Tampilkan postingan dengan label bunuh pelan-pelan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bunuh pelan-pelan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 17 November 2013

, , , ,

Inilah Pernyataan Menkes "PB IDI Saya Bunuh Pelan-Pelan Kalau Ancam Mogok Lagi"

Akhirnya saya mendapatkan rekaman suara Menkes yang ada kalimat “bunuh pelan-pelan kalau ancam mogok lagi”. Jika menyimak nada bicara, intonasi suara dan gaya bicara Menkes pada saat itu, bisa dipastikan siapa pun yang hadir menganggapnya sebagai candaan. Itu terbukti dengan riuh ketawa audiens yang saat itu hadir, tentunya mayoritas dokter.

Dan ternyata secara redaksional, kalimat seloroh itu ditujukan kepada PB IDI, bukan dokter secara umum. Dan secara spesifik, Menkes melontarkan gurauan itu untuk menanggapi kabar ancaman pengurus besar IDI yang pernah mengancam mau mogok karena tidak setuju SJSN.

Pada saat itu, Menkes sebagai salah satu keynote speaker pada Urun Rembug Nasional IDI dalam rangka Hari Bakti Dokter Indonesia 2013. Dengan tema “Mewujudkan Pelayanan Kesehatan Yang Berkeadilan di Negeri Berdaulat” forum Urun Rembug Nasional IDI dilaksanakan Senin, 26 Agustus 2012 di JIE Kemayoran Jakarta.

Setelah mengucapkan salam kepada hadirin, Menkes tidak langsung membacakan naskah pidatonya, melainkan mengajak dialog dengan peserta forum. Menkes mengawalinya dengan bercerita bagimana beliau bertanya kepada stafnya yang asli orang jawa sehingga bisa menjelaskan arti kata dan makna “urun rembug”. Suasananya cair dan dialogis. Peserta yang hadir pun merespon dengan tertawa.

“Semalam saya tanya, siapa orang jawa di sekitar saya. urun rembug itu artinya apa? Ternyata tidak ada. Baru tadi pagi, ketemu prof budi. Prof, orang jawa beneran kan? Urun rembug itu artinya apa? Dia bilang, urun itu sharing. Jadi kita mau sharing aja. Terus Rembug itu apa? Berembug itu berdiskusi.ohh gitu. Itu sama dengan musyawarah untuk mufakat nggak? Nggak! dia bilang. Karena tidak perlu ada mufakat. Alhamdulillah (hadirin tertawa riuh). Berarti tidak perlu ada mufakat toh? Yg penting sharing. Kemudian kita omongkan”. Terdengar sayup sisa-sisa hadirin yang tertawa.

Kemudian Menkes menyampaikan terima kasih dan apresiasi terhadap forum yang digagas PB IDI ini. Dan secara khusus Menkes mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Dokter di seluruh Nusantara ini yang selama ini telah berbakti dan melayani rakyat dengan sepenuh hati. Hadirin pun menyambut dengan tepuk tangan.

Sampai disini, Menkes pun belum membacakan naskah pidato. Secara dialogis dan naratif, Menkes tanpa teks bercerita tentang suasana diskusi cukup ramai antara Menkes dan pengurus PB IDI membahas wajib kerja sarjana saat sebelum acara dimulai.

“Bu, ini mestinya Menteri itukan lagi wajib kerja sarjana. Yee, enak saja. (hadirin tertawa). Kan pengurus besar IDI kan yang melanggar itu melanggar HAM. Dibilang, itu dulu bu. Lain bengkulu lain semarang, lain dulu lain sekarang. Sekarang dokter-dokter muda ini dokter dokter pejuang, jadi boleh lagi. Benar nggak nih? (hadirin tepuk tangan). Ini urun rembug. Bener nih? Nah, ada yang bilang nggak. Nah kalian urun rembug dulu”

Kemudian Menkes sedikit mengomentari terlalu luasnya bahasan yang harus disampaikan Menkes tentang Kebijakan Kemenkes dalam Mewujudkan Pelayanan Kesehatan Yang Berkeadilan di Negeri Berdaulat. Melihat rundown, Menkes akan banyak bicara tentang SJSN.

“Waktunya berapa menit? Kalau 10 menit saya pulang sekarang (hadirin tertawa riuh). 30 menit? Kalau begitu langsung saja.. tapi kalau ketemu teman-teman, saya tidak mau baca sambutan. Saya ingin bicara dari hati ke hati. Mungkin itulah maknanya urun rembug bahwa kita ngomong dari hati ke hati (hadirin tepuk tangan).

Kemudian Menkes memulai membaca naskah sambutannya hingga pada bahasan tentang Jaminan Kesehatan Nasional yang mulai 1 Januari 2014. Dan disela-sela membaca, Menkes selinggi dengan komentar untuk mencairkan suasana.

Pada menit 16:07, Menkes menjelaskan diluar teks pidato mengenai besaran iuran,

"Besar iuran belum ditentukan oleh Presiden. Insya Alloh dalam waktu dekat, presiden akan mengeluarkan peraturannya berapa. Karena saudara-saudara dari ini, saya buka memang sekarang apa yang kami usulkan ya, sebab pengurus besar IDI pernah mengancam mau mogok toh, bilang mau mogok karena tidak setuju SJSN"

Menkes kembali menjelaskan tentang JKN dengan membaca teks sambutan maupun diluar naskah. Hingga sampailah komentar Menkes diluar naskah sambutan untuk mencairkan suasana.

"Nah, jadi, inilah yang akan mulai 1 Januari 2014, dan silahkan Saudara urun rembug tentang pandangan saudara. Asal jangan saudara ancam mogok, kalau kamu ancam mogok, saya bunuh kau pelan-pelan satu per satu. (dan disambut tawa riuh). Seluruh PB IDI saya bunuh pelan-pelan kalau ancam mogok lagi. Ya yang bener aja, masa kalian sama dengan buruh. Saya kira engga lah ya".

Menkes  pun melanjutkan tugasnya sebagabuni Keynote Speaker dengan gaya berpidato dan berdialog dengan gaya yang komunikatif dan tidak membosankan hingga menit 48.18. Diakhiri tepuk tangan riuh peserta forum Urun Rembug Nasional  IDI 2013.
, , , , , , ,

Memahami Pernyataan Menkes, “Kalau Mogok, Kalian (Dokter) akan Saya Bunuh Pelan-Pelan”

Saya telusuri latar dan jalan cerita, kemudian mencoba merangkaikan untukj dikisahkan secara utuh tentang dokter, mogok, menkes dan bunuh pelan-pelan. Sebenarnya ceritanya biasa saja, hanya seakan-akan heboh. Dan dibentur-benturkan agar terasa nyaring dan riuh antara Menkes dan Dokter. Dikaitkan pula dengan (konon) pernyataan Menkes "Kalau mogok, kalian (dokter) akan saya bunuh pelan-pelan". Terkesan kasar dan seram ya?

Suasana menjadi semakin dramatis, karena dikaitkan dengan aksi keprihatinan dokter di Menado yang menyatakan tutup pelayanan obgyn selama 3 hari. Aksi keprihatinan ini dibumbui dengan ajakan agar dokter mogok sebagai bentuk kampanye "stop kriminalisasi dokter". Maka ceritanya jadi seru. Pertanyaannya, adakah kaitan langsung masing-masing keyword: “dokter”, “mogok”, “menkes”, dan “bunuh pelan-pelan” ini? Apakah ini satu rangkaian cerita?

Berdasar penelusuran saya, pernyataan dan kejadiannya pada waktu, tempat dan konteks yang berbeda. Tidak terkait langsung. Tidak sebab akibat. Adalah sebuah opini dr Ario Djatmiko di Jawa Pos "Demo Pilihan pahit bagi dokter" yg menyoroti aksi demo pada hari dokter. Saya telusuri latar dan jalan cerita, kemudian mencoba merangkaikan untuk dikisahkan secara utuh tentang dokter, mogok, menkes & bunuh pelan-pelan.

Menurut saya opininya bagus, menyoal demo dalam hal dokter sebagai profesi atau pekerja. Itulah yg oleh penulis disebut pilihan pahit. Dalam penutup opini yg mengulas demo dokter, penulis mengutip (konon) pernyataan Menkes di forum Rembug IDI 26 Agustus 2013 sekitar 3 bulan lalu.

Dalam persepsi saya, ditengah kebimbangan "demo bagi dokter itu pilihan pahit" penulis ingin mengkontraskan dengan pernyataan Menkes sekitar 3 bulan lalu. Dalam forum IDI itu konon Menkes berkata "Kalau mogok, kalian akan saya bunuh pelan-pelan". Tapi blm jelas konteksnya Menkes bilang itu.

Forum Urun Rembug Nasional IDI tanggal 26-28 Agustus 2013 adalah event besar dan pastinya tak luput publikasi termasuk dari media massa/pers. Namun pada acara sebesar itu dan pernyataan sebombastis itu, saya kesulitan menemukan link beritanya. Berbeda dengan pernyataan Menkes pada Hari Kesehatan Nasional (HKN) tanggal 15 November 2013 kemarin. Pada HKN kemarin Menkes bercanda "Mau cek kesehatan keluar negeri? Saya tembak pelan-pelan nanti. Cek saja di rumah sakit Indonesia," Pernyataan itu dengan mudah kita temukan di media massa dan media sosial. Tapi tidak pada "dokter mogok dibunuh pelan2". Ini nggak lazim.

Opini dr Ario Djatmiko itu ditulis tgl 15 Nov 2013, 2 hari lalu. Disaat yang hampir sama, muncul gerakan aksi keprihatinan dokter di Menado. Ada pengumuman bahwa praktek dokter kebidanan di Sulut & Manado tutup tanggal 18-20 November (3 hari) sebagai aksi keprihatinan. Sepertinya ada momentum antara opini di Jawa Pos, rencana tutup praktek dokter obgyn, ajakan mogok dan pernyataan menkes. Opini pun liar.

Ada kesan bahwa rencana tutupnya layanan obgyn di menado, dianggap sebagai seruan mogok dokter yang oleh Menkes akan dibunuh pelan-pelan. Rencana tutupnya praktek dokter obgyn sebagai bentuk aksi keprihatinan terhadap 3 dokter kandungan yg dinyatakan bersalah melakukan malpraktik. Sebagai bentuk solidaritas, aksi keprihatinan dokter obgyn terhadap sejawatnya dapat dimengerti. Tapi bisa jadi momentum ini digunakan utk tujuan lain.

Opini berkembang bahwa aksi keprihatinan ini sebagai bentuk mogok dokter utk "stop kriminalisasi dokter". Dan opini ini terus bergulir liar. Kampanye "stop kriminalisasi dokter" atau apapun bentuk kriminalisasi terhadap profesi/pekerjaan lain memang harus dihentikan. Stop!. Pertanyaannya apakah bentuk kampanye "stop kriminalisasi dokter" itu harus dengan Mogok? Disinilah titik singgungnya dengan pernyataan Menkes.

Ketika bicara dokter mogok, opini beralih pada (konon) pernyataan Menkes sekitar 3 bulan lalu di forum IDI "jika dokter mogok, dibunuh pelan-pelan". Dan isu pun berganti, dari "stop kriminalisasi dokter" menjadi seakan-akan Menkes akan bunuh pelan-pelan jika dokter mogok. Liar deh jadinya. Jadi dari rangkaian waktu, pernyataan dan kejadian itu beda tempat waktu dan konteks yg tidak saling terkait.

Mari cerita Menkes dan Dokter ini kita lihat dari sisi yg berbeda terhadap pernyataan Menkes pada forum rembug nasional IDI itu. Anggaplah benar Menkes mengatakan "Kalau mogok, kalian (dokter) akan saya bunuh pelan-pelan". Kira-kira apa ya maksud Menkes? Apakah Menkes akan bunuh pelan-pelan dokter mogok, sebagaimana makna bunuh sebenarnya? Ataukah becanda? Konteksnya apa ya saat itu?

Saya sepakat bhw semestinya pejabat publik yang harus memahami publik, bukan sebaliknya masyarakat yg harus mengerti pejabatnya. Namun demikian, tidakkah publik apalagi masyarakat dokter, tidak bertanya, dlm konteks apa Menkes bicara seperti itu? Pantaskah forumnya?

Saya coba gambarkan hubungan dokter dan Menkes seperti ikatan keluarga dalam sebuah bangunan rumah tangga. Terserah siapa ibu anaknya. Ketika itu Menkes bicara diantara para dokter sebagai sebuah keluarga dalam rumah bernama forum rembug nasional Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dalam keluarga, ada tawa, obrolan, candaan, sindiran, marah, kata-kata lembut bahkan bisa jadi kata-kata kasar. Itu terjadi di dalam rumah. Ada kalanya Ibu marah dengan keras, membentak bahkan memukul anaknya, untuk mendidik mana yg boleh dan tidak dilakukan. Itu di dalam rumah. Sekali lagi, sekasar apapun ucapan entah serius atau becanda, dilakukan seorang ibu kepada anaknya, cukup terjadi di dalam rumah itu.

Bisa jadi Menkes bicara "Kalau mogok, kalian akan saya bunuh pelan-pelan" bentuk didikan keras terhadap keluarga di dalam rumah kesehatan. Namun ternyata anggota keluarga ini tak terima, sehingga keluar rumah dan teriak-teriak "menkes bunuh pelan2 dokter mogok". Se-kampung tahu. Itu dari analogi keluarga dan rumah tangga.

Sekarang kita komparasi 2 pernyataan Menkes yang mirip antara di forum IDI dan HKN. "Mau cek kesehatan keluar negeri? Saya tembak pelan-pelan nanti. Cek saja di rumah sakit Indonesia," canda Menkes disambut tepuk tangan. Pernyataan Menkes di HKN tanggal 15 November 2013 ini mirip dengan tanggal 26 Agustus 2013 di forum IDi kan? Apakah ini menjadikan pasien penduduk Indonesia jadi heboh? Atau apakah penduduk Indonesia yang suka berobat ke luar negeri yangg saatu itu kebetulan hadir dan yang tidak hadir pada acacara HKN itu protes? Mogok? Mengecam?

Sudah 2 hari pernyataan Menkes itu, beritanya pun mudah sekali ditemukan. Rekaman ada. Tapi damai-damai saja. Itu karena Publik mengerti konteksnya. Publik mengerti bahwa konteks pernyataan Menkes ada;aj mengajak penduduk Indonesia yg selama ini berobat ke luar negeri, datanglah ke RS dalam negeri. Itu saja.

Ada yang menyesalkan pilihan bahasa yang digunakan Menkes. Kasar dan tidak simpati. Boleh jadi itu benar. Tapi menurut saya itu gaya canda. Bagi sebagian orang gaya canda dan bicara mungkin kasar, tapi sebagian lain masih dianggap wajar. Tergantung waktu, tempat & konteks.

Kembali pada pokok persoalan, dalam kehebohan ini beberapa hal yg harus dipisahkan. Pertama tentang aksi keprihatinan terhadap 3 dokter obgyn. PB IDI serukan "Doa Keprihatinan Profesi Dokter” yang dilakukan secara serentak di tempat kerja masing-masing pada Senin,18 November 2013 pukul 08:00.

Terhadap kasus hukum 3 dokter obgyn di Menado, Ketua Umum IDI, dr Zainal Abidin, mengirim sms ke Menkes agar turut membantu sejawat dokter di Manado. Berdasarkan seruan induk organisasi resmi dan satu-satunya dokter Indonesia, IDI, maka dokter tidak mogok. Aksi keprihatinan berupa doa. Ketua IDI menyatakan juga bahwa Menkes RI Ibu Nafsiah sudah membalas sms Ketum PB IDI, jawab Menkes bahwa sudah menghubungi Jaksa Agung agar ada jalan keluar bagi 3 dokter yang ditahan.

Terkait dengan "stop kriminalisasi dokter", kita semua, tidak hanya dokter, pasti tidak setuju kriminalisasi dalam segala bentuk dan siapapun. Hati-hati menyebut kriminalisasi dokter. Tidak serta merta seorang dokter yang dipidana karena kesalahannya bisa disebut kriminalisasi dokter. Ada pe-er besar bagi sejawat dokter untuk jelaskan kepada pasien apa itu risiko medis, kejadian tak diharapkan, informed concern dan lain-lain. Ada tugas besar sejawat dokter untuk memahamkan pasien apa itu konsep hukum ispanning verbitenis, sehingga bisa menghindarkan kriminalisasi dokter.

Yang terakhir tentang mogok. Mari cermati betul tulisan opini dr ario djatmiko di Jawa Pos itu dengan baik-baik. Pantaskah dokter mogok? Silahkan sejawat dokter mendefinisikan sendiri dokter itu sebagai profesi atau pekerja. Dokter sebagai pengabdian atau sarana pendapatan. Silahkan para dokter menilai sendiri dulu apakah baik dan benar jika dokter melakukan mogok kerja seperti buruh pabrik?

Terima kasih. Mohon maaf kepada para dokter yang tidak berkenan.