugas merangkum cerita Lesehan Sehat.

Acara televisi yang awalnya bernama Lesehan JKN ini dimaksudkan memberikan edukasi dan sosialisasi program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Konsep Lesehan Sehat (Lesehan JKN) adalah problem solving. Dengan kemasan situasi komedi dengan dialog sederhana masyarakat awam. Dari
dialog yang mengangkat masalah sehari-hari dalam pelayanan JKN, kemudian dijawab dengan solusi oleh tokoh-tokoh yang kebetulan langganan di warung Lesehan Sehat, milik Pak Husodo.

Pak Husodo sebagai peran utama di bantu adiknya Bekti mengelola warung lesehan. Dibantu Euis, pelayanan warung dan Ucok, si penjaga parkir. Tokoh-tokoh rekaan itu diupayakan merepresentasikan rakyat Indonesia. Terutama tokoh Husodo dan Bekti merupakan metamorfosis dari lambang Bhakti Husada, simbol pelayanan kesehatan juga Kementerian Kesehatan.

Dengan segala kekurangannya, berakhirnya program televisi Lesehan Sehat ini patut disyukuri. Sejujurnya banyak hal yang harus diperbaiki, pihak produser menyadari itu. Namun beberapa apresiasi secara personal yang disampaikan, mampu memberi energi semangat kepada produser, pemain dan semua awak. Ini program yang bermanfaat.

Tapi kami belum puas. Kami ingin mendapatkan lebih banyak saran pendapat. Oleh sebab itu, sudi kiranya Saudara semua memberikan masukan dan pendapatnya terhadap program Lesehan Sehat.

Menurut Saudara, apakah Lesehan Sehat patut diproduksi lagi pada tahun 2015? Apa alasannya?

Mohon menyampaikan pendapatnya pada kolom komentar dibawah ya. Kami amat sangat mengharap penilaian Saudara. Bagi yang belum pernah menonton atau ingin kembali nonton, saksikan episode terakhir Lesehan Sehat hari ini, Minggu (14/12) jam 20.00 wib di TVRI Nasional.

Kamis, 11 Desember 2014

, , , , , , ,

Ayo Ikut Aksi "Kesehatan untuk Semua" #HealthForAll

Sadarkah kita bahwa setiap tahun 1 miliar orang di dunia ini tidak mampu membayar dokter, tidak bisa menebus obat-obatan atau tidak dapat mengakses perawatan penting lainnya tanpa risiko mengeluarkan uang yang banyak?

Tahukah kita bahwa sekitar 81 persen orang Indonesia tak siap pembiayaan kesehatan dan kematian. Kira-kira 85 persen pasien jadi bangkrut gara-gara penyakit kanker.

Kita tentu sangat faham, orang yang terkena penyakit berat dengan mudah menjadikannya jatuh miskind alam waktu singkat.  Betapa tidak, penderita penyakit jantung harus menyiapkan uang antara Rp 75 juta hingga 300 juta demi mengobati penyakitnya. Penyakit stroke membutuhkan biaya pengobatan sekitar Rp 250 juta. Kanker memerlukan biaya pengobatan sekitar Rp 150 juta. Jangankan orang miskin yang pasti bangkrut, orang kaya pun bisa jatuh miskin disebabkan biaya pengobatan penyakit serius seperti itu.

Apa yang mesti kita lakukan? Apa aksi Dunia melihat kondisi seperti ini?

Pada 12 Desember 2012, Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) telah menyetujui adanya Cakupan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage). Jika dalam peta jalan Jaminan Kesehatan Nasional lebih dikenal dengan istilah Jaminan Kesehatan Semesta. Untuk itu, mulai Tahun 2014 ini, setiap 12 Desember, diperingati sebagai Universal Health Coverage Day (UHC day).

Untuk pertama kalinya, Universal Health Coverage Day sebagai bentuk komitmen atau koalisi global yang bersejarah menjadikan Jaminan Kesehatan Semesta sebagai dasar dan prioritas dalam  agenda pembangunan berkelanjutan seluruh bangsa di dunia.

Banyak diantara kita bertanya apa itu Universal Health Coverage? Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ketika Universal Health Coverage tercapai itu berarti bahwa setiap orang, dimana saja, memiliki akses ke pelayanan kesehatan yang berkualitas tanpa harus khawatir masalah pembiayaan.

Kita yakin bahwa Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan menjadi landasan pembangunan berkesinambungan dan keamanan dunia. Untuk itu, cara pembiayan dan pelayanan kesehatan harus diubah menjadi lebih merata dan efektif.

Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk kita tinggal diam. Saatnya setiap kita warga dunia, rakyat Indonesia, ambil bagian dalam pencapaian Universal Health Coverage di demi menyelamatkan nyawa setiap orang, memperkuat bangsa dan terjangkau di setiap Negara. Tekadnya adalah Health for All, Kesehatan  untuk Semua.

Sekurangnya ada 5 alasan mengapa kita harus ambil bagian dalam kampanye Kesehatan untuk Semua demi tercapainya Universal Health Coverage ini.\

(1) Karena tidak seorang pun harus menjadi miskin ketika sakit.

  • Sedikitnya layanan yang terjangkau, pusat layanan kesehatan yang berkualitas dapat memiskinkan keluarga dan membawa negara dalam kemiskinan.

  • 1 milyar orang tidak dapat mengakses layanan kesehatan dasar dan 100 juta orang menjadi miskin tiap tahun karena mencoba mengakses layanan yang mereka butuhkan.

  • 1/3 keluarga di Afrika dan Asia Tenggara harus meminjam uang atau menjual apa yang mereka miliki untuk membayar layanan kesehatan.


(2) Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage) itu dapat dicapai.

  • Lebih dari 70 negara, termasuk 30 negara termiskin di dunia, telah berhasil membuat undang-undang Jaminan Kesehatan, termasuk Indonesia.

  • Negara-negara yang telah menerapkan Jaminan Kesehatan mendapat keuntungan: masyarakat lebih sehat dan menguatnya perekonomian.

  • Tidak ada pendekatan “one-size-fits-all” pada Jaminan Kesehatan.

  • Setiap negara mempunyai cara masing-masing menuju kesehatan menyeluruh dan mecari cara baru untuk bertukar pengalaman untuk pembelajaran.


(3) Jaminan Kesehatan dapat membantu menghentikan pembunuh terbesar di dunia.

  • Populasi yang paling miskin dan terpinggirkan menanggung beban yang sebenarnya dapat dicegah, seperti kematian ibu dan penyakit seperti HIV / AIDS, TBC dan penyakit tidak menular (misalnya, kanker dan penyakit jantung).

  • Timbulnya krisis penyakit Ebola menggambarkan secara jelas perlunya penguatan sistem kesehatan.

  • Untuk melawan segala ancaman kesehatan, maka kita harus menjangkau masyarakat yang terkena dampak langsung.


(4) Kesehatan dapat mengubah masyarakat, perekonomian, serta bangsa

  • Setiap $1 yang diinvestasikan untuk kesehatan dapat meningkatkan pendapatan sekitar $9 - $20 sampai dengan 2035.

  • Uang yang dihabiskan untuk pengobatan tidak dapat digunakan untuk menyekolahkan anak, memulai usaha,  atau untuk keadaan darurat.

  • Kebijakan Jaminan Kesehatan dapat menciptakan sistem kesehatan yang kuat dengan dua manfaat utama, yaitu mengurangi beban masyarakat serta meningkatkan hubungan sosial di masyarakat dan produktivitas ekonomi.


(5) Kesehatan adalah suatu hak, bukan suatu pemberian

  • Akses layanan kesehatan yang berkualitas seharusnya tidak mengenal batas wilayah, kekayaan, suku/ras, jenis kelamin, ataupun usia.

  • Badan Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa derajat kesehatan yang tinggi adalah hak asasi manusia dan lebih dari setengah negara-negara di dunia telah memasukan hak terhadap kesehatan ke dalam undang-undang, baik kesehatan masyarakat maupun terhadap layanan kesehatan.


Ayo Bertindak. Setiap kita, siapa pun kita dapat berperan. Dan peran itu sangat penting. Sangat berarti. Ada 12 cara untuk memperingati hari Universal Health Coverage Day (UHC day), mendukung suksesnya kampanye Kesehatan untuk Semua.

  1. Tunjukan solidaritas. Bersama-sama dengan warga dunia lain menunjukan logo Universal Health Coverage Day di blog, website atau profil media sosial. Ikuti Twitter (@UHC_Day),  Facebook (Universal Health Coverage Day), dan website www.UniversalHealthCoverageDay.org

  2. Nyatakan dukungan Anda. Sampaikan dukungan terhadap UHC day melalui email, website dan media sosial.

  3. Buat trending topic #healthforall di Twitter. Semarakan hastag #healthforall dan ajak setiap orang bicara Universal Health Coverage atau Jaminan Kesehatan Semesta.

  4. Ajak jaringan dan kawan-kawan kita bergabung dengan gerakan Kesehatan untuk Semua ini.

  5. Kaitkan “Health for All” dengan isu lainnya yang menjadi perhatian kita. Dengan Jaminan Kesehatan Semesta, kita berjalan pada untuk mencapai tujuan bersama dalam memperkuat sistem kesehatan dan memastikan setiap orang mendapatkan pelayanan kesehatan dimanapun di seluruh dunia. Dengan keahlian kita di tempat bekerja, kita dapat membantu menjelaskan pentingnya Jaminan Kesehatan Semesta untuk memerangi penyakit berbahaya dan memperkuat pembangunan semesta.

  6. Gunakan virtual photo booth untuk dukung #healthforall. Buka UniversalHealthCoverageDay.org/photobooth untuk membuat gambar dengan tulisan “I SUPPORT #HEALTHFORALL” or “WE SUPPORT #HEALTHFORALL”. Kemudian tampilkan gambar itu di akun media sosial kita dan sampaikan bahwa mengapa kita mendukung Jaminan Kesehatan Semesta #HealthForAll serta ajak kawan-kawan kita membuat foto mereka sendiri seperti yang kita buat.

  7. Tunjukan sisi kemanusiaan pentingnya Jaminan Kesehatan Semesta. Ini bukan sekedar konsep, tetapi Jaminan Kesehatan Semesta memang diperlukan oleh seluruh dunia ini. Mari kita berbagi cerita atau gambar bagaimana banyak orang di dunia ini atau di Indonesia tidak terjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu. Ceritakan bagaimana orang yang terbantu biaya pengobatannya dengan Jaminan Kesehatan Nasional.

  8. Gunakan sharegraphics untuk mempromosikan kutipan penting tentang Jaminan Kesehatan Semesta.  Misalnya saja kutipan dari  Dr. Margareth Chan Direktur Jenderal WHO) bahwa Universal Health Coverage sebuah konsep yang sangat kuat yang pernah ditawarkan dalam kesehatan masyarakat”.

  9. Pentingnya turut mengumumkan tentang 12 Desember sebagai UHC day. Peringatan UHC day akan mengingatkan kita semua bahwa tercapainya Jaminan Kesehatan Nasional tidak hanya tugas Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Namun diperlukan kerjasama seluruh pemangku kepentingan termasuk setiap warga negara.

  10. Sampaikan pada media massa tentang pentingya Universal Health Coverage dan gerakan Kesehatan untuk Semua #HealthForAll

  11. Sampaikan dan ingatkan Pembuat Kebijakan di wilayah masing-masing untuk mendukung  Universal Health Coverage, melaksanakan Jaminan Kesehatan Semesta. Dalam konteks Indonesia, dorong Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah turut serta secara aktif dan bertanggung jawab atas suksesnya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

  12. Membuat kegiatan, seperti seminar, diskusi panel atau round table memperingati 12 Desember sebagai Universal Health Coverage day. Topik atau tema tertentu dapat disesuaikan yang terkait dengan pemangku kepentingan.


Bukan jamannya menjadi warga negara yang tidak peduli terhadap bangsanya, terutama pembangunan kesehatan. Itu tidak keren banget. Saatnya beraksi dan menjadi bagian menyukseskan Universal Heath Coverage/Jaminan Kesehatan Semesta. Saatnya kita berbuat demi keberhasilan Jaminan Kesehatan Nasional. Ayo ramaikan gerakan Kesehatan untuk Semua #HealthForAll. Sekarang!

*Referensi : www.UniversalHealthCoverageDay.org dan Kompas.com*

 

Kamis, 13 November 2014

, , , , ,

50 Tahun Pembangunan Kesehatan Indonesia

Perjalanan membangun kesehatan bermula sejak puluhan tahun lalu, ketika malaria masih menjangkiti banyak penduduk Indonesia dan menyebabkan ratusan orang meninggal dunia.

Pada 12 November 1964, upaya pemberantasan malaria dinyatakan telah berhasil dan hari itu diperingati sebagai Hari Kesehatan Nasional (HKN). Selanjutnya HKN diperingati setiap tahun untuk mendorong peningkatan pembangunan kesehatan masyarakat.

Awal dari perang melawan malaria tersebut adalah tahun 1959 ketika pemerintah membentuk Dinas Pembasmian Malaria, yang kemudian diubah menjadi Komando Operasi Pembasmian Malaria (KOPEM) pada Januari 1963. Pembasmian malaria dilakukan bersama oleh pemerintah, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) dan USAID dengan target malaria bisa hilang dari Bumi Indonesia pada 1970.

Upaya pembasmian malaria dilakukan dengan penyemprotan pestisida baru ketika itu, yakni Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane (DDT). Penyemprotan pestisida massal dilakukan di rumah-rumah penduduk di seluruh Jawa, Bali dan Lampung.

Presiden Soekarno secara simbolis melakukan penyemprotan pestisida untuk memberantas malaria pada 12 November 1959 di Desa Kalasan, sekitar 10 kilometer di sebelah timur Kota Yogyakarta. Kegiatan penyemprotan pestisida juga dibarengi dengan pendidikan atau penyuluhan kepada masyarakat. Lima tahun kemudian, sekitar 63 juta penduduk telah mendapat perlindungan dari penyakit malaria.

Era Pelita
Pada era Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I dari tahun 1969 sampai 1974, kesehatan nasional masih memprihatinkan. Setiap 1.000 bayi yang lahir hidup tiap tahun, 125 –150 di antaranya meninggal dunia.

Selama kurun waktu itu juga ada keberhasilan yang perlu dicatat dalam penanggulangan penyakit cacar. Vaksin kering yang dibuat oleh Prof. Dr. Sardjito bisa dibagikan ke sejumlah daerah di Indonesia untuk memberikan perlindungan terhadap penularan penyakit tersebut.

Pada Pelita II, masalah kesehatan masih banyak. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan ketersediaan sarana dan tenaga pelayanan kesehatan. Meski berbagai upaya telah dilakukan, selama Pelita III (1978-1983) kondisi kesehatan masyarakat masih memprihatinkan.

Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi. Namun, program Keluarga Berencana (KB) selama era ini maju pesat. Sejarah mencatat program KB berhasil mencapai akseptor 12,8 juta. Angka kelahiran turun dari 2,7 persen sebelum KB diluncurkan menjadi dua persen. Keberhasilan program KB di Indonesia juga menjadi kisah sukses yang tercatat dalam sejarah keluarga berencana di dunia menurut salah satu edisi Population.

Pada era ini pula bermula Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD), Posyandu dan Penyuluhan Kesehatan. Tahun 1993, pemerintah mulai menggalakkan Larangan Merokok. Produsen rokok harus mencantumkan tulisan bahaya merokok di kemasan produk.

Pemerintah juga berusaha menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan memperkenalkan obat generik kepada masyarakat guna meningkatkan akses terhadap obat. Tahun 1995 pemerintah mulai menjalankan Pekan Imunisasi Nasional untuk membebaskan anak-anak Indonesia dari penyakit polio dan sukses menggerakkan masyarakat untuk terlibat dalam upaya pemberantasan penyakit yang membuat anak-anak lumpuh layu itu.

Era Paradigma Sehat
Tahun 1998 hingga 2009 merupakan Era Paradigma Sehat dengan Visi Indonesia Sehat 2010. Selama era itu pemerintah berusaha mengubah paradigma berfikir. Upaya kesehatan yang semula diarahkan untuk menyembuhkan orang sakit dialihkan ke upaya pencegahan penyakit untuk membangun kesehatan mental, fisik, spiritual, lingkungan dan faktor pendukung lain.

Periode 2005- 2014, pembangunan kesehatan berjalan selaras dengan visi Kabinet Indonesia Bersatu, yaitu Indonesia yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan. Program-program yang dicanangkan antara lain Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkeskas); Desa Siaga, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kini, mulai 1 Januari 2014, seluruh program jaminan kesehatan dipadukan dalam program JKN yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Cakupan program jaminan kesehatan pun makin luas, tidak hanya mencakup penduduk miskin dan kurang mampu atau sakit sedikit jadi miskin.

Selama kurun 2005-2014, pemerintah juga bergelut dengan upaya penanggulangan penyakit Flu Burung, Imunisasi, pembangunan kesehatan Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), dan Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan (PDBK) dan Eradikasi Polio.Tahun 2014 Indonesia juga mendapatkan sertifikat Bebas Polio dari WHO, yang tahun 1974 memberikan sertifikat Indonesia bebas penyakit cacar.

Setelah 50 tahun
Apa yang telah dicapai pembangunan kesehatan dalam 50 tahun? Kebijakan publik yang berwawasan kesehatan termasuk di antaranya. Undang-undang atau peraturan di tingkat nasional telah berpihak pada kesehatan masyarakat.

Peraturan Pemerintah No.109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan menjadi salah satu kebijakan publik yang akan membawa dampak bagi perilaku merokok, demikian pula peraturan turunannya.

Selain itu terdapat Peraturan Menteri Kesehatan No.28 tahun 2013 mewajibkan pencantuman peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok. Lalu ada Peraturan Menteri Kesehatan No.30 tahun 2013 mewajibkan pengusaha gerai makanan memberi informasi akurat pada label mengenai kandungan gula, garam dan lemak.

Akses masyarakat terhadap obat pun meningkat dan untuk menjamin ketersediaan obat sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan pemerintah telah mengeluarkan aturan tentang ketersediaan obat melalui E-catalog obat generik. Pekan Imunisasi Nasional pun masih berlanjut untuk meningkatkan kekebalan bayi dan anak dari penyakit berbahaya.

Penanggulangan penyakit menular juga dilakukan lewat Penemuan Kasus Tuberkulosis (TB) dan Malaria untuk pengobatan yang komprehensif, dan peningkatan kesadaran akan penyebaran HIV bagi kaum muda. Pemerintah juga melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi penyakit-penyakit seperti kusta serta mengantisiapasi penyebaran virus baru seperti MERS-CoV yang dapat mempengaruhi rapor kesehatan bangsa. Di samping itu, pemerintah terus menggalakkan pelaksanaan upaya-upaya kesehatan promotif dan preventif.

Kabinet Kerja di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memperluas cakupan pelayanan kesehatan dalam jaminan kesehatan nasional lewat program Kartu Indonesia Sehat (KIS).

KIS menjangkau para penyandang masalah sosial dan orang-orang yang selama ini sering luput dari program-program jaminan pelayanan kesehatan. Selain itu anggaran sekurangnya lima persen dari anggaran negara akan dialokasikan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi dan Balita, pengendalian HIV dan AIDS, penyakit menular dan penyakit kronis.

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah terkait penyediaan akses pelayanan kesehatan bermutu dan jaminan pembiayaan kesehatan bagi masyarakat. Namun bagaimana pun, perjalanan 50 tahun pembangunan kesehatan patut disyukuri dan pastinya harus ditingkatkan demi Indonesia lebih sehat.

Kamis, 06 November 2014

, , , ,

Surat Edaran Kemenkes: Pelaksanaan Kartu Indonesia Sehat (KIS) di Fasilitas Kesehatan

Kartu Indonesia Sehat (KIS) sudah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo, 3 November 2014 kemarin. Untuk memberikan kepastian dan kejelasan pelayanan kesehatan di rumah sakit, khususnya pemegang KIS, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran.

Surat Edaran ini berisi instruksi kepada Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Pemerintah di seluruh Indonesia untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien pemegang KIS, sebagaimana pelayanannya kepada pasien PBI JKN.

Informasi ini penting untuk publik. Silahkan membaca dan membagi kepada orang lain. Berikut Surat Edarannya;

SURAT EDARAN
Nomor HK. 03.03/n.I/3555/2014
TENTANG
Pelaksanaan Kartu Indonesia Sehat (KIS) di Fasilitas Kesehatan

Sehubungan dengan diluncurkannya Program Indonesia Sehat melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) pada tanggal 3 November 2014 dalam rangka menjamin dan memastikan masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sebagaimana yang dilaksanakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Untuk memastikan terlaksananya Program Indonesia Sehat dengan KIS tersebut kami sampaikan beberapa hal untuk menjadi perhatian sebagai berikut:

1. Pemegang KIS merupakan peserta yang termasuk dalam daftar PBI JKN ditambah peserta Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan bayi baru lahir dari orang tua peserta PBI. KIS secara bertahap akan menggantikan seluruh identitas peserta PBI JKN.

2. Pelayanan kesehatan bagi pemegang KIS adalah sama dan tidak ada perbedaan sebagaimana pelayanan kesehatan bagi peserta PBI JKN.

3. Kartu peserta PBI JKN Kesehatan yang masih digunakan oleh peserta PBI JKN karena belum digantikan, tetap berlaku sebagaimana KIS sampai seluruh peserta PBI JKN telah mempunyai KIS.

4. Penyelenggaraan pembiayaan KIS sepenuhnya tetap dilakukan oleh BPJS Kesehatan.

5. Perluasan manfaat KIS adalah sinergi dan terintegrasinya pelayanan kesehatan perorangan dengan promotif, preventif, skrining yang akan diatur lebih lanjut secara teknis.

6. Diharapkan Dinas Kesehatan Provinsi menyebar-luaskan informasi mengenai KIS ini serta menginstruksikan agar seluruh Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk dapat memberikan pelayanan kepada seluruh pemegang KIS.

Demikian surat ini disampaikan agar dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 November 2014
Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Kementerian Kesehatan

Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU (K)

Demikian, semoga bermanfaat.

Jumat, 31 Oktober 2014

, , , ,

Sulitnya Kartu Indonesia Sehat Gantikan Jaminan Kesehatan Nasional

Skenario terbaik itu Kartu Indonesia Sehat (KIS) itu sebutan Kartu-nya, programnya ‪#‎JKN‬ dan @BPJSKesehatanRI pelaksananya. 

Secara substantif, legalitas, administratif sulit Kartu Indonesia Sehat menggantikan #JKN. Silahkan Cermati Peta Jalan #JKN. Secara substantif, program #JKN itu sistem terdiri subsistem2 diantaranya pembiayaan, sedangkan Kartu Indonesia Sehat konsepnya belum jadi. Jika Kartu Indonesia Sehat‪#‎KIS‬ dianggap sebagai program, sebaiknya hilangkan kata "Kartu-nya", misalnya program Indonesia Sehat.

Secara legalitas, #JKN didukung dengan aturan2 dari UU, PP, Perpres, Permenkes, peta jalan. Jika #KIS belum ada landasan hukumnya. Secara administratif, misalnya anggaran & keuangan saja, #KIS belum ada mata anggaran dan pertanggungjawaban keuangannya. 

Jadi secara substantif, legalitas, administratif sulit #KIS gantikan #JKN pada waktu dekat ini. Yg mungkin adalah menggabungkannya.
Demikian, selamat bekerja sahabat. Salam sehat. Jangan tunggu sampai sakit, jadilah peserta #JKN

Selasa, 28 Oktober 2014

, , , , , , ,

Akun Twitter Resmi Ibu Menkes

Hari ini (27/10), Presiden Joko Widodo melantik Kabinet Kerja periode tahun 2014-2019, diantaranya Prof. DR.Dr. Nila F. Moeloek, SpM sebagai Menteri Kesehatan RI. Ada sesuatu yang istimewa dari Ibu Nila Moeloek selaku Menkes. Tahukah anda, Ibu Menkes punya akun twitter? Ya, @NilaMoeloek.

Sebelumnya dalam profil tertulis "Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs". Namun hari ini setelah pelantikan, bersamaan Hari Blogger Nasional, profil @NilaMoeloek berubah menjadi "akun resmi Menteri Kesehatan Republik Indonesia Kabinet Kerja 2014-2019"

Tercatat @NilaMoeloek bergabung sejak Juni 2011, lebih tiga tahun. Hingga hari ini @NilaMoeloek telah menulis sebanyak 32 tweet. Dan tweet pertama sebagai Menkes adalah "Terima kasih atas dukungan dan doanya, semoga Indonesia Sehat dapat kita wujudkan dengan kerja keras dan upaya bersama". Jumlah followernya pada saat postingan ini sebanyak 4.305 follower, padahal kemarin baru 191 follower. Dan diperkirakan jumlah follower @NilaMoeloek akan terus bergerak pada hari-hari berikutnya.

Barangkali untuk sebagian orang ini hal yang lumrah. Tetapi sepanjang ingatan saya, inilah pertama kalinya Menkes RI memiliki akun twitter. Dengan berubahnya profil menjadi "akun resmi Menkes", @NilaMoeloek sebagai Menkes RI siap membuka diri berkomunikasi tanpa jarak dengan masyarakat Indonesia. Ibu Menkes bersedia mendengar langsung aspirasi dan suara publik berkaitan dengan urusan kesehatan melalui akun twitter.

Sebagaimana kita maklum bahwa aspek terpenting dalam media sosial, termasuk twitter, adalah sisi ke-sosial-annya. Dimana masing-masing penggunanya dapat berinteraksi dan bercakap secara langsung tanpa sekat kedudukan dan status sosialnya di masyarakat. Media sosial berpotensi menyuguhkan informasi, memberikan solusi dan menjalin persahabatan. Sepertinya demikianlah pula Ibu Menkes dengan akun resmi twitternya.

Ini menggembirakan, dan memang sudah menjadi kebutuhan saat ini dimana pejabat negara dan pejabat publik dapat diakses oleh masyarakat luas. Ibu Menkes @NilaMoeloek tidak sendiri. Ada 21 Menteri dari 34 Menteri Kabinet Kerja memiliki akun twitter. Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla juga sudah lama punya akun twitter. Bahkan Presiden SBY sudah sering menyampaikan pendapat, tanggapan dan informasi publik melalui akun resmi twitternya.

Semoga saja melalui akun twitter @NilaMoeloek, Ibu Menkes dapat membangun interaksi dan menjalin komunikasi dengan pemangku kepentingan dan publik pada umumnya. Rakyat tentu akan sangat gembira sekali dan menyambut antusias, jika Menteri Kesehatan-nya berkenan menyapa dan berkomunikasi masyarakatnya meski hanya melalui akun twitter.

Contoh nyata yang saya alami. Tweet terakhir ibu @nilamoeloek sebelum sebagai Menkes adalah "@anjarisme sama2. Salam kenal". Tweet itu adalah tanggapan atas mention saya sekitar 30 menit sebelum beliau tertangkap kamera memasuki pintu Istana Negara. Tentu saja saya gembira. Pertama, sebagai rakyat biasa, tweet (mention) saya dijawab oleh sosok penting dan tokoh terkenal yang kemarin statusnya calon Menkes. Begitulah setiap orang rakyat Indonesia akan merasa gembira dan diperhatikan ketika mention tweetnya ditanggapi oleh Menkes-nya.

Selanjutnya, keberadaan akun resmi Menkes RI Kabinet Kerja, @NilaMoeloek bisa jadi pemicu pejabat di jajaran organisasi kesehatan baik Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas dan lain-lain, juga memiliki akun media sosial juga. Alangkah indahnya jika banyak pejabat publik mau dan mampu berkomunikasi langsung tanpa jarak dengan masyarakat. Jika tak bisa secara fisik, teknologi dan media sosial bisa jadi solusinya.

Tentu ada konsekuensinya seorang pejabat negara atau pejabat publik memiliki akun media sosial. Ditengah kesibukan selesaikan tugas negara dan padatnya agenda kegiatan, pejabat tersebut dituntut mengelola dengan baik. Dan pastinya diperlukan strategi komunikasi publik yang tepat. Alih-alih semakin dekat dengan rakyatnya, strategi komunikasi yang buruk menjadikan pejabat yang bersangkutan dihujat dan dicaci publik. Dan ini berdampak pada citra dan reputasi pejabat tersebut dan organisasinya.

Akhirnya, kita ucapkan terima kasih kiranya sudi mendengar aspirasi publik melalui @NilaMoeloek. Ibu Menkes, selamat bekerja untuk Indonesia Lebih Sehat.

Senin, 27 Oktober 2014

, , , , , , , , ,

Inilah Profil Menteri Kesehatan Kabinet Kerja Jokowi JK

Baru saja pada jam 17.20 wib, Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumumkan kabinetnya yang bernama Kabinet Kerja. Menteri Kesehatan ada Kabinet Kerja adalah Ibu Nila Djuwita F. Moeloek.

Nila Djuwita F. Moeloek lahir di Jakarta, 11 April 1949 adalah ahli oftalmologi (ilmu penyakit mata) dan guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Prof. DR.Dr. Nila F. Moeloek, SpM adalah Ketua Umum Perdami (Persatuan Dokter Spessialis Mata Indonesia periode 2013 – 2016. Jabatan terakhir adalah "Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Millennium Development Goals" tahun 2009 – 2014 pada Kabinet Indonesia Bersatu II Presiden SBY.

Istri dari Farid Anfasa Moeloek, Menteri Kesehatan pada Kabinet Reformasi Pembangunan, merupakan Alumni dokter umum dan spesialis mata dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Meneruskan subspesialisasi/International Fellowship di Orbita Centre, University of Amsterdam, Belanda dan di Kobe University, Jepang. Setelah itu meneruskan pendidikan konsultan Onkologi Mata dan program Doktor Pasca Sarjana di FKUI.

Kesuksesannya di bidang ahli mata, membuat wanita berusia 65 tahun ini mengembangkan diri dan didapuk sebagai kepala divisi tumor mata di RSCM Kirana pada 1979-1998. Pada saat sama, Nila pernah menjadi koordinator penelitian di Departemen Opthalmology, FKUI-RSCM. Kemudian, dirinya menjabat sebagai ketua umum Darma Wanita Persatuan Pusat periode 2004-2009.

Selamat datang Ibu Nila Moeloek. Selamat Bekerja untuk Indonesia Lebih Sehat.

 

Selasa, 09 September 2014

, , , , , , , ,

Dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan, Kita Bisa Ubah Masa Depan Indonesia

Namanya Kunta Adi (14 tahun), tapi kawan sekelasnya lebih mengenalnya Kuntet. Tinggi badan Kunta hanya 128 cm. Padahal ukuran tinggi badan rata-rata anak-anak Indonesia usia 14 tahun sekitar 156 cm. Itulah mengapa kawan-kawan sekolahnya memanggil Kunta dengan panggilan Kuntet, karena badannya yang lebih pendek dibandingkan kawan seusianya.

Selain tubuh pendek, Kunta juga sudah dua kali tertinggal kelas. Itulah mengapa ketika teman sebayanya sudah mengenyam pendidikan Sekolah Menengah, Kunta (Kuntet) saat ini baru duduk di kelas 6 Sekolah Dasar sebuah Yayasan di Jakarta Timur.
Tinggal di wilayah pinggiran Cakung, keluarga Kunta termasuk keluarga miskin. Penghasilan ayahnya sebagai buruh bangunan tidak mencukupi kebutuhan pokok. Ibunya, seorang ibu rumah tangga yang sudah kerepotan mengurusi Kunta dan 3 adiknya. Karena alasan ekonomi, sejak dalam kandungan hingga masa balita, Kunta dan ketiga adiknya memang tidak tercukupi asupan makanan bergizi dan kebutuhan nutrisi tubuh.

Sadarkah kita, bahwa ternyata Kunta tidak sendiri. WHO mencatat bahwa sebanyak 162 juta anak-anak mengalami perlambatan pertumbuhan akibat kekurangan gizi kronis dan 99 juta anak di seluruh dunia kekurangan berat badan. Kasus kekurangan gizi hanya turun 17 persen sejak awal 1990-an, dan masih menyisakan 840 juta masyarakat dalam kondisi kekurangan gizi kronis.

Demikian juga di beberapa daerah di Indonesia banyak ditemukan anak-anak mengalami perlambatan pertumbuhan akibat kekurangan gizi kronis. Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, di Indonesia, dari 23,7 juta balita terdapat sekitar 8,8 juta (37,2 %) tergolong pendek. Kejadian anak pendek pada usia balita, terkait dengan masalah berat badan pada saat lahir <2500 gram (BBLR).

Sadarkah kita bahwa masa depan sebuah bangsa, tergantung kepada anak-anak ini. Bagaimana negara Indonesia 10, 30, 50 tahun ke depan ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dari anak-anak balita ini. Jika anak-anak kita ini hidup dalam kondisi kekurangan gizi maka dapat diprediksi seperti apa masa depan Indonesia yang semakin kompetit.

Kita perlu mengingatkan penting dan urgensinya siklus kehidupan, 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Masa 1.000 hari pertama kehidupan dihitung sejak 270 hari selama kandungan ibu hingga 730 hari setelah anak lahir atau sampai usia 2 tahun. 1000 hari pertama kehidupan inilah yang disebut periode emas (golden periode) atau window of opportunity.

Pada masa itu otak mengalami tumbuh kembang yang sangat pesat. Jika ingin anak kita tumbuh dan berkembang dengan optimal, penuhi semua kebutuhan dasarnya seperti; asupan nutrisi, kasih sayang, stimulasi, imunisasi serta pastikan kebersihan tubuh dan lingkungan mereka. Kebutuhan yang tidak terpenuhi pada periode ini akan menimbulkan dampak yang bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Dampaknya pada pertumbuhan fisik, kecerdasan, atau mental si anak.

Pertumbuhan dan perkembangan ini memerlukan asupan gizi dari ibu, baik yang dikonsumsi ibu maupun yang berasal dari mobilisasi simpanan ibu. Bila pasokan gizi dari ibu ke bayi kurang, bayi akan melakukan penyesuaian, karena bayi bersifat plastis (mudah menyesuaikan diri). Penyesuaian tersebut bisa melalui pengurangan jumlah sel dan pengecilan ukuran organ dan tubuh yang lebih kecil, agar sesuai dengan terbatasnya asupan gizi. Sayangnya, sekali berubah bersifat permanen, artinya bila perbaikan gizi dilakukan setelah melewati kurun 1.000 pertama kehidupan, maka efek perbaikannya kecil, sebaliknya bila dilakukan pada masa 1.000 HPK, terutama didalam kandungan, maka efek perbaikannya bermakna.

Perubahan permanen inilah yang menimbulkan masalah jangka panjang. Mereka yang mengalami kekurangan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan, mempunyai tiga resiko:

  • resiko terjadinya penyakit tidak menular/ kronis, tergantung organ yang terkena. Bila ginjal, maka akan menderita hipertensi dan gangguan ginjal, bila pankreas maka akan beresiko penyakit diabetes tipe 2, bila jantung akan beresiko menderita penyakit jantung, dan seterusnya;

  • bila otak yang terkena maka akan mengalami hambatan pertumbuhan kognitif, sehingga kurang cerdas dan kompetitif; dan

  • gangguan pertumbuhan tinggi badan, sehingga beresiko pendek/stunting.


Keadaan ini ternyata tidak hanya bersifat antar-generasi (dari ibu ke anak) tetapi bersifat trans-generasi (dari nenek ke cucunya). Sehingga diperkirakan dampaknya mempunyai kurun waktu 100 tahun, artinya resiko tersebut berasal dari masalah yang terjadi sekitar 100 tahun yang lalu, dan dampaknya akan berkelanjutan pada 100 tahun berikutnya.

Ayo selamatkan generasi penerus Indonesia dimulai sejak dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan. 1000 Hari Pertama Kehidupan, kita bisa merubah masa depan Indonesia lebih baik.

 

Sabtu, 16 Agustus 2014

, , , , , , , , , , , , , , , ,

Meluruskan Persepsi Salah Atas Pengaturan Aborsi di PP Kesehatan Reproduksi


“Saya kira cara-cara melegalkan aborsi, akan berbahaya bagi kehidupan,” kata Kapolri Jenderal Sutarman (MetroTVnews, 14/8/2014).


“Kami disumpah untuk melestarikan kehidupan. Jadi, saya berharap agar tidak melibatkan dokter dalam tindakan aborsi " ujar Ketua IDI, Zainal Abidin (Republika, 14/8/204).



Pernyataan Kapolri Jenderal Sutarman dan Ketua IDI Zainal Abidin tersebut menanggapi disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang ditangani Presiden RI akhir Juli ini.

Setiap orang berhak berkomentar dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap Peraturan yang telah ditetapkan. Namun pernyataan kedua tokoh tersebut patut disayangkan. Polisi sebagai penegak hukum dan Kapolri sebagai Pembantu Presiden bertugas melaksanakan Undang-Undang dalam hal penegakan hukum. Bukan malah mempertanyakan norma hukum yang diatur dalam Peraturan Pemerintah yang telah ditandatangani Presiden.

Demikian juga Ketua IDI yang belum memahami secara utuh bahwa salah satu tujuan PP Kesehatan Reproduksi yaitu pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam PP ini memang mengatur pengecualian tindakan aborsi dengan syarat dan ketentuan yang sangat ketat. Dengan demikian selain Ibu dan Bayi, dokter sebagai pemberi layanan kesehatan justru akan terlindungi dengan adanya PP Kesehatan Reproduksi ini.

Untuk mendapatkan pemahaman jelas dan utuh, mari ktia bahas beberapa hal penting terkait pengecualian tindakan aborsi sebagaimana diatur dalam PP Kesehatan Reproduksi ini.

1.  Bukan PP tentang aborsi. 

Yang benar Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi terdiri 52 pasal yang didalamnya mengatur pelayanan kesehatan ibu mulai dari sistem kesehatan reproduksi, kesehatan reproduksi remaja, masa kehamilan, kontrasepsi, kesehatan seksual hingga reproduksi dengan bantuan. Pengaturan pengecualian atas larangan aborsi hanyalah bagian kecil (9 pasal) dari PP Kesehatan reproduksi ini.

2.  Bukan legalisasi aborsi

PP Kesehatan Reproduksi ditetapkan sebagai peraturan pelaksanaan beberapa pasal dalam Undang-Undang Kesehatan yang telah diundangkan sejak tahun 2009. Menurut UU Kesehatan norma hukumnya mengatur secara tegas bahwa pada prinsipnya aborsi adalah dilarang, kecuali karena indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan. Ketentuan pengecualian larangan atas aborsi itulah yang diatur dalam PP No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

3.  Aborsi adalah tindakan terlarang

Pasal 75 UU Kesehatan secara jelas dan tegas menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi. Norma ini mengandung makna bahwa hukum dasar atau prinsip hukum bahwa aborsi itu sesuatu yang dilarang oleh hukum atau sesuatu tindakan melawan hukum. Oleh karenanya, UU Kesehatan mengancam setiap orang yang melakukan secara sengaja melakukan aborsi dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar.

Dalam norma hukum ada larangan yang memiliki pengecualian, demikian juga halnya dalam aborsi. Secara prinsip aborsi dilarang, namun dengan syarat dan ketentuan tertentu aborsi dibolehkan. Terdapat 2 hal pengecualian atas larangan aborsi sebagaimana diatur UU Kesehatan yaitu didasarkan pada indikasi medis dan kehamilan akibat perkosaan yang menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Oleh karena itu, larangan aborsi dapat dikecualikan (boleh dilakukan) hanya ketika menuhi syarat dan ketentuan yang diatur UU Kesehatan dan peraturan pelaksananya. Dalam hal ini, tindakan aborsi tidak termasuk tindakan melawan hukum dan pelakunya terbebas dari ancaman hukuman pidana dan denda.

4.  PP 61/2014 tidak mendorong tindakan aborsi

Tujuan mendasar dari pengaturan pengecualian larangan aborsi dalam PP Kesehatan Reproduksi adalah mencegah dan melindungan tindakan aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengecualian (dibolehkannya) tindakan aborsi hanya boleh didasarkan pada indikasi medis dan kehamilan akibat korban perkosaan yang traumatis dengan syarat dan ketentuan yang ketat.

Yang dimaksud indikasi medis yang mendasari pengeculian larangan aborsi meliputi :

  • kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau

  • kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.


Sedangkan pengecualian larangan aborsi disebabkan kehamilan akibat perkosaan yang traumatis harus dibuktikan dengan:

  • usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter.

  • keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.


Dibolehkannya aborsi sebagai pengecualian larangan aborsi ini hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang, setelah memenuhi syarat yaitu :

  • sebelum kehamilan berumur 40 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis

  • atas permintaan atau persetujuan ibu hamil yang bersangkutan

  • dengan izin suami, kecuali korban perkosaan.


Jika syarat diatas terpenuhi, pengecualian larangan aborsi boleh dilakukan sepanjang memenuhi ketentuan bahwa :

  • dilakukan oleh dokter yang telah mendapatkan pelatihan oleh penyelenggara pelatihan yang terakreditasi.

  • fasilitas pelayanan kesehatan memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

  • pelayanan tindakan aborsi dilakukan sesuai standar, tidak diskriminatif dan tidak mengutamakan imbalan materi.


Pengaturan pengecualian larangan aborsi yang diatur dalam PP Kesehatan Reproduksi ini sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2005 tentang Aborsi. Menurut fatwa MUI bahwa aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi) kecuali adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.

Menurut fatwa MUI, keadaan darurat itu dimana perempuan hamil menderita sakit fisik berat dan keadaan kehamilan yang mengancam nyawa si ibu. Keadaan hajat disebabkan janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan dan kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang. Kebolehan aborsi harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari dan bukan kehamilan akibat zina.

Bahwa dengan pengecualian larangan aborsi ini dikhawatirkan akan disalahgunakan oleh pelaku zina dan penjaja seks komersial (PSK), itu masih sebatas dugaan dan kekhawatiran yang perlu dibuktikan. Dan itu juga bukan maksud dan tujuan ditetapkannya PP Kesehatan Reproduksi. Jika ada orang yang mengaku-aku diperkosa sebagai pembenaran atas tindakan aborsi sebagaimana diatur UU Kesehatan dan PP Kesehatan Reproduksi, tentu memerlukan pembuktian yang tidak mudah. Ditambah pula tindakan aborsi diatur dengan kriteria, syarat, ketentuan dan standar ketat. UU Kesehatan dan PP Kesehatan Reproduksi ditetapkan justru untuk melindungi ibu yang disebabkan oleh uzur yang bersifat darurat dan hajat melakukan tindakan aborsi. Perlindungan yang dimaksud adalah dari tindakan aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, tidak bertanggung jawab dan bertentangan dengan norma agama.

Dihalalkannya sesuatu yang haram karena keadaan dan sebab tertentu, tidak menyebabkan sesuatu berubah hukumnya menjadi sesuatu yang halal. Diperbolehkannya sesuatu tindakan yang dilarang oleh norma hukum dengan syarat dan ketentuan tertentu, tidak berarti norma larangan itu secara prinsip dan mendasar tidak berlaku.

Analogi sederhana, membunuh orang lain tanpa hak itu haram dan melanggar hukum. Pelaku pembunuhan pasti berdosa dan diancam pidana. Namun dalam keadaan membela diri dan mempertahankan hidup seseorang boleh membunuh, tidak menjadikan pembunuhan itu hukumnya halal dan dibolehkan undang-undang.

Demikianlah dengan aborsi. Itu sesuatu tindakan yang diharamkan agama dan dilarang undang-undang. Pengecualian atas tindakan aborsi didasarkan indikasi medis dan disebabkan kehamilan akibat perkosaan, tidak menjadikan aborsi merupakan sesuatu yang secara prinsip dan mendasar dihalalkan agama dan dilegalkan undang-undang. Itu hanyalah pintu keluar yang dibuka dalam keadaan darurat dan ketika menyelamatkan kehidupan.

 

Senin, 04 Agustus 2014

, , , , , , , , , , , ,

Apa Kriteria Utama Menkes 2014 - 2019?

Saat ini hangat dibicarakan ditengah publik adalah susunan kabinet Presiden/Wakil Presiden mendatang. Anggaplah untuk sementara ini disebut Kabinet Jokowi-JK. Banyak versi usulan nama calon Menteri yang beredar di media, termasuk calon Menteri Kesehatan. Dari banyak versi dan usulan tersebut, semua bicara siapa sebagai menteri apa. Bukan apa dan mengapa sehingga siapa itu mampu menjabat menteri apa.

Mari kita ambil contoh nama-nama calon Menkes yang beredar di media publik. Ada Ribka Tjiptaning, Ali Gufron Mukti, Fasli Jalal, Tjandra Yoga Aditama, Akmal Taher, Fahmi Idris, Nova Riyanti Yusuf, dan lain-lain. Dari sekian banyak calon menkes itu, nama Ribka memunculkan pro kontra terutama dari kalangan dokter. Ini bisa difahami dari rekam jejak dan pernyataan Ribka selama ini. Tak elok rasanya membahas pro kontra ini. Mari kita lebih mencermati bahwa usulan, diskusi dan perdebatan yang muncul masih sebatas tokoh/sosok yang dianggap layak dan pantas sebagai Menkes. Tetapi ada satu hal mendasar yang lupa diangkat dan didiskusikan; kondisi Kesehatan seperti apa yang diharapkan Indonesia sekurangnya hingga 5 tahun ke depan?

Dalam ilmu organisasi, terlebih dahulu bicara tujuan dan fungsi baru kemudian struktur. Dalam manajemen sumber daya manusia, terlebih dahulu diperjelas job description dan job specification sebelum ditentukan orangnya. Konkritnya, sebelum bicara siapa calon Menkes yang layak dan pantas (fit & propher) semestinya ditentukan dulu syarat dan kriteria Menteri Kesehatan didasarkan pada tujuan pembangunan kesehatan sekurangnya 5 tahun mendatang. Syarat dan kriteria itu secara populis didasarkan pada apa sih kepentingan dan kebutuhan masyarakat Indonesia?

Dalam kondisi normal Kabinet Pemerintahan berjalan dalam periode 5 tahunan. Memang harus diakui kebijakan dan pengaturan Kabinet, termasuk Menkes, akan berdampak panjang melebihi periode pemerintahan 5 tahun. Namun untuk mempermudah penentuan syarat dan kriteria calon Menkes, rentang waktu pergantian pemerintahan 5 tahunan ini bisa dijadikan acuan. Pertanyaan dasarnya, kondisi pembangunan kesehatan seperti apa selama 5 tahun nanti? Atau sebenarnya dalam 5 tahun ini, masyarakat Indonesia itu berkepentingan dan butuh apa?

Terdapat banyak sekali urusan bidang kesehatan yang harus ditangani dan diselesaikan. Setiap orang dengan berbagai latar belakang, pengalaman dan kepentingannya bisa mengutarakan kondisi yang diharapkan. Yang banyak diusulkan para ahli dan akademisi yaitu pembangunan kesehatan dititikberatkan pada upaya kesehatan masyarakat (UKM), preventif dan promotif. Karena selama ini lebih menjurus pada upaya kesehatan perorangan (UKP), kuratif dan rehabilitatif. Konon anggaran kesehatan Indonesia banyak tersedot pada pengobatan di puskesmas dan rumah sakit tetapi minim sekali untuk pencegahan dan promosi perilaku hidup sehat. Itu dari aspek upaya, belum bicara komponen SDM, pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, pembiayaan, kelembagaan dan legislasi, manajemen kesehatan dan lain-lain banyak sekali.

Pendapat tersebut bisa jadi benar, tapi perlu dipertajam dan lebih fokus. Sesungguhnya UKM dan prevensi masih luas, seperti apa yang diharapkan? Jika diuji lagi, apakah sesungguhnya kita bisa pisahkan secara tegas dan lugas antara UKM dan UKP? Dari upaya kesehatan promotif preventif hingga kuratif rehabilitatif?

Kita harus realistis bahwa 5 tahun bukanlah waktu yang cukup untuk selesaikan semua masalah kesehatan Indonesia. Waktu 5 tahun tidak cukup mengakodasi banyak harapan dan kemauan bidang kesehatan. Kita harus memilih program yang terencana, terukur dan mempunyai daya ungkit bagi sistem pembangunan kesehatan Indonesia. Analoginya, kita fokus pada tulang punggung (backbone) dimana aspek UKM dan UKP tercakup serta komponen dari sistem kesehatan seperti pelayanan kesehatan, SDM dll dapat terintegrasi. Salah satu prinsip program yang baik adalah kesinambungan dari program sebelumnya. Adakah program yang memenuhi uraian tersebut serta sesuai kepentingan dan kebutuhan masyarakat? Jawabnya adalah sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pelaksanaan sistem Jaminan Kesehatan Nasional merupakan agenda dan fokus utama pembangunan kesehatan tahun 2014 - 2019, selain program kesehatan lain. JKN bukan hanya menyangkut pembiayaan kesehatan. JKN merupakan sistem atau backbone yang dapat menjadi sandaran utama bagi peningkatan pelayanan kesehatan, SDM, obat & perbekalan kesehatan, sarana prasarana, pembiayaan, manajemen kesehatan dll. JKN bisa menjadi kunci pengungkit perbaikan di berbagai sektor kesehatan baik UKM maupun UKP. Dengan kata lain, target dan tujuan bidang kesehatan dalam masa kabinet pemerintahan saat ini adalah terlaksananya JKN yang menggerakan sektor kesehatan secara umum sebagaimana peta jalan tahun 2014- 2019 yang telah ditetapkan.

Dengan demikian, kita bisa tentukan syarat dan kriteria calon Menteri Kesehatan adalah memahami dan mampu menjamin pelaksanaan JKN sesuai peta jalan yang telah ditetapkan. Inilah indikator kinerja kunci yang realistis dan terukur bagi Menkes RI periode 2014-2019. Menkes yang berhasil mensukseskan sistem JKN berarti telah menyelesaikan sebagian dari masalah-masalah kesehatan Indonesia. Pertanyaannya, siapakah calon Menkes yang memahami dan mampu menyukseskan JKN?

Ini tugas Presiden/Wakil Presiden terpilih yang melakukan uji kelayakam dan kepantasan. Untuk saat ini, KPU telah tetapkan Jokowi-JK sebagai pemenang pilpres. Biarlah, beri kesempatan, Jokowi-JK menetapkan Menkes pilihannya. Sekali lagi, semestinya dalam menentukan Menkes yang lebih diutamakan adalah syarat dan kriteria didasarkan pada tujuan pembangunan kesehatan 5 tahun mendatang. Dan suksesnya pelaksanaan sistem JKN adalah indikator kunci yang memiliki daya ungkit pada pembangunan kesehatan Indonesia.

Jadi siapa Menteri Kesehatan selanjutnya, terserah Presiden/Wapres. Kita lihat saja!

Jumat, 01 Agustus 2014

, , , , , , , ,

Biarkan Jokowi Mengangkat Menteri Pilihannya

Saya ikut mengisi nama yang diusulkan sebagai calon Menteri Kesehatan dalam "Kabinet Alternatif Usulan Rakyat (KAUR)" yang diinisiasi oleh kelompok relawan "Jokowi Center". Harapan saya sih sederhana saja, siapa tahu nama yang saya usulkan benar menjadi Menkes. Saya punya keyakinan, haqul yaqin, orang yang saya usulkan mampu mengemban tugas dalam pembangunan kesehatan Indonesia. Alasannya sih (lagi-lagi) sederhana, saya tahu kelayakan dan kepantasan (fit & proper) yang bersangkutan.

Seketika tuntas mengisi KAUR, rasa puas berubah menjadi gamang. Apa hak saya ikut-ikutan memberi usulan kepada Jokowi-JK melalui Jokowi Center? Jangan-jangan kelompok relawan atau non relawan Jokowi-JK juga punya usulan dan proposal calon Menteri. Jika dalam KAUR saja ada ribuan orang usul, bagaimana ditambah dengan usulan lain. Weladalah, tak berselang waktu lama beredar nama calon Menteri ( termasuk Menkes) dari kelompok-kelompok lain yang konon dekat dengan Jokowi-JK. Kalau saya kumpulkan, banyak sekali nama-nama yang berterbangan sebagai calon Menkes. Muncul pikiran nakal saya, dari nama-nama yang muncul ini siapa ya yang ada dalam benak Jokowi? Sama nggak yang ada di pikiran JK? Atau jangan-jangan mereka punya nama selain yang diedarkan ini.

Diantara keriuhan nama-nama calon Menkes, suara "tolak si anu jadi Menkes" semakin kencang. Saya bisa rasakan penolakan itu secara langsung, juga melalui media sosial. Bahkan ada petisi "menolak si anu jadi menkes" yang nampaknya banyak disuarakan dari kalangan dokter.

Rasa gamang saat ikut mengusulkan KAUR tadi semakin menjadi rasa bersalah. Jangan-jangan saya sudah keluar dari batas hak semestinya. Jangan-jangan melalui usulan tadi terselubung maksud "menyodorkan dengan memaksa" Jokowi-JK memilih usulan itu. Tapi kan usulan itu boleh diterima atau ditolak. Nah, di posisi ini saya menjadi tenang. Sepanjang hanya usul, tidak bermaksud mendesak, memaksa kehendak apalagi menyetir kepada Jokowi-JK, rasanya sih asik-asik saja.

Saya yakin bahwa setiap orang yang punya usul calon Menteri tahu bahwa mengangkat Menteri (termasuk Menkes) itu hak prerogatif presiden. Jadi ya biarkan saja secara merdeka bebas pemaksaan kehendak, Presiden nantinya menggunakan hak prerogatifnya. Biarkan, beri kesempatan, Jokowi mengangkat Menteri pilihannya. Bukankah sewaktu mencoblos Jokowi karena percaya Jokowi memiliki kapasitas sebagai Presiden, termasuk mengangkat Menteri?

Dengan membiarkan Jokowi (-JK) mengangkat Menteri pilihannya secara bebas mandiri berarti memberi kesempatan pasangan ini membuktikan janji dan kapasitasnya nya kepada rakyat. Dengan kata lain, Kabinet Jokowi-JK adalah batu uji pertama pasangan presiden/wakil presiden pilihan rakyat. Dengan begitu rakyat bisa ngomong,"ini lho kabinet pilihan presiden kita". Jadi, Pak Jokowi, Pak JK, tolong abaikan saja usulan nama calon Menkes dari saya. Nanti jika sudah resmi sebagai Presiden/Wapres, monggo gunakan hak prerogatif secara bebas merdeka tanpa paksaan kehendak dari saya untuk tentukan pilihan yang menjadi Menkes. Toh, siapa saya ini. Nanti saya malah bingung njawab kalau Pak Jokowi nanya,"apa sampean nyoblos saya?" ;))

Hingga tulisan iseng ini saya posting, masih gegap gempita orang, termasuk kawan saya, mempetisikan "tolak di anu jadi Menkes". Disamping itu sibuk pula mempromosikan calonnya untuk jadi Menkes. Alasan kegigihannya menolak dan mengusulkan calon menkes, karena dia nyoblos Jokowi-JK. Dia dulu juga turut mengkampanyekan agar pilih Jokowi-JK. Jadi saat ini dia "merasa berhak" bersuara menolak calon menkes yang tidak kredibel dan juga memberi saran/usul calon Menkes. Saya jadi kepikiran begini; jika satu orang yang dulu mencoblos Jokowi-JK merasa berhak memberi usul/saran calon Menteri, bagaimana lagi dengan sponsor/donatur Jokowi-JK ya?

Ahh, sudahlah. Ayo biarkan Jokowi-JK mengangkat Menteri (termasuk Menkes ya) pilihannya. Ini ujian pertama!

Kamis, 26 Juni 2014

, , , , , , , , , ,

Rencana KIS-nya Jokowi VS Fakta JKN-nya BPJS Kesehatan

Kembali saya bicara Kartu Indonesia Sehat (KIS). Pokoknya, sepanjang ada pihak yang melakukan dis-informasi terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan, maka saya tidak akan berhenti menulis untuk menyampaikan infomrasi yang benar. Dalam konteks ini, Kartu Indonesia Sehat yang digagas Jokowi-Jusuf Kalla selalu dikaitkan dengan program Jaminan Kesehatan Nasional yang sudah berjalan cukup baik saat ini. Oleh karenanya, saya merasa perlu melakukan pelurusan informasi terhadap rencana KIS-nya Jokowi dan faktanya JKN-nya BPJS Kesehatan.

Saya terus mencari cetak biru program KIS Jokowi ini, namun belum juga ketemu. Yang bisa ditemukan baru sebatas berita terkait KIS. Saya akan mengutip informasi rencana diluncurkannya KIS didasarkan dari pernyataan Jokowi dan Timses, kemudian membandingkan dengan fakta-fakta yang telah terlaksana dari program JKN.

Dalam kunjungannya ke kantor salah satu media, Rieke Dyah Pitaloka (Timses Jokowi-JK) menyatakan bahwa KIS adalah penyempurnaan dari program BPJS Kesehatan yang sudah ada. Apakah benar demikian? Mari kita uji satu persatu.

#Kesatu. Pemeran Oneng dalam sinetron Bajaj Bajuri itu menyatakan bahwa rencananya KIS akan akan memberikan akses kesehatan yang lebih luas kepada seluruh warga Indonesia.  Jika disebutkan bahwa KIS adalah penyempurnaan BPJS Kesehatan, apakah dengan kata  lain bahwa "Oneng" mengatakan JKN tidak memberikan akses kesehatan secara luas kepada seluruh Indonesia?

Faktanya adalah  JKN wajib berlaku bagi seluruh penduduk Indonesia dan warga negara asing yang telah bekerja sekurangnya 6 bulan di Indonesia. JKN dilaksanakan secara bertahap selama 5 tahun mulai 1 Januari 2014 dan pada tahun 2019 nanti seluruh Indonesia harus sudah ikut dan terdaftar sebagai Peserta JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Bahkan dalam target peserta JKN Tahun 2014 sebagaimana dalam roadmap sekitar 122 juta, namun hingga bulan Juni ini jumlah peserta JKN sudah mencapai 123 juta penduduk Indonesia.

#Kedua. Rieke mengatakan bahwa KIS mengembalikan jaminan penyelenggaraan kesehatan sesuai undang-undang. Sistemnya penyelenggaranya adalah melalui BPJS selaku badan, sementara KIS adalah programnya. Pertanyaannya, apakah JKN yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan sekarang ini tidak sesuai Undang-Undang?

Faktanya, sampai saat ini  JKN sesuai dengan Undang-Undang SJSN dan Undang-Undang BPJS, termasuk JKN dilaksanakan bertahap. JKN adalah bagian dari sistem besar yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional. JKN merupakan sistem dimana terdiri dari beberapa subsistem diantaranya penyelenggara BPJS Kesehatan, Regulasi, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kepesertaan, Pembiayaan dan Pengawasan.

#Ketiga. Politikus PDIP, Rieke menyatakan bahwa KIS juga tidak ada sekat kedaerahan sebab cakupan cakupan pelayanan KIS akan lebih luas. KIS akan berbeda dengan kartu BPJS hanya bisa digunakan untuk di wilayah tempat kartu itu diterbitkan untuk menerima pelayanan kesehatan. 

Faktanya, salah satu prinsip JKN adalah portabilitas, dimana peserta JKN diberikan jaminan kesehatan berkelanjutan meskipun mereka pindah pekerjaan, pindah tempat tinggal, maupun berbeda daerah dalam wialayanan NKRI. Saya sarankan, mbak Oneng nongkrong di RSCM dan silahkan tanya pasien JKN darimana saja mereka berasal. Pasien JKN yang dirawat di RSCM berasal dari hampir seluruh wilayah Indonesia.

#Keempat. Dalam beberapa berita disebutkan bahwa Rieke membagi-bagikan kartu Indonesia Sehat kepada penduduk, misalnya seperti saat kampanye di Taman Bungkul Surabaya. Pertanyaannya, apakah kartu KIS yang dibagikan itu bisa berlaku saat ini?

Saya sangat berharap bahwa penerima KIS tidak menggunakannya ketika berobat ke Puskesmas dan Rumah Sakit saat ini. Karena pasti tidak berlaku. KIS belum bisa dipakai. Mengapa demikian? Ya karena saat ini, KIS baru sebatas rencana, janji politik dan tidak punya legalitas. Saat ini jika ingin berobat, gunakan kartu JKN yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan.
Dari 4 paparan rencana dan fakta diatas, apakah bisa dikatakan KIS adalah penyempurnaan JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan sebagaimana diklaim oleh Rieke Dyah Pitaloka? Tentu tidak. Sejauh ini apa yang disampaikan oleh Rieke, Timses Jokowi bahkan Jokowi-JK sendiri, rencana dan konsep KIS tidak lebih baik dari JKN-nya BPJS Kesehatan. Lalu mengapa Jokowi dan timses terus berkampanye dan jualan KIS? Apa urgensi KIS, jika tidak berbeda dengan JKN?

Saya, sebagai rakyat Indonesia yang peduli JKN, hanya khawatir ada upaya penggiringan opini bahwa KIS itu program orisinal dan benar-benar baru dari salah satu pasangan capres/cawapres. Saya khawatir ada pihak yang sengaja mengaburkan, melemahkan bahkan menggalang isu bahwa program JKN telah gagal (tidak berhasil), oleh karenanya perlu ada KIS.

Padahal faktanya, pelaksanaan JKN telah pada jalur yang tepat dan tahapan yang benar. Tidak dipungkiri ada beberapa masalah dalam pelaksanaan JKN, tapi itu tak bisa jadi pembenaran dimunculkannya konsep dan rencana baru sistem jaminan kesehatan nasional. Karena sesungguhnya JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan merupakan konsensus nasional yang didasarkan pada UUD 1945, UU SJSN dan UU BPJS.

Pada bagian akhir tulisan saya ini, jika boleh saya memberikan saran kepada Pak Jokowi, Bu Rieke dan Timsesnya, khususnya program apa yang bisa dilaksanakan dalam hal sistem jaminan kesehatan nasional. Atau barangkali Pak Prabowo-Hatta berminat? Kata kuncinya adalah penguatan dan percepatan pelaksanaan JKN dan BPJS Kesehatan. Seperti apa konkritnya? Misalnya saja:

  • Percepatan pelaksanan peta jalan (roadmap) JKN dari 5 tahun menjadi 4 tahun.

  • Meningkatkan iuran Peserta Bantuan Iuran (PBI) dari Rp 19.225/perbulan/perorang menjadi Rp 22.000 atau Rp 27 ribu dalam waktu 2 tahun. Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan pernah menyampaikan 3 usulan iuran PBI yaitu Rp 19 ribu, Rp 22 ribu dan Rp 27 ribu.

  • Penguatan fasilitas pelayanan primer dan lanjutan ( puskesmas dan rumah sakit) berikut sistem rujukan nasional dan regional.

  • Memberlakukan nomer panggilan gawat darurat 119 secara nasional dalam jangka waktu 2 tahun.


Dan lain-lain, masih banyak lagi program yang bisa ditawarkan secara konkrit terukur oleh pasangan capres/cawapres khusus dalam hal sistem jaminan kesehatan nasional. Bukan sebaliknya, sekedar menawarkan jargon dan janji politik yang sebenarnya secara substansial sama dengan program yang sudah berjalan. Dan membungkus jargon itu seolah-olah baru dan lebih baik, padahal rencana konsepnya tidak jelas dan faktanya program lama lebih baik.

Saya tidak anti Jokowi. Saya juga tidak menolak KIS. Saya akan mengakui siapapun nanti yang terpilih menjadi Presiden RI, Jokowi atau Prabowo. Saya juga akan mengakui siapapun Menteri Kesehatan yang salah satu tugasnya adalah urusan jaminan kesehatan nasional. Namun demikian, pengakuan itu tidak akan mengurangi sikap kritis dan kebebasan berpendapat.

Saya peduli terhadap sistem Jaminan Kesehatan yang memberi manfaat bagi rakyat Indonesia. Saya tidak setuju terhadap upaya dis-informasi dan de-legitimasi JKN yang telah diselenggarakan BPJS Kesehatan saat ini. Sebaliknya, saya akan mendukung sepenuhnya upaya memperkuat dan mempercepat pelaksanaan JKN demi Indonesia Lebih Sehat.

Senin, 02 Juni 2014

, , , , , , , ,

Menguji Visi Misi Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta Dalam Bidang Kesehatan

Ketika mulai muncul dan menghangat nama-nama bakal calon presiden, saya menuliskan kalimat ini:
"aku ora mikir copras capres, emang mereka mikir kita?"

Kalimat itu sekian lama menjadi cover profile di halaman utama facebook saya. juga beberapa kali saya share melalui akun twitter saya. Anda tahu kan, siapa tokoh yang sering menggunakan kalimat "ora mikir copras capres" ini? Ya, Joko Widodo. Yang akhirnya saat ini telah secara resmi menjadi salah satu calon presiden. Sosok yang dulu sering ditanya wartawan tentang kansnya diajukan jadi Capres dan sering menjawab "ora mikir ora mikir copras capres" itu akhirnya maju juga jadi Capres.

Sepertinya saya kena "tulah Jokowi". Meski saya menulis di facebook dan twitter saya,"ora mikir copras capres, emang mereka mikir kita", ternyata dalam kenyataannya saya lebih banyak membaca berita capres/cawapres, setelah berita kesehatan. Tidak hanya itu, beberapa kali saya menulis status di media social dan sharing berita politik itu. Saya harus jujur mengakui bahwa urusan politik, khususnya pemilihan presiden, bukan persoalan sepele. Ini masalah besar bagaimana bangsa Indonesia memilih pemimpin yang akan jadi manajer sekurangnya 5 tahun ke depan. Sesungguhnya kepemimpinan presiden 5 tahun, akan sangat berdampak pada kehidupan berbangsa bernegara berpuluh-puluh tahun ke depan. Jadi tidak ada alas an lagi, saya sebagai warga negara untuk tidak peduli pada pemilu.

Seperti halnya tulisan ini sebagai wujud kepedulian saya terhadap peristiwa 5 tahunan ini. Sebagaimana perhatian dan keseharian saya bidang kesehatan, maka saya ingin sedikit menguji, lebih tepatnya membandingkan, visi bidang kesehatan dari pasangan capres/cawapres Joko Widodo - Jusuf Kalla (JKWJK) dengan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa (PSHR).

Saya tertarik menulis ini berawal dari membaca berita politik yang membandingkan visi misi JKWJK dan PSHR. Bahwa visi misi JKWJK setebal 41 halaman, sedangkan PSHR hanya 9 lembar. Sungguh timpang kan. Kemudian saya mencari dan mendownload visi misi kedua pasangan capres/cawapres itu di situs Komisi Pemilihan Umum. Tidak cukup puas, saya juga mendownloadnya di situs tim pemenangan mereka.

 

FORMAT DOKUMEN

Sebelum menguji visi misi bidang kesehatan, saya tertarik secara selintas mendeskripsikan format penulisan visi misi JKWJK dan PSHR. Mengapa format ini penting? Saya menganggap bahwa format penulisan visi misi ini mencerminkan bagaimana struktur berfikir capres/cawapres (atau tim penyusunnya) dalam menyampaikan ide gagasan dan apa-apa yang akan dilakukan selama memimpin Indonesia 5 tahun ke depan.

Tata letak, penempatan, penomoran tentu menjadi hal yang bias menggambarkan bidang-bidang kehidupan apa saja yang menjadi prioritas program mereka. Bahkan menurut saya, jumlah lembaran dokumen visi misi ini juga dapat menggambarkan bagaimana cara pikir dan cara kerja mereka. Malah saya juga berfikir, banyaknya lembar visi misi ini, sejauh mana keterlibatan pasangan JKWJK dan PSHR dalam menyusun kata demi kata yang tertuang dalam point-point gagasan visi misi ini? Mari kita uji, kita bandingkan.

1.  Joko Widodo - Jusuf Kalla;

  • 42 halaman terdiri 1 halaman sampul dan 41 halaman isi;

  • Visi : Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong;

  • Visi misi dijabarkan dalam "9 Agenda Prioritas (nawa cita)"

  • Penjabaran visi misi dijelaskan dengan kalimat panjang dan normatif yang tercakup dalam 12 agenda politik, 26 agenda ekonomi dan 3 agenda budaya;

  • minim dilengkapi angka/data dan tanpa dilengkapi anggaran;

  • Dokumen tidak dibubuhkan tanggal dan tidak ditandatangani oleh JKWJK


2.  Prabowo Subianto - Hatta Rajasa

  • 9 halaman, tanpa halaman sampul;

  • Visi : Membangun Indonesia yang Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur serta Bermartabat;

  • Visi misi dijabarkan dalam "8 Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia"

  • Penjabaran visi misai disusun dengan penomoran yang terstruktur, dan sederhana berupa point-point.

  • Penjabaran banyak dilengkapi angka data dan disertai  anggarannya;

  • Dokumen dibubuhi tanggal 20 Mei 2014 dan ditandatangani oleh Prabowo Subianto sebagai Capres dan Hatta Rajasa sebagai Cawapres diatas materai Rp 6000.


Membandingkan dokumen visi misi kedua pasangan capres/cawapres ini, seakan 2 dokumen yang saling antithesis. Visi misi JKWJK sejak pendahuluan, latar belakang, penegasan visi misi hingga penjabaran disampaikan dalam kalimat panjang, berbahasa normatif, dan terkesan membosankan untuk dibaca. Bayangkan saja. Anda harus membaca sebuah poin-point pernyataan yang ditulis menyambung dan seakan tak tahu dimana titiknya.

Sementara itu, visi misi PSHR dari latar belakang, pernyataan visi misi dan penjabaran ditulis lebih terlihat terstruktur dan langsung pada inti masalah.. Penjabaran disusun dalam tiap-tiap nomor yang kalimatnya mencerminkan satu masalah. Terkesan lebih simpel dan mudah dibaca. Apalagi agenda-agenda dilengkapi dengan angka/data dan anggaran sehingga terkesan lebih meyakinkan dan bias diukur. Itulah selintas gambaran format penulisan visi misi kedua pasangan capres/cawapres. Silahkan anda membaca lebih dalam.

 

PROGRAM KESEHATAN CAPRES/CAWAPRES

Sekarang saatnya kita membandingkan agenda program dan prioritas sebagai penjabaran inti dari visi dan misi capres/cawapres. Sebagaimana disampaikan diatas bahwa penjabaran visi misi JKWJK diperas dalam "9 Agenda Prioritas" yang disebut Nawa Cita. Sedangkan PSHR penjabarannya visi misinya disebut sebagai "Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia" yang berjumlah 8 point.

Oleh karenanya dalam membandingkan visi misi bidang keshatan, saya lebih menitikberatkan pada "agenda prioritas" ini. Saya akan cari dan garisawahi diantara  "9 Agenda Prioritas"  dan "Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia", yang memuat agenda/program bidang kesehatan. Mari kita lihat, siapa yang lebih pro bidang Kesehatan.

 

1.  Joko Widodo - Jusuf Kalla

Visi misi bidang kesehatan dari pasangan JKWJK sebagaimana yang termaktub dalam "9 Agenda Prioritas" dalam ditemukan pada halaman 9 nomor 5, (saya kutipkan utuh);
"Kami akan meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program ―Indonesia Pintar‘‘ dengan wajib belajar 12 Tahun bebas pungutan; peningkatan layanan kesehatan masyarakat dengan menginisiasi kartu ‘Indonesia Sehat‘‘; Serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program ‘Indonesia Kerja‖ dan ‘Indonesia Sejahtera‘‘ dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 Juta Hektar; program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta Jaminan Sosial untuk seluruh rakyat di tahun 2019"

Mari kita baca kutipan kalimat itu baik-baik. Disitu yang terkait kesehatan adalah peningkatan layanan kesehatan masyarakat dengan menginisiasi kartu ‘Indonesia Sehat". Yang lainnya? Tidak ada. Saya coba membaca kembali dari awal nomer 1 hingga 9 dari Nawa Cita dan saya hanya menemukan 1 program kesehatan  yaitu "kartu Indonesia Sehat" sebagai agenda prioritas pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla.

Kok cuma satu ya? Kok bisa? Begitu pikiran saya. Baiklah karena hanya 1 program kesehatan, sebagai "bonus" saya melacak program kesehatan diluar "9 agenda prioritas". Saya mencari program kesehatan pada penjabaran bidang politik, ekonomi dan budaya. Masa dari 41 halaman visi misi JKWJK tidak ditemukan program kesehatan lain. Semestinya sesuai aturan tadi yang hanya membandingkan agenda prioritas, pencarian ini tidak boleh saya lalukan. Tapi apa boleh buat, terpaksa dilakukan. Karena saya tidak rela jika capres/cawapres hanya punya 1 program kesehatan sebagai prioritasnya.

Alhamdulillah, saya menemukannya program kesehatan pada bagian "Berdaulat dalam bidang Politik" pada komitmen nomer 10 sebagari prioritas "Pemberdayaan Perempuan dalam Politik dan Pembangunan" pada huruf d, (hal 23) yaitu :
"Kami berkomitmen untuk memperjuangkan kebijakan khusus untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan, perangkat dan alat kesehatan dan tenaga – khususnya bagi penduduk di pedesaan dan daerah terpencil sesuai dengan situasi dan kebutuhan mereka. Menyediakan system perlindungan sosial bidang kesehatan yang inklusif dan menyediakan jaminan persalinan gratis bagi setiap perempuan yang melakukan persalinan. Mengalokasikan anggaran negara sekurang-kurangnya 5% dari anggaran negara untuk penurunan AKI, Angka kematian bayi dan balita, pengendalian HIV dan AIDS, penyakit menular dan penyakit kronis.

Hati saya senang menemukan program ini, meskipun normatif. Tetapi saya bertanya-tanya, mengapa program kesehatan yang nyata-nyata tidak hanya identik dengan perempuan (kecuali persalinan, AKI, AKB), ditempatkan pada  program pemberdayaan perempuan? Mengapa program kesehatan ini tidak ditempatkan dalam 1 nomer tersendiri, misalnya bagaimana secara politik berpihak pada pembangunan kesehatan.

Selain masalah penempatan program kesehatan yang tidak tepat, saya tertarik mengomentari alokasi sekurangnya 5% APBN. Saat ini Tahun 2014 alokasi anggaran kesehatan sekitar 3,6 persen merupakan total anggaran kesehatan termasuk untuk Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS Kesehatan). Pertanyaannya, apakah mungkin mampu laksana jika JKWJK ingin mengalokasikan 5% APBN hanya untuk AKI, AKB, HIV/AID, penyakit menular dan kronis?

Dengan masih geleng-geleng kepala, kemudian saya terus mencari pada bagian lain, dan menemukan program kesehatan pada bagian "Berdikari dalam Bidang Ekonomi" prioritas program nomer 5 pada "Pemberdayaan Buruh" (hal. 33):
"Kami berkomitmen untuk membangun pemberdayaan Buruh, melalui, (1) pengendalian inflasi harus dlihat sebagai bagian integral dari perjuangan buruh, (2) Pembangunan perumahan untuk buruh di kawasan industri tidak dapat ditunda lagi, (3) APBN harus menjadi bagian penting dari pelayanan hak-hak buruh. (3) penambahan iuran BPJS kesehatan yang berasal dari APBN dan APBD perlu dilakukan, (4) Pelarangan kebijakan alih tenaga kerja di BUMN, (5) Mencipatakan pertumbuhan ekonomi yang terkait dengan penyerapan tenaga kerja, (6) mekanisme proteksi terselubung untuk melindungi tenaga kerja dalam pelaksanaan Masyarkat Ekonomi Asean., (7) Melakukan revisi terhadap UU 39/2004 tentang penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan menekankan pada aspek perlindungan, (8) Mendukung pegesahan UU Tentang Sistem dan Komite Pengawas Ketenagakerjaan, UU Tentang Sistem Pengupahan dan Perlindungan Upah; UU Tentang Kesehatan, UU Tentang Keperawatan, UU Tentang Kebidanan;..."

Disini lagi-lagi saya tak habis pikir, mengapa program kesehatan hanya untuk mendukung pemberdayaan buruh. Apakah JKWJK tidak tahu bahwa yang perlu penambahan iuran BPJS itu tidak hanya buruh. Seluruh rakyat miskin, gelandangan, pengemis, orang terlantar, petani, pedagang asongan, intinya iuran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) memang perlu dinaikan iurannya. Yang agak janggal adalah mendukung pengesahan UU tentang Kesehatan. Padahal UU Kesehatan baru saja disahkan tahun 2009 (UU 36 Tahun 2009).

Pencarian dilakukan pada bagian "Mandiri dalam bidang ekonomi" pada program "Perimbangan Pembangunan Kawasan" yaitu :
Kami berkomitmen untuk membangun perimbangan pembangunan kawasan melalui; ..... (8) Implementasi pelayanan publik dasar yang prima melalui pembangunan 50.000 rumah sehat dan mengembangkan 6000 puskesmas dengan fasilitas rawat inap, (9) Implementasi sistem jaminan sosial nasional secara merata di seluruh Indonesia ....

Ini program baik, tetapi lagi-lagi mengapa penempatannya disini. apakah pengembangan puskesmas semata-mata urusan perimbangan pembangunan kawasan? Terus apa yang dimaksudkan implementasi SJSN secara merata itu?

Sampai disini penelurusan saya terhadap program kesehatan pada visi misi JKWJK. Saya tidak menemukan program kesehatan yang orisinal, istimewa dan bersifat kebaruan. Tidak juga program itu bersifat konkrit dan terukur. Padahal dengan dokumen setebal 41 halaman, semestinya JKWJK memiliki ruang untuk menjelaskan sebagian dari program kesehatan. Contohlah Kartu Indonesia Sehat sebagai agenda Nawa Cita, mengapa tidak ada penjelasan lebih detil? Apa relevansinya KIS dengan JKN dan BPJS? Apakah itu program baru atau penamaan baru dari JKN (BPJS)?

 

2.  Prabowo Subianto - Hatta Rajasa

Sekarang giliran saya menelusuri program kesehatan dari pasangan PSHR. Sebagaimana saya sebutkan diatas, penjabaran visi misi PSHR disusun secara terstruktur, tersaji pointer dengan penomoran yang jelas. Dokumen hanya memuat ""Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia" setebal 9 halaman sehingga sangat mudah mencari program kesehatannya.

Program kesehatan PSHR tercantum dalam agenda ke-5 yaitu Meningkatkan Kualitas Pembangunan Sosial melalui program Kesehatan, sosial, Agama, Budaya dan olahraga. Dari 9 program, 6 diantaranya terkait dengan kesehatan yaitu :

  •  Menjamin pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin melalui percepatan pelaksanaan BPJS Kesehatan.

  •  Mengembangkan rumah sakit modern di setiap kabupaten dan kota.

  •  Memberikan jaminan sosial untuk fakir miskin, penyandang cacat dan rakyat terlantar.

  •  Meningkatkan peran PKK, Posyandu dan Puskesmas, dan mengembangkan program Keluarga Berencana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

  •  Menggerakkan revolusi putih mandiri dengan menyediakan susu untuk anak-anak miskin di sekolah melalui peternakan sapi dan kambing perah.

  •  Mewajibkan sarjana dan dokter yang baru lulus untuk mengabdi di daerah miskin dan tertinggal.


Sayang sekali, dokumen visi misi PSHR hanya 9 halaman dan berupa poin-point saja, sehingga tak bias diketahui bagaimana cara mencapai agenda dan program nyata itu. Dan saya juga kecewa karena program Kesehatan tidak mendapatkan prioritas sendiri sebagaimana Pendidikan sehingga bias dieksplorasi lebih jauh keperpihakan PSHR terhadap bidang kehidupan yang bersifat dasar dan asasi. Padahal kita tahu bidang kesehatan dan pendidikan itu urusan kebutuhan dasar manusia.

Dan menjadi pertanyaan saya, mengapa pada program kesehatan ini tidak dilengkapi angka/data dan anggaran seperti program prioriras PSHR lainnya? Meski demikian, ada yang menarik untuk dicermati dengan adanya program revolusi putih, wajib dokter mengabdi di daerah tertinggal dan rumah sakit modern di setiap kabupaten/kota. Program ini terasa baru, tidak seperti biasa saya dengar, lebih nyata dan tidak normatif.

 

KESIMPULAN

Setelah menelusuri dan membandingkan program kesehatan terutama pada "program prioritas" sebagai penjabaran inti dari visi misi capres/cawapres, saya berkesimpulan bahwa program kesehatan tidak menjadi bagian utama dari program JKWJK maupun PSHR jika terpilih sebagai presiden/wakil presiden. Visi misi JKWJK maupun PSHR tidak cukup banyak menyentuh isu kesehatan diantaranya disparitas, akses dan mutu layanan kesehatan termasuk akreditasi, promotif dan preventif kesehatan, tingginya harga alat kesehatan dan obat, kekurangan dokter dan tenaga kesehatan, perlindungan hukum pasien dan tenaga kesehatan, health tourism, penelitian pengembangan kesehatan, pertumbuhan industri kesehatan dalam negeri, dan reformasi kesehatan Indonesia.

Namun demikian jika dibandingkan dari keduanya, program prioritas bidang kesehatan pasangan PSHR lebih baik dibandingkan JKWJK. Jumlah program prioritas bidang kesehatan PSHR lebih banyak dibandingkan JKWJK.Visi bidang kesehatan PSHR terasa lebih nyata dan relative tidak normatif. Konkritnya begini, saya menganggap percepatan pelaksanaan BPJS realistis dibandingkan meningkatkan jumlah iuran BPJS. PSHR dalam program kesehatannya menyebutkan puskesmas, posyandu, pkk dan keluarga berencana.Dan menariknya adalah penyediaan susu untuk anak-anak miskin serta menghidupkan kembali wajib pengabdian di daerah terpencil bagi sarjana dan dokter yang akan mendorong pembangunan kesehatan.

Demikianlah pendapat saya atas hasil penelusuran dan membandingkan visi misi bidang kesehatan yang tertulis antara JKWJK dan PSHR. Orang bilang,"ah, ini kan hanya janji politik. Yang penting kan bagaimana pelaksanaannya". Memang benar, sebuah ide akan bernilai ketika dilaksanakan. Demikian juga visi misi ini hanya sekedar tulisan diatas kertas jika akhirnya tidak dilaksanakan. Namun saya berpendapat bahwa kualitas dan kapasitas seseorang dapat dilihat dari seperti apa gagasaan dan bagaimana menyampaikannya. Dalam konteks inilah, menurut saya menjadi penting untuk menilai, membandingkan dan menguji visi misi calon pemimpin, capres dan cawapres Indonesia.

Pilihan ada ditangan saya, anda dan kita semua, kepada siapa bangsa dan negara ini kita serahkan untuk memimpin. Siapa pun pilihannya, mari saling menghormati dan menghargai. Dan untuk bukti nyata, kita lihat saja siapa yang ditakdirkan Alloh menjadi Presiden Republik Indonesia. Dan kita akan jadi saksi, apakah kinerja Presiden dan Wakil Presiden terpilih seperti yang ditulis dalam visi misi ini.

Semoga Indonesia lebih baik.

Selasa, 07 Januari 2014

, , , , , ,

Kenapa anggaran Kemenkes Tahun 2014 Diblokir, Masalah Teknis ataukah Politis?

Sejak 1 Januari 2014, suasana kantor Kementerian Kesehatan di setiap pagi hari terasa berbeda. Mayoritas pegawai sudah hadir dan siap bekerja sebelum jam 7.30 wib. Tunjangan Kinerja telah mendorong secara signifikan kehadiran tepat waktu PNS Kemenkes.

Namun perubahan besar budaya kerja dalam hal disiplin waktu itu tidak disertai meningkatnya aktivitas kantor. Sebaliknya, pegawai Kemenkes hanya berkutat pada tugas dan pekerjaan rutin sehari-hari. Tak ada kesibukan berarti. Kegiatan besar yang semestinya berdaya ungkit tinggi terhadap pencapaian program pembangunan kesehatan ternyata malah mandeg. Tanggung jawab Kemenkes dalam hal penyusunan kebijakan dan norma standar, pembinaan, bimbingan teknis dan pelaksanaan kegiatan berskala nasional nyaris terhenti. Usut punya usut, ternyata anggaran Kementerian Kesehatan tahun 2014 selain gaji telah dibintang (blokir). DPR belum menyetujui pencairan anggaran Kemenkes tahun 2014 dengan alasan kurang data dukung.

Berdasarkan bocoran dari sumber terpercaya, penyebab blokir keseluruhan anggaran Kemenkes tahun 2014 adalah anggaran tugas pembantuan. Belum adanya kesepahaman pada anggaran upaya kesehatan dasar dan rujukan dalam bentuk Tugas Pembantuan antara anggota DPR dengan Kemenkes. Pertanyaannya, apakah benar Kemenkes tidak menyediakan data dukung sehingga DPR belum "merontokkan tanda bintang" anggaran?

Dalam kurun waktu 3 tahun belakangan ini, Kemenkes (Ditjen Bina Upaya Kesehatan) telah menerapkan perencanaan elektronik (e-planning) dalam usulan anggaran tugas pembantuan dan dana dekonsentrasi pada upaya kesehatan dasar dan rujukan. Dengan E-planning, setiap Provinsi melakukan usulan anggaran dari Kabupaten/Kotamadya di wilayahnya secara online kepada Kementerian Kesehatan. Tanpa usulan Provinsi melalui e-planning, maka Kabupaten/Kota tidak akan mendapatkan alokasi anggaran tugas pembantuan berupa peralatan dan sarana prasana yang telah ditentukan seperti PONED, PONEK, gawat darurat dan ketersediaan fasilitas pelayanan kelas 3. E-planning ini terbukti meningkatkan efisiensi, efektifitas dan transparansi perencanaan anggaran. Bahkan mekanisme e-planning bisa meminimalisir intervensi politik dan tekanan tangan-tangan Senayan. Diakui atau tidak, mekanisme e-planning membuat gerah politisi Senayan karena memperkecil gerak politik anggaran dan jatah kue sektor kesehatan di daerah.

Tahun 2014 adalah tahun politik. Inilah saatnya menumpuk logistik menyongsong pemilihan umum. Sebagian besar anggota DPR yang saat ini duduk di Senayan kembali mencalonkan diri sebagai legislator. Kemanakah mereka mencari bekal kampanye? Apakah cukup dari gaji dan aneka macam tunjangan yang beratus juta itu? Tentu tidak. Para anggota DPR yang mencaleg kembali itu membutuhkan sumber potensial memperbesar logistik pemilu. Dan APBN adalah kue yang legit nan menggiurkan untuk dicuil-cuil sebagai bekal mencaleg lagi. Banyak modus pengumpulan logistik pemilu melalui APBN, diantaranya komisi (jatah) dari pengadaan barang jasa yang bersumber dari anggaran tugas pembantuan. Para anggota DPR itu akan "berjuang", lebih tepatnya ngotot, agar daerah pemilihannya mendapatkan porsi anggaran tugas pembantuan termasuk bidang upaya kesehatan. Semakin besar anggaran yang didapat daerah, tentu semakin besar pula potensi komisi (jatah preman) yang diperoleh. Selain tentunya, oknum DPR tersebut akan berkoar-koar sebagai pahlawan yang berjasa menggelontorkan anggaran ke daerah tersebut.

Seminggu pada Tahun 2014 ini telah berlalu, namun anggaran Kemenkes belum dapat dicairkan alias di blokir. Dengan sistem e-planning yang sudah berjalan baik selama 3 tahun ini, apakah benar ini disebabkan semata-mata alasan teknis kurangnya data dukung? Ataukah blokir anggaran ini disebabkan oleh modus politik demi logistik pemilu? Anda pasti sudah punya jawabannya.

Jumat, 13 Desember 2013

, , , , ,

Mengurai Persoalan Bagi-Bagi Kondom

Ada 3 alasan utama penolakan Pekan Kondom Nasional yaitu (1) bagi-bagi Kondom bukan cara cegah penyebaran HIV/AIDS, melainkan dengan mengajak kembali kepada ajaran agamanya (Islam); (2) bagi-bagi kondom sama saja menyebarkan perilaku seks bebas; (3) HIV/AIDS tidak bisa dicegah dengan AIDS.

Mari kita urai persoalan Pekan Kondom Nasional ini dengan mendasarkan kepada 3 alasan penolakan tersebut.

1) Bagi-bagi Kondom bukan cara cegah penyebaran HIV/AIDS, melainkan dengan mengajak kembali kepada ajaran agamanya (Islam)

Dalam dunia kesehatan sangat dikenal 4 upaya yang selalu menjadi acuan dalam pelaksanaan program kesehatan yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya kesehatan ini merupakan tahapan komprehensif dari ajakan, kampanye, sosialisasi, kemudian pencegahan, pengobatan dan perawatan dan diakhiri dengan pemulihan. Demikian pula dalam penanggulangan HIV/AIDS pasti menggunakan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Ada penanggulangan HIV/AIDS dari hulu hingga hilir, atau dalam istilah sepakbola disebut total football.

Pada proses promotif dalam penanggulangan HIV/AIDS tidak hanya sektor kesehatan yang terlibat. Pemangku kepentingan Kesehatan telah gencar melakukan kampanye ABAT (Aku Bangga Aku Tahu) untuk menyadarkan dan memberi pemahaman kepada masyarakat apa itu HIV/AIDS. Dilengkapi dengan media komunikasi, informasi dan edukasi yang dengan mudah dipahami dan diakses publik. Tidak Kesehatan, sektor lain pun semestinya ikut terlibat dalam upaya promotif HIV/AIDS ini. Para ahli agama dapat memberikan pencerahan dan tauladan kepada umatnya bagaimana jalan Tuhan dapat menghindarkan diri dari tertularnya HIV/AIDS. Melalui masjid dan rumah ibadah, ustadz dan pendeta mengajak umat untuk menjalani kehidupan dengan nilai-nilai agama .

Demikian juga peran orang tua, guru dan keluarga sangat penting dalam menjauhkan diri dari perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS. Pesan pentingnya adalah janganlah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, bila sudah menikah, setialah pada suami/isteri dan jangan berganti-ganti pasangan. Pesan kunci ini bisa disampaikan oleh siapa saja, yang peduli tentunya, sehingga setiap orang menjadi sadar untuk berperilaku sehat dan baik.

Idealnya tahapan promosi dengan penyadaran perilaku hidup baik nan sehat dapat menjauhkan diri dari perilaku beresiko. Jika demikian selesai sudah tanggung jawab dalam penanggulangan HIV/AIDS. Tetapi kenyataan berkata lain. Masih banyak orang mempunyai kecenderungan perilaku menyimpang. Oleh sebab itu perlu upaya lain, preventif. Misalnya tidak dikeluarkan izin tempat hiburan yang rawan prostitusi dan menertibkan tempat pelacuran. Sementara itu setiap pasangan menjalin komunikasi harmonis dan saling setia.

Ternyata masih saja ada manusia yang tak mempan dinasehati ustadz. Tak juga menghargai kesetiaan pasangannya sehingga gentayangan di area prostitusi. Untuk golongan manusia ini disarankan pakai kondom sebagai upaya tidak tertular HIV/AIDS. Kondom menjadi upaya terakhir setelah ceramah agama dan kesetiaan pasangan tak lagi menjadi benteng diri. Kondom tidak saja sebagai upaya melindungi si pelaku prostitusi tetapi juga pasangannya di rumah dan juga janin agar tak tertular HIV/AIDS. Dan berdasarkan penelitian, kurang lebih 80% risiko penularan HIV dan AIDS di Indonesia disebabkan oleh transmisi seksual tidak aman atau berganti-ganti pasangan seksual tanpa menggunakan kondom.

Oleh sebab itu, Komisi Penanggulangan Aids Nasional menggandeng pihak swasta dan didukung juga Kementerian Kesehatan melakukan kegiatan bagi-bagi kondom kepada pelaku dan tempat beresiko tadi. Bagi-bagi kondom ini secara bombastis disebut Pekan Kondom Nasional. Acara ini menimbulkan polemik yang justru menggelamkan pesan dan makna kegiatan Hari Aids Sedunia dengan beragam rangkaian acara lain.

Sementara itu, pada upaya kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan) sektor kesehatan, terutama Kementerian Kesehatan, mempunyai tanggung jawab dan kompetensi dalam penanganan penderita HIV/AIDS. Kementerian Kesehatan menyediakan dan mendorong fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi penderita HIV/AIDS.

Sampai disini, apakah kita masih mengira bahwa upaya penanggulangan HIV/AIDS hanya sekedar bagi-bagi kondom?

(2) Bagi-bagi kondom sama saja menyebarkan perilaku seks bebas.

Mari kita berfikir, apa sesungguhnya faktor pendorong orang melakukan hubungan seksual kepada bukan pasangan yang sah? Apa penyebab utama orang pergi ke tempat prostitusi? Apakah dengan memiliki satu pax kondom mendorong orang jajan di pelacuran?

Mungkin perlu dilakukan survei dan penelitian, apakah kondom mendorong orang melakukan hubungan seksual. Ataukah kondom menjadi penyebab merebaknya pelacuran? Padahal pelacuran, hubungan seksual dengan bukan pasangan atau perilaku seks bebas sudah ada sebelum kondom diciptakan.

Meminjam sebuah premis, kejahatan terjadi bukan hanya karena niat tetapi karena kesempatan. Bicara niat ialah bicara keimanan, keyakinan dan kesadaran. Kesempatan muncul ketika kemampuan bertemu ketersediaan waktu dan tempat. Dan kondom, bukanlah menjadi niat dan kesempatan untuk melakukan perilaku seks bebas bagi kelompok beresiko.

(3) HIV/AIDS tidak bisa dicegah dengan AIDS.

Katanya menurut penelitian bahwa pori-pori lateks kondom lebih besar 10x lipat dari besar virus HIV. Ini berarti kondom tidak dapat mencegah tertularnya virus HIV. Katanya penelitian juga bahwa virus HIV menular melalui media cairan, misalnya sperma. Nah, kalau cairan sperma atau cairan vagina tidak tembus kondom, bagaimana virus HIV menular?

Ada yang bilang tingkat kebocoran kondom bisa mencapai 30%, berarti pakai kondom tidak aman dari HIV/AIDS. Sederhana saja, orang akan pilih mana; pakai kondom resiko 30% atau tanpa kondom dengan resiko 100% tertular HIV/AIDS.

The last but not the least, dalam persoalan bagi-bagi kondom perlu didudukan pada konteks yang tepat dan sewajarnya. Itu bukan satu-satunya upaya penanggulangan HIV/AIDS. Bagi-bagi kondom hanya upaya kecil di hilir setelah upaya promotif untuk penyadaran perilaku sehat nan baik tak mempan bagi pelaku beresiko. Kondom bagian upaya agar tidak semakin banyak orang terinveksi HIV/AIDS, terutama bagi orang-orang yang sebenarnya tidak pantas tertular HIV seperti kaum ibu dan janinnya.

Program bagi-bagi kondom hanya dilakukan kepada kelompok orang dan tempat beresiko tinggi bukan kepada masyarakat umum terutama pelajar mahasiswa. Jika ada penyelewengan program, mari diluruskan. Jika ada yang kurang pas, mari diberikan masukan/saran. Bukan justru menghujat dan mencaci pihak yang berusaha melindungi ibu dan janin agar tak tertular HIV/AIDS. Setiap orang mempunyai tanggung jawab dalam penanggulangan HIV/AIDS, tak perlu mencela orang lain apalagi jika dirinya belum berbuat apa-apa.