Tampilkan postingan dengan label service excellence. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label service excellence. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 Mei 2015

, , , , , , , , , , ,

7 Langkah Rumah Sakit Tangani Keluhan di Media Sosial

Media sosial secara radikal telah mengubah cara hidup dan bagaimana kita berkomunikasi. Tak terkecuali, media sosial juga mengubah dunia public relations dan marketing. Media sosial secara revolusioner mengubah  bagaimana hubungan antara merek (brand) dan konsumen, termasuk rumah sakit dan pasien. Diantara hubungan rumah sakit dan pasien, itu bagaimana rumah sakit melakukan pelayanan pelanggan.

Pasien, saat ini dan kedepan tentunya, semakin berharap rumah sakit dapat cepat merespon umpan balik melalui jaringan media sosial seperti Twitter dan Facebook. Respon umpan balik itu bisa berupa jawaban atas pertanyaan, tanggapan atas permintaan informasi dan penanganan keluhan (complain) secara cepat dan tepat.

Pernahkah rumah sakit Anda mendapatkan keluhan/complain yang dituliskan atau disampaikan melalui media sosial? Sekedar mengingat kembali sebuah kasus pasien Abiyasa (2 tahun) yang dikabarkan ditolak lebih dari 20 rumah sakit. Kabar itu menyebar liar melalui berbagai media sosial seperti BBM, Facebook, Twitter pada pertengahan November 2014. Sempat dirawat di RS Tarakan, Abiyasa akhirnya meninggal dunia akhir November. Kita tentu berduka meninggal dunianya seorang anak manusia. Dalam konteks bahasan media sosial kali ini, kita soroti bagaimana kabar itu terus menyebar tak terkontrol. Hingga Februari 2015, kabar terus menyebar via BBM dan Facebook.

Kasus yang baru saja terjadi bagaima sebuah status facebook pasien yang complain karena menambal gigi di sebuah rumah sakit di bilangan Jakarta selatan dikenakan tariff Rp 9 juta. Tidak sampai hitungan seminggu, status facebook itu menyebar lebih dari 10.000 share. Tak terbayangkan, betapa banyak akun facebook dan pembaca berita membaca, berkomentar dan ikut menyebarkan berita negatif tentang rumah sakit tersebut.

Dengan menyampaikan pertanyaan dan keluhan di forum publik, pasien membentuk dinamika kondisi pelayanan pelanggan tradisional. Ribuan  pasien lain dan calon pasien potensial dapat melihat interaksi layanan pelanggan antar pasien dengan rumah sakit, termasuk keluhan di media social yang diterima rumah sakit saat itu. Keluhan yang tersebar kepada khalayak luas, berpotensi menarik publisitas negatif. Meskipun pada sisi positif, rumah sakit memiliki lebih kesempatan untuk membantu dan terlibat aktif dengan permasalahan pasien yang berpotensi diubah menjadi pendukung merek rumah sakit tersebut.

Mengapa kita, rumah sakit, harus begitu peduli terhadap media sosial ini? Jika saya seorang Direktur Rumah Sakit akan bertanya kepada diri sendiri maupun petugas PR & Marketing saya, dimana pelanggan (konsumen) kita berada? Siapa segmen pasar kita? Jawaban atas pertanyaan ini sangat banyak.

Dalam konteks dunia maya, mari kita lihat statistik yang dikeluarkan APJII tentang profil pengguna internet Indonesia 2014. Apakah mereka stakeholder dan market rumah sakit kita?

APJII mencatat bahwa pengguna internet Indonesia 2014 sekitar 88,1 juta orang, terdiri :

  • 78,5 persen berlokasi di Indonesia bagian barat

  • 87,4 persen menggunakan media sosial

  • 85 persen mengakses internet dengan telepon genggamnya

  • 51 persen pengguna internet adalah wanita

  • 49 % pengguna berusia antara 18 – 25 tahun


Apa arti data tersebut bagi rumah sakit anda? Jika rumah sakit saya adalah rumah sakit swasta, secara sederhana dapat dikatakan ternyata pasien dan calon pasien saya adalah orang-orang melek intenet dan media sosial. Sudahkah rumah sakit kita ramah media sosial? Sudahkah kita menjalin komunikasi dengan stakeholder dengan media sosial? Sudahkah kita mengelola pelanggan, termasuk manajemen complain, menggunakan media sosial?

Mengapa kita perlu perhatian dengan pernyataan negative dan complain pasien? Sebuah survey Onbee Researc mengatakan bahwa 80 persen rekomendasi pasien terhadap pasien lain didasarkan pada pengalaman pelayanan. Survei di Gedung Putih mengatakan bahwa kabar buruk akan menjangkau 2 kali lebih banyak pelanggan/konsumen daripada kabar baik. Ini sejalan juga dengan survey Onbee Research yang mengatakan pengalaman baik pasien akan tersampaikan kepada 7 orang lain, sementara pengalaman buruk pasien menjangkau 11 orang, hamper 2x jumlahnya. Dan, sebuah riset pelanggan mengatakan bahwa dibutuhkan 12 pelanggan dengan pengalaman pelayanan yang memuaskan, untuk menghapus atau mengimbangi  kesan pelayanan buruk seorang pelanggan.

Perubahan kebiasaan penyampaian keluhan, permintaan informasi dan interaksi sebagai pasien, mengharuskan rumah sakit mengubah cara mereka melakukan pelayanan pelanggan/pasien. Sangat penting, rumah sakit mencurahkan lebih banyak waktu dan sumber daya untuk mendengarkan dan menanggapi pasien pada saluran daring (online) dan melihat dari sudut pandang pasien.

Bagaimana menangani keluhan atau pernyataan negative pasien di media sosial? Berikut beberapa tip  yang dapat dilakukan:

1.   Cepat dan tepat merespon keluhan,  lebih baik lagi jika pasien masih dalam jaringan (online).

Siapa pun yang mengeluh, punya harapan dan tuntuan agar segera direspon dan ditangani. Demikian juga pasien, mereka ingin segera mendapatkan tanggapan dan solusi atas permasalahannya dengan rumah sakit. Oleh karena, Rumah sakit harus memastikan bahwa akun media sosial rumah sakit terpantau dengan baik. Dan juga memastikan dapat merespon secepat mungkin pertanyaan/keluhan di media social. Idealnya, selagi pasien masih dalam jaringan, rumah sakit bisa merespon. Semakin lama rumah sakit merespon keluhan, pendapat buruk itu bisa menyebar jauh dan luas sebagai publikasi buruk.
2.     Jangan pernah menyerang pasien yang mengeluh di forum publik

Salah satu aturan utama dari layanan pelanggan sosial jangan pernah menyerang dengan orang-orang yang telah menulis sesuatu yang negatif tentang rumah sakit Anda. Jangankan menyampaikan kalimat yang bersifat menyerang, mendebat atau memarahi saja dihindari. Ini pasti akan menjadi bahan bakar publisitas buruk dan memastikan bahwa lebih banyak orang akan mendengar keluhan. Dan menjadi bumerang bagi rumah sakit sendiri
Sebaliknya membiarkan keluhan yang ditulis di media sosial, dengan alasan malas, takut salah merespon, atau memandang remeh, akan membentuk persepsi kuat bahwa keluhan itu benar. Sangat mungkin terjadi, keluhan itu akan viral menyebar kepada pengguna media sosial lain. Viralnya keluhan itu disebabkan perasaan yang sama atau perasaan empati dan mencegah jangan sampai orang lain mengalami hal yang sama. Merespon dengan cara buruk atau membiarkan terhadap keluhan pasien di media sosial, dua pilihan  yang harus dibuang jauh-jauh oleh rumah sakit.
3.   Bicara dengan sikap santun dan masuk akal, jika mungkin lakukan secara luar jaringan (offline).

Daripada bersikap menyerang dan membela diri, pendekatan yang lebih efektif adalah berbicara dengan santun dan masuk akal kepada pasien yang menyampaikan keluhan. Dan ingat, jangan membela diri untuk menang sendiri. Cobalah mengatasi masalah secara masuk akal. Tanggapan disampaikan secara jelas dan terukur dengan tujuan klarfikasi.

Dan jika mungkin, cobalah memindahkan interaksi dan percakapan dengan pasien yang mengeluh tersebut melalui saluran pribadi. Misalnya surat elektronik, telepon atau bertatap muka langsung. Dengan percakapan diluar jaringan atau bertatap muka, rumah sakit dapat memilah persoalan untuk dicarikan jalan keluar. Setelah selesai, secara sopan mintalah pasien pengadu mengubah atau menarik komentar buruk yang terlanjur dipublikasikan melalui media sosial.
4.     Berikan saluran untuk mengeluh

Rumah sakit tidak dapat selalu menghindari pasien mengeluh di media sosial, tetapi rumah sakit dapat menguranginya. Pelanggan kecewa cenderung untuk mengeluh melalui saluran online umum, jika mereka tahu dapat menggunakan email, telepon, atau formulir umpan balik yang dapat menjangkau secara langsung rumah sakit. Mereka hanya ingin masalah mereka ada yang mendengar, ada yang menanggapi, dan mengharapkan masalah mereka akan segera diatasi.

Rumah sakit dapat melakukan banyak hal untuk memastikan agar kekecewaan pasien tersebut dapat ditangkap langsung rumah sakit melalui "umpan balik" di website, web chating, web chatting, email atau akun media sosial. Jika rumah sakit Anda dikenal luas karena respon cepatnya atas keluhan, pelanggan dan pasien akan datang langsung menyampaikan keluhan dan pertanyaan melalui saluran itu, bukan saluran yang lain.
5.     Jika mungkin, buat akun khusus layanan pelanggan (pasien), termasuk komplain.

Beberapa rumah sakit di Indonesia telah menggunakan media sosial sebagai pemasaran atau alat promosi, tetapi faktanya banyak ditemukan pasien mengeluh di media sosial, misalnya melalui twitter dan facebook.

Bisa jadi akun yang diniatkan untuk promosi digawangi oleh admin yang tidak memahami bagaimana menangani keluhan pasien. Semakin banyak pertanyaan atau keluhan pasien melalui media sosial, menjadi alasan kuat rumah sakit mengelola akun khusus layanan pelanggan/pasien, termasuk penanganan keluhan. Hal Ini menunjukkan bahwa rumah sakit Anda peduli tentang layanan pelanggan dan penanganan complain. Upaya ini akan membantu rumah sakit bagaimana melayani pelanggan lebih baik dan lebih cepat.

6.     Ubah hal negatif menjadi positif

Media sosial memberikan kesempatan besar untuk mendengarkan pelanggan dan pasien rumah sakit Anda. Media sosial berpotensi meningkatkan pemahaman dan memberikan layanan pasien yang lebih baik. Memantau apa yang pasien katakan dan menganalisis interaksi media sosial yang masuk (seperti tweet. Analisis media sosial dapat mengetahui tren dan aspirasi pelanggan sehingga dapat digunakan untuk mengubah bagaimana rumah sakit anda beroperasi dan melayani pasien. Misalnya, jika semua orang mengeluh tentang pelayanan di klinik general check up, bagaimana rumah sakit Anda mengubahnya?

7.     Berikan kemampuan/ketrampilan memadai di media sosial

Jika pasien mengharapkan rumah sakit memberikan layanan pelanggan melalui media sosial, pastikan rumah sakit memenuhi harapan mereka. Kemapuan layanan pelanggan ini mempunyai cara dan kemampuan yang sama seperti yang Anda lakukan untuk layanan pelangan lainnya.

Hal ini memerlukan kerja sama baik antara public relations, pemasaran, unit teknis dan tim layanan peangan untuk memastikan tidak terjadinya salah persepsi dan salah menanggapi. Ini berarti rumah sakit harus memiliki orang-orang dengan keterampilan dan kemampuan memberikan pelayanan pelanggan/pasien melalui media sosial.
Memastikan konsistensi antara pelayanan pelanggan langsung (tatap muka) dengan pelayanan pelanggan dalam jaringan (online) via media sosial. Dan pastinya menggunakan basis pengetahuan (knowledge base) yang sama terpadu guna mendukung pelayanan pelanggan yang lebih luas.

Jika Anda tidak ingin rumah sakit Anda dinodai oleh publisitas negatif dari keluhan pelanggan di media sosial dan forum online, segera ambil inisiatif dan langkah pencegahannya. Pastikan rumah sakit memberikan kemampuan sumber daya dan manajemen media sosial yang cukup sehingga mampu menangkap peluang dan perubahan sekitar melalui pelanggan/pasien anda.

(disampaikan pada forum IRSJAM - Ikatan RS Jakarta Metropolitan)
 

Sabtu, 28 Juni 2014

, , , , , , , , , , , ,

Belajar dari RSCM Raih 2 Gold Champion pada Indonesia WOW Brand 2014

Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) berhasil meraih 2 Gold Champion kategori General Hospital Jakarta (A Class) dan General Hospital Bodetabek (A Class) pada Indonesia WOW Brand 2014 yang digagas Markplus.

Apa yang dilakukan oleh RSCM hingga mereka berhasil meraih 2 Gold Champion dari Indonesia WOW Brand 2014?

Transformasi RSCM menjadi rumah sakit yang WOW tidak berlangsung hanya setahun dua tahun. Namun, merupakan sebuah perjalanan panjang penuh dedikasi dan inovasi. Citra negatif sebagai rumah sakit umum berhasil mereka singkirkan bahkan kualitas pelayanan mereka bisa bersaing dengan rumah sakit swasta.

Dibutuhkan inovasi dan kreativitas untuk terus melakukan terobosan yang bisa membuat suatu merek menjadi merek yang WOW. Begitu juga dengan RSCM. Citra RSCM dengan pelayanan lama, pasien yang tidak terawat secara baik, fasilitas yang tidak lengkap, serta kesan yang kumuh berhasil diubah menjadi oleh Rumah rumah sakit yang "WOW".

RSCM melakukan sebuah perubahan yang mencakup sebuah budaya kerja dari tiap-tiap individu dan divisi yang melakukan pelayanan langsung maupun tidak langsung kepada pasien. RSCM menanamkan budaya kerja; menolong dan memberikan yang terbaik. Demikian juga kualitas tenaga dan nonmedis, RSCM terus melakukan perbaikan demi pelayanan yang prima dan berkualitas. Masing-masing tenaga medis dan nonmedis mendapatkan pelatihan yang terbaik sesuai dengan kompetensi mereka. Peralatan-peralatan kedokteran yang canggih saat ini memerlukan kecakapan yang baik untuk menggunakannya.

Selain kecakapan dari penggunaan alat-alat medis, RSCM juga memberikan perhatian khusus dalam pemahaman service excellence. Service excellence merupakan usaha dari RSCM terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Dalam hal standar pelayanan, RSCM mengacu pada standar yang diterapkan oleh Joint Commision International (JCI). RSCM mengutamakan patient safety, dalam arti semua keperluan dan hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien harus aman.

Dalam hal penangan pasien, RSCM melakukan sebuah terobosan dimana antara pihak RSCM berkolaborasi dengan pasien dalam proses pengobatan. Pasien dilibatkan dalam proses pemulihan kesehatan dari masing-masing pasien sesuai anjuran dokter serta konsultasi dan diskusi antara pasien dan pihak dokter.

Kolaborasi ini merupakan upaya untuk menurunkan komplain dari pasien kepada pihak RSCM karena dalam tiap hal pemutusan pengobatan pasien akan dilibatkan agar bisa berpartisipasi. Selain menurunkan komplain, kolaborasi ini juga bisa membuat pasien lebih loyal kepada pihak rumah sakit. Upaya kolaborasi antara pasien dan rumah sakit ini tidak lain adalah perwujudan dari budaya kerja RSCM untuk selalu menolong dan memberikan yang terbaik.

Itulah beberapa hal yang menjadikan RSCM mampu menjalani proses tranformasi tanpa henti, merubah citra lama yang cenderung negatif, menjadi RSCM dengan citra dan reputasi lebih baik. Buktinya, RSCM mampu menggondol 2 penghargaan "Gold Champion" sekaligus pada Indonesia WOW Brand 2014.

Selamat RSCM!

Minggu, 06 Oktober 2013

, , , , , , ,

Sempurnakan Customer Service Menjadi Customer Care

Dengan sedikit terburu-buru saya masuk  Indomart tak jauh dari fly over terminal Kampung Melayu. Saya ingin beli sari kurma pesanan adik saya.

"Mba, ada sari kurma?". Dia tercenung, sepertinya belum tahu sari kurma.

"Biasanya dipajang dekat madu", saya berusaha sedikit memberi keterangan.

"Mari pak, saya antar ke tempat madu". Dia berjalan mendahului, saya mengikuti.

"Silahkan pak. Saya kembali ke kasir ya pak". Saya mengangguk.

Sejurus kemudian saya amati satu persatu deretan botol madu berbagai merk dan ukuran. Ternyata sari kurma tak dapat saya temukan diantara aneka jenis madu itu. Daripada keluar dengan tangan kosong, saya pun ambil sebotol madu putih. Kebetulan putri saya suka sekali madu putih. Saya bergegas ke kasir.

"Tanggal expirednya februari 2014 ya pak", kata kasir yang tadi mengantar saya ke rak madu. Saya tersadar. Tadi saya lupa mengamati tanggal kadaluarsanya. Tunggu dulu, Februari 2014 kan sekitar 4 bulan lagi, begitu pikir saya.

"Memang ada yang expirednya lebih lama?", tanya saya menyelidik.
Jujur saya penasaran. Rasanya saya belum pernah diinformasikan tanggal kadaluarsa untuk barang yang masih dalam masa berlakunya.

"Ada pak. Tunggu sebentar saya ambilkan".

Bergegas dia masuk ke dalam ruangan, mungkin gudang. Tak berapa lama kasir keluar dengan menenteng madu yang merek, jenis dan kemasannya sama dengan yang saya pilih tadi.

"Ini pak. Expirednya Oktober 2016"

"Wah, terima kasih. Anda hebat. Care sekali dengan customer," spontan saya memujinya karena senang dengan pelayanannya. Kasir tersenyum.

Saya benar-benar merasa excited dengan pelayanan kasir sekaligus wiraniaga ini. Jika dipikir, buat apa dia menginformasikan, lebih tepat memperingatkan, kepada pelanggan atas tanggal kedaluarsa. Toh, barang yang dibeli masih layak konsumsi hingga sekitar 4 bulan ke depan. Mungkin kasir ingat bahwa ada madu yang sama di dalam sana dengan kualitas lebih baik. Ditandai dengan masa expired yang jauh lebih lama, sekitar 2 tahun.

Bisa jadi, wiraniaga ini ingin memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya. Bukan hanya sekedar memberikannyang dibutuhkan pelanggan. Bukan pula sekedar senyum salam sapa seperti yang diajarkan dalam pelatihan customer service. Tetapi wiraniaga ini berempati, seakan dirinya adalah customer yang tentu saja akan memilih barang dengan expired lebih lama. Untuk itulah dia care kepada customernya.

Dengan harga sama dan pelayanan tidak berbeda, wiraniaga memberikan barang yang jauh lebih baik. Tentu saja ini akan menyentuh hati pelanggannya. Karena kasir ini telah mennyempurnakan customer service menjadi customer care.

Kamis, 02 Mei 2013

, , , , , , ,

CLIFF, Kisah Sukses Transplantasi Ginjal Anak di Indonesia

Untuk pertama kalinya di Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) berhasil melakukan transplantasi ginjal pada anak. Setelah 3 tahun melakukan cuci darah secara rutin, Cliff Yehezkiel Mambo (12) menjalani operasi transplantasi ginjal pada pada tanggal 13 Maret 2013. Dan saat ini sudah aktif seperti anak sehat pada umumnya.

Seperti diketahui, transplantasi ginjal dilakukan kepada seseorang yang kondisi ginjalnya sudah tidak mampu lagi melakukan fungsinya dengan baik. Operasi transplantasi ginjal pada pasien dewasa memang sudah biasa, tetapi jarang sekali pada pasien anak.

Cliff, anak dari pasangan Sherli Katili dan James Mambu asal Gorontalo itu mulai memperlihatkan penyakit yang aneh pada Juni 2010. Badannya bengkak-bengkak. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium, dokter menyatakan bahwa Cliff memiliki kelainan ginjal. Berbeda pada orang dewasa dimana biasanya diabetes atau darah tinggi menjadi penyebab gagal ginjal, pada kasus Cliff penyebabnya termasuk idiopatik, suatu kondisi yang tidak bisa diketahui penyebabnya.

Orang tua Cliff merasa terpukul dan seakan tak mau menerima kondisi ini. Apalagi keluarga sempat mendengar ginjal dari Cliff tinggal 25 persen. Atas saran teman dan keluarga, orang tua membawa Cliff ke salah satu rumah sakit di Malaysia. Tapi setelah beberapa bulan, Cliff tidak menunjukkan perbaikan. Akhirnya orangtua memutuskan untuk membawa Cliff ke RS Cipto Mangunkusumo. Setelah dirawat di RSCM 2 minggu, Cliff terlihat lebih segar.

Menurut orang tua Cliff, pengobatan dan perawatan yang dilakukan RSCM dengan di Malaysia. Misalnya, di Malaysia Cliff diberikan 13 obat dan masih terus kejang. Setelah di RSCM, obatnya dikurangi jadi 6. Kemudian juga obat tensi yang tadinya 4 macam, setelah observasi, akhirnya Cliff hanya diberikan 1 jenis obat.

Menurut Sherli, selama 2 tahun tim dokter RSCM merawat dengan tulus, sabar dan selalu memberikan kekuatan untuk Cliff agar bisa terus hidup. Dengan terapi selama ini yang dilakukan dokter RSCM, keluarga menjadi yakin untuk tetap melakukan transplantasi ginjal. Namun mendapatkan ginjal yang cocok dengan Cliff bukan hal yang mudah. Dari ayah, saudara dan teman, tidak ada yang cocok dengan ginjal Cliff. Namun akhirnya, Cliff mendapatkan donor ginjal yang cocok.

Operasi ginjal dilakukan tim dokter RSCM yang diketuai oleh Prof. Dr. dr. Endang Susalit Sp.PD-KGH. Sebelumya, pasien Cliff ditangani dokter anak konsultan ginjal dan hipertensi, Prof. Dr. Taralan Tambunan Sp.A (K), DPJP. Kini kondisi Cliff berangsur membaik. Kondisi Cliff satu bulan pasca operasi berangsur membaik. Tidak ditemukan tanda penolakan tubuh terhadap organ barunya, dan sekarang fisiknya lebih sehat. Hal ini ditandai dengan kondisi air seni yang bagus atau tidak lagi mengandung darah. Tekanan darahnya juga mendekati normal. Walaupun masih harus melakukan pemeriksaan rutin dan tidak boleh meninggalkan obatnya.
"Kami sangat bersyukur pada Tuhan, dan berterima kasih pada tim dokter RSCM yang lakukan transplantasi. Kami juga yakin menyerahkan keputusan besar ini karena Cliff jadi anak yang pertama kali transplantasi ginjal di Indonesia. Dokter telah memberikan keyakinan pada kami hingga kami tidak ragu. Dengan mantap saat ini kami percaya kalau ini semua ini mukjizat Tuhan," kata Sherli, ibunya Cliff.

CH Soejono, Direktur Utama RSCM, mengatakan bahwa operasi transplantasi ginjal pada anak memiliki kesulitan lebih tinggi dibandingkan pada pasien dewasa. Sebenarnya sejak 2010, RSCM telah melakukan transplantasi ginjal untuk pasien dewasa. Namun pada pasien anak, inilah pertama kali dilakukan dan berhasil dilakukan transplantasi ginjal. Dan ini membuktikan bahwa kemampuan dan mutu pelayanan Rumah Sakit Indonesia tidak kalah dibandingkan dengan rumah sakit di luar negeri.