Tampilkan postingan dengan label Inspirasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inspirasi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 Februari 2016

,

Inspirasi Dahlan

"Selamat siang, pak," sapaku sambil menyalami.
"Eh, pernah ketemu ya?"
"Iya pak semalam di acara SPS . Boleh selfie pak?"

Cekrek. Saya ber-wefie dengan Pak Dahlan Islan, tak lama masuk ruang tunggu bandara Praya NTB.

Teringat salah satu nasehat beliau,
Jangan pikirkan MEA, apalagi jika membuat anda khawatir. Kerjakan saja yang terbaik. Negara Thailand, Vietnam, Malaysia dan lain-lain juga melihat Indonesia sebagai ancaman dalam MEA. Meski katanya, SDM kita yang mampu bersaing di era MEA hanya 15 persen, tapi itu lebih besar dari negara lain di ASEAN.
Andai saja orang pinter Indonesia dikumpulkan dalam satu pulau, jumlahnya jauh lebih banyak dari seluruh penduduk Singapura. Andai orang kaya Indonesia dikumpulkan dalam satu pulau, jumlah kekayaannya lebih besar dari negara Australia.
Menurut tahun China, ini tahun monyet api. Maknanya, bagi orang yang CERDIK dan SEMANGAT akan meraih kesuksesan.
Terima kasih, pak Dahlan.

Kamis, 21 Agustus 2014

, , , , , , ,

Yang Mulia Hakim MK #IndonesiaMoveOn

Wahai Yang Mulia Hakim MK, 
Hari inilah keputusan ditetapkan. Mohon dengan sangat, tetapkan satu pasangan capres/cawapres diantara yang lainnya menjadi Presiden/Wakil Presiden Indonesia. Mohon dengan teramat sangat, Yang Mulia Hakim tidak memutuskan Pemilu Ulang.

Kami (dan mungkin juga rakyat yang lain) sudah lelah mengikuti proses panjang pemilu ini. Sesungguhnya energi kami sanggup mengikuti prosedur pemillu, melainkan tidak cukup dan tidak nyaman untuk siapkan rasa dan pikiran untuk perdebatan, penghujatan, dan pencacimakian antar pendukung fanatik kedua pasangan calon.

Yang Mulia Hakim MK,
Kami (mungkin juga rakyat Indonesia) ingin Indonesia segera beranjak maju (move on). Kami tidak ingin Indonesia terjebak pada kondisi dan keadaan dimana kecurigaan dan dendam menyelimuti kehidupan sehari-hari.

Kami (dan sekali lagi mungkin rakyat Indonesia lain) sudah sadar bahwa hidup kami akan lebih baik juga karena usaha dan doa kami. Kami sadar bahwa Presiden Indonesia terbaik membawa perubahan maju bangsa ini, tetapi tidak selalu dan belum tentu menyentuh langsung kebutuhan dan kepentingan kami, rakyat Indonesia.

Kami belajar dan terus bersiap menerima kenyataan dengan menganggap siapapun Presiden/Wakil Presiden yang ditetapkan MK nanti, Mereka-lah pilihan rakyat Indonesia terbanyak. Kami menyadari itulah konsekuensi demokrasi suara terbanyak yang digunakan dalam sistem pemerintahan dan bernegara Indonesia saat ini.

Yang Mulia MK,
Mengapa kami (dan mungkin juga rakyat Indonesia lain) memohon dengan amat sangat agar diputuskan saja satu pasangan diantara keduanya, bukan pemilu ulang. Pak Hakim, terlalu besar energi yang harus disiapkan untuk itu, terlalu besar waktu dihabiskan dengan situasi seperti saat ini. Pemilu Ulang sama saja memperpanjang perdebatan dan memperparah luka. Kami tak ingin pecah saudara. Demikian juga kami tak ingin antara saudara kami saling bercerai.

Yang Mulia Hakim MK,
Hari ini, lantangkan suaramu untuk keadilan, ketukkan palumu untuk kepentingan rakyat, dan suratkan keputusanmu demi Indonesia Lebih Baik.

Salam Indonesia Bergerak #IndonesiaMoveON

 

Minggu, 06 Oktober 2013

, , , , , , ,

Sempurnakan Customer Service Menjadi Customer Care

Dengan sedikit terburu-buru saya masuk  Indomart tak jauh dari fly over terminal Kampung Melayu. Saya ingin beli sari kurma pesanan adik saya.

"Mba, ada sari kurma?". Dia tercenung, sepertinya belum tahu sari kurma.

"Biasanya dipajang dekat madu", saya berusaha sedikit memberi keterangan.

"Mari pak, saya antar ke tempat madu". Dia berjalan mendahului, saya mengikuti.

"Silahkan pak. Saya kembali ke kasir ya pak". Saya mengangguk.

Sejurus kemudian saya amati satu persatu deretan botol madu berbagai merk dan ukuran. Ternyata sari kurma tak dapat saya temukan diantara aneka jenis madu itu. Daripada keluar dengan tangan kosong, saya pun ambil sebotol madu putih. Kebetulan putri saya suka sekali madu putih. Saya bergegas ke kasir.

"Tanggal expirednya februari 2014 ya pak", kata kasir yang tadi mengantar saya ke rak madu. Saya tersadar. Tadi saya lupa mengamati tanggal kadaluarsanya. Tunggu dulu, Februari 2014 kan sekitar 4 bulan lagi, begitu pikir saya.

"Memang ada yang expirednya lebih lama?", tanya saya menyelidik.
Jujur saya penasaran. Rasanya saya belum pernah diinformasikan tanggal kadaluarsa untuk barang yang masih dalam masa berlakunya.

"Ada pak. Tunggu sebentar saya ambilkan".

Bergegas dia masuk ke dalam ruangan, mungkin gudang. Tak berapa lama kasir keluar dengan menenteng madu yang merek, jenis dan kemasannya sama dengan yang saya pilih tadi.

"Ini pak. Expirednya Oktober 2016"

"Wah, terima kasih. Anda hebat. Care sekali dengan customer," spontan saya memujinya karena senang dengan pelayanannya. Kasir tersenyum.

Saya benar-benar merasa excited dengan pelayanan kasir sekaligus wiraniaga ini. Jika dipikir, buat apa dia menginformasikan, lebih tepat memperingatkan, kepada pelanggan atas tanggal kedaluarsa. Toh, barang yang dibeli masih layak konsumsi hingga sekitar 4 bulan ke depan. Mungkin kasir ingat bahwa ada madu yang sama di dalam sana dengan kualitas lebih baik. Ditandai dengan masa expired yang jauh lebih lama, sekitar 2 tahun.

Bisa jadi, wiraniaga ini ingin memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya. Bukan hanya sekedar memberikannyang dibutuhkan pelanggan. Bukan pula sekedar senyum salam sapa seperti yang diajarkan dalam pelatihan customer service. Tetapi wiraniaga ini berempati, seakan dirinya adalah customer yang tentu saja akan memilih barang dengan expired lebih lama. Untuk itulah dia care kepada customernya.

Dengan harga sama dan pelayanan tidak berbeda, wiraniaga memberikan barang yang jauh lebih baik. Tentu saja ini akan menyentuh hati pelanggannya. Karena kasir ini telah mennyempurnakan customer service menjadi customer care.

Senin, 26 Agustus 2013

, , , ,

Bu Yati, Humas Idola Saya

Bu Yati tergopoh-gopoh menemui pasien. Setengah berlari dia mendahului saya untuk mendekati seorang lelaki yang nampak sedang marah dengan petugas customer service. Setelah dekat, Bu Yati dengan senyum mengembang mengucap salam dan bertanya kabar kepada pasien yang sudah lanjut usia tersebut. Tidak cukup itu, tanpa menunggu respon lelaki tua itu, Bu Yati memeluknya dengan hangat.

Saya takjub sejenak. Dalam hati, saya kagum dengan bagaimana Bu Yati memperlakukan pasiennya yang sedang marah. Pasien itu memang aedang komplain terhadap pelayanan rumah sakit dimana Bu Yati bekerja. Sebagai Humas, Bu Yati menjadi pihak yang jadi sasaran kemarahan dan harus mampu menangani dengan baik.

Sambil memegang erat kedua tangan lelaki tua itu, Bu Yati menuntunnya untuk duduk di kursi didekatnya. Dengan lembut, Bu Yati meminta maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan pasien. Dan sekaligus memastikan bahwa pasien lansia tersebut akan mendapatkan pelayanan terbaik dari rumah sakit. Sejenak pasien itu ragu, dia mengalihkan pandangan kepada saya. Saya tersenyum dan mengangguk. Kemudian saya menjelaskan apa yang terjadi setelah pasien itu menyampaikan pengaduannya tadi pagi. Akhirnya pasien lansia itu pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Itulah sekelumit pengalaman saya ketika menyaksikan langsung bagaimana Bu Yati, petugas humas, menangani komplain pasien. Fragmen tersebut biasa? Menurut saya, itu luar biasa jika dirunut dari kejadian beberapa jam sebelumnya.

Pagi-pagi sekali, seorang pasien menelepon saya untuk mengadukan  pelayanan rumah sakit yang mengecewakan. Saya menuju rumah sakit untuk melakukan klarifikasi. Saya langsung menuju ruang humas dimana biasa pasien/keluarga menyampaikan keluhan pelayanan.

Seorang perempuan, Bu Yati yang berusia sekitar 50 tahun menyambut ramah kedatangan saya. Saya sudah mengenalnya, beliau salah seorang petugas humas yang juga menerima pengaduan dan tempat luapan kemarahan pasien tersebut sebelum yang bersangkutan telepon saya pagi tadi. Badannya subur, berbusana dengan kerudung polos dan sederhana. Singkatnya, penampilan fisik dan berbusana jauh dari stereotif humas pada umumnya, perempuan muda, cantik dan gaya pakaian masa kini.

Bu Yati mendengar dengan seksama apa yang menjadi kepentingan saya. Tidak memotong sama sekali. Sesekali mengangguk. Begitu selesai saya bicara, petugas humas ini menanggapi dengan tutur kata dan sikap yang menunjukkan empati. Ucapan dengan gaya bahasa formal meski tak kaku. Intonasinya terjaga, sehingga membuat nyaman.

Dalam tanggapannya, dia mengakui bahwa pasien belum mendapatkan pelayanan kesehatan disebabkan menunggu keputusan dari Direktur rumah sakit. Meski diterima dengan baik, saya menyampaikan keberatan atas terlambatnya pelayanan. Saya meminta dipertemukan dengan Direkturnya. Saya dapat merasakan bahwa dia bingung dan tertekan. Pertama, jadi sasaran kemarahan pasien yang tak segera terlayani. Kedua, mendapatkan teguran saya sekaligus harus mengantarkan saya kepada Direkturnya.

Di dalam sebuah ruangan, kami bertiga bicara. Bu Yati melaporkan secara singkat duduk perkara dan keperluan saya kepada Direktur. Kemudian saya menegaskan perlunya segera pasien mendapatkan pelayanan. Mendengar apa yang saya dan humas sampaikan, alih-alih berbesar hati mengambil alih tanggung jawab, sang Direktur justru menyalahkan Humas atas keterlambatan pelayanan. Alasannya, Direktur menganggap Humas tidak mencerna dengan baik instruksinya. Sebenarnya Humas bersikukuh bahwa Direktur belum memberikan keputusan. Namun apalah daya, Humas tak dapat lagi menyampaikan pembelaannya. Keputusan pertemuan itu, pasien segera ditangani dengan baik.

Baru saja keluar dari ruangan Direktur, Humas mendapatkan laporan dari satpam bahwa tadi pasien datang ingin menemui Direktur rumah sakit. Satpam menolak permintaan itu dan diminta pasien menunggu di lantai bawah. Bu Yati marah dengan perilaku satpam. Bisa juga Bu Yati marah karena meluapkan tumpukan kedongkolan hatinya karena telah mendapatkan tekanan sana sini baik pasien maupun Direktur. Dengan  terburu-buru, Bu yati dan saya segera menemui pasien tersebut di lantai bawah. Dia bergumam, "sebagai pasien, saya pun akan marah diperlakukan seperti ini'

Demikianlah, di mata saya Bu Yati adalah tauladan kehumasan bagaimana menangani pengaduan dan kemarahan pasien. Dia sendiri tidak dalam kondisi damai secara psikologis. Pagi-pagi telah kena damprat pasien, tertekan dengan kedatangan saya dan puncaknya disalahkan Direktur. Dia marah, dia dongkol hatinya. Namun tak mengurangi keramahan, kehangatan dan ketenangan menghadapi kemarahan pasien.

Kalau tak salah, tahun ini beliau pensiun. Saya akan kehilangan sosok humas yang luar biasa dan berdedikasi. Salut dan salam hormat kepada Bu Yati.

Senin, 27 Mei 2013

, ,

Apakah Anda Termasuk Karyawan Golongan Malaikat?

Pada sebuah rapat, atasan saya memberikan motivasi kepada peserta rapat. Melalui sebuah presentasi singkat tentang kemajuan negara disebabkan oleh perilaku dan budaya penduduknya. Bukan ditentukan oleh umur atau lamanya negara, bukan pula kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah.

Disela-sela presentasi ada analogi yang menarik tentang gambaran perilaku karyawan/staff. Kata beliau, dari 100 orang, ada sekitar 15 sampai 20 persen orang termasuk "golongan malaikat". Golongan ini  mampu bekerja dengan baik, penuh inisiatif dan jujur. Entah diberi makan apa oleh orang tua atau bagaimana dididiknya, orang-orang ini bekerja dengan penuh dedikasi dan berintegritas.

Namun sebaliknya ada sekitar 10 persen termasuk "golongan neraka", ketika diberi tugas tak pernah tuntas. Diajari sulit mengerti. Kerja sedikit ingin dapat bagian banyak. Cenderung banyak bicara sedikit kerja. Ya pokoknya susah diapa-apakan.

Dan sisanya, sekitar 70 persen yang dapat bekerja dengan baik jika kondisi lingkungan kerja kondusif. Tetapi juga akan berkinerja buruk, saat kondisi kerja tak baik. Untuk golongan tengah-tengah inilah sistem kerja meski dibangun. Sistem dibuat untuk mengatur untuk 70 persen ini. Dengan sistem yg baik, orang yang awalnya tidak bagus menjadi berubah lebih baik.

Kemudian atasan saya melanjutkan dengan mengharapkan kepada 15 - 20 persen orang ini membantu kawannya agar lebih baik. Sedangkan untuk yang 10 persen ini,  kalau memang tidak mau baik ya tidak apa-apa. Tetapi jangan mengajak orang lain. Jangan menghasut orang lain, itu perkara.

Dan beliau menutup wejangan analoginya dengan pernyataan; sayangnya sebagian besar kita merasa termasuk golongan yg 20 persen, golongan malaikat!

Bagaimana dengan anda?

Kamis, 18 April 2013

, , , ,

Tulisan Biasa Ternyata Bisa Menginspirasi Orang Lain

"Terima kasih ya. Tulisanmu bagus-bagus", kata Prof. Kadir sambil menyalami tangan saya.
"Tulisan yang mana, Prof?", saya belum ngeh.
"Itu yang link-nya kamu share di-milis. Itu saya jadikan referensi mengajar mahasiswa S3 saya".
"Ah, Prof bisa aja". Saya tertawa kecil. Namun dalam hati jingkrak-jingkrak dan kepala terasa membesar.

Itulah percakapan singkat saya dengan Prof. Abdul Kadir, Direktur Utama RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar itu. Bagi saya, pengakuan beliau membesarkan hati dan menumbuhkan kebanggaan tersendiri. Meskipun itu hanya percakapan personal yang tak didengar orang lain. Hampir tak percaya, bagaimana seorang guru besar dan mantan dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar menjadikan tulisan sederhana di blog saya sebagai referensi mengajar mahasiwa S3-nya.

Berawal dari niatan mengajak para direktur rumah sakit memperbanyak konten positif di media online tentang rumah sakit, beberapa kali saya berbagi postingan anjaris.me di mailing list. Dari dua tiga kali saya share postingan itu, barangkali Prof Kadir tertarik menjadikannya referensi. Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Provinsi Sulawesi Selatan ini juga mengaku membaca tulisan lain dari link yang saya sertakan. Padahal, saya bukan orang dengan latar belakang kesehatan namun menulis dunia perumahsakitan. Tentu dilihat substansinya, postingan saya itu dangkal, biasa dan sederhana. Postingan saya bukan tulisan ilmiah, melainkan dalam format blog yang setiap postingannya berkisar 200 - 500 kata. Apalagi postingan saya 100 persen ditulis hanya sambil lalu disela-sela kesibukan dengan menggunakan Blackberry.

Ternyata tulisan yang bagi penulisnya biasa saja, bisa jadi dapat menginspirasi orang lain. Tulisan sederhana pun bisa menjadi referensi bagi orang yang mengerti.

Terima kasih, Prof. Kadir!