Tampilkan postingan dengan label prabowo hatta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label prabowo hatta. Tampilkan semua postingan

Kamis, 21 Agustus 2014

, , , , , , ,

Yang Mulia Hakim MK #IndonesiaMoveOn

Wahai Yang Mulia Hakim MK, 
Hari inilah keputusan ditetapkan. Mohon dengan sangat, tetapkan satu pasangan capres/cawapres diantara yang lainnya menjadi Presiden/Wakil Presiden Indonesia. Mohon dengan teramat sangat, Yang Mulia Hakim tidak memutuskan Pemilu Ulang.

Kami (dan mungkin juga rakyat yang lain) sudah lelah mengikuti proses panjang pemilu ini. Sesungguhnya energi kami sanggup mengikuti prosedur pemillu, melainkan tidak cukup dan tidak nyaman untuk siapkan rasa dan pikiran untuk perdebatan, penghujatan, dan pencacimakian antar pendukung fanatik kedua pasangan calon.

Yang Mulia Hakim MK,
Kami (mungkin juga rakyat Indonesia) ingin Indonesia segera beranjak maju (move on). Kami tidak ingin Indonesia terjebak pada kondisi dan keadaan dimana kecurigaan dan dendam menyelimuti kehidupan sehari-hari.

Kami (dan sekali lagi mungkin rakyat Indonesia lain) sudah sadar bahwa hidup kami akan lebih baik juga karena usaha dan doa kami. Kami sadar bahwa Presiden Indonesia terbaik membawa perubahan maju bangsa ini, tetapi tidak selalu dan belum tentu menyentuh langsung kebutuhan dan kepentingan kami, rakyat Indonesia.

Kami belajar dan terus bersiap menerima kenyataan dengan menganggap siapapun Presiden/Wakil Presiden yang ditetapkan MK nanti, Mereka-lah pilihan rakyat Indonesia terbanyak. Kami menyadari itulah konsekuensi demokrasi suara terbanyak yang digunakan dalam sistem pemerintahan dan bernegara Indonesia saat ini.

Yang Mulia MK,
Mengapa kami (dan mungkin juga rakyat Indonesia lain) memohon dengan amat sangat agar diputuskan saja satu pasangan diantara keduanya, bukan pemilu ulang. Pak Hakim, terlalu besar energi yang harus disiapkan untuk itu, terlalu besar waktu dihabiskan dengan situasi seperti saat ini. Pemilu Ulang sama saja memperpanjang perdebatan dan memperparah luka. Kami tak ingin pecah saudara. Demikian juga kami tak ingin antara saudara kami saling bercerai.

Yang Mulia Hakim MK,
Hari ini, lantangkan suaramu untuk keadilan, ketukkan palumu untuk kepentingan rakyat, dan suratkan keputusanmu demi Indonesia Lebih Baik.

Salam Indonesia Bergerak #IndonesiaMoveON

 

Rabu, 09 Juli 2014

, , , ,

Inilah Cara Saya Tentukan Pilihan Capres/Cawapres. Bagaimana dengan anda?

Saya tidak kenal Pak Prabowo. Saya juga tidak kenal Pak Jokowi meskipun pernah bertemu langsung. Saya hanya tahu sosok dan kiprah beliau berdua dari pemberitaan media massa, status facebook, ocehan twitter, video youtube & media sosial lain. Selebihnya katanya begini kayanya begitu.

Saya menganggap sangat penting pemilihan Capres/Cawapres ini. Maka sejak awal saya bertekad akan gunakan hak pilih saya. Saya serius mencari alasan kuat untuk memilih Pak Prabowo atau Pak Jokowi. Karena tidak mengenal keduanya, maka saya harus banyak membaca dan "membaca".

Yang saya lakukan adalah membaca visi misi kedua pasangan capres/cawapres. Bagi saya apa yg tertulis dlm visi misi ini penting, karena ini dokumen resmi dan bisa dipertanggungjawabkan. Dari membaca visi misi ditambah membaca berita, maka lahirlah beberapa tulisan terkait KIS yang saya posting di blog. Tulisan ini wujud sikap kritis saya terhadap program KIS bukan persoalan suka tidak suka pada sosok Pak Jokowi. Kenapa demikian? Karena saya sedikit banyak mengetahui JKN dan BPJS Kesehatan yang bersinggungan dengan KIS-nya Jokowi. Intinya, saya akan membela JKN dan melawan terhadap upaya mendekonstruksi dan mendisinformasi JKN. Jadi ini bukan tentang siapa, tetapi apa.

Selanjutnya, tentu saja mencermati bagaimana Pak Prabowo/Pak Hatta dan Pak Jokowi/Pak JK bicara langsung menyampaikan gagasannya. Kata kuncinya, (1) Gagasan manakah dari kedua pasangan yang paling dibutuhkan negara Indonesia? (2) Manakah dari keduanya yang memenuhi kriteria Pemimpin? Saya berpendapat, bahwa kita bicara Indonesia ke depan. Kita bicara seperti apa Indonesia nanti. Itulah yang menjadi tugas Pemimpin.

Kemudian saya melihat, siapa alim ulama yang mendukung kedua pasangan? Kenapa penting? Bagi saya ini sangat penting. Barangkali saya awam, tapi saya percaya bahwa ulama adalah pewaris para nabi. Sepertinya alim ulama terbagi kedalam kedua pasangan, maka saya cari alim ulama yang menurut pandangan saya lebih rendah hati, zuhud, relatif tidak dekat penguasan dan kekuasaan, relatif tidak punya kepentingan selain memikirkan umat.

3 hal itulah yang menjadi dasar pertimbangan saya menetapkan pasangan capres/cawapres pilihan. Kalau pun saya memperhatikan berita dan status media sosial, itu sebagai upaya memperkuat apa yang saya dapatkan dari ke-3 hal diatas. Ya, sekaligus lebih mengenal media massa mana yang partisan dan juga mengenal lebih jauh kawan medsos.

Sebelum diteruskan saya ingin bertanya, pernahkah kita anda sudah maksimal berusaha? Merasa tidak punya kuasa lagi? Apa yang dilakukan? PASRAH. Bukan pasrah menyerah, tetapi BERSERAH DIRI kepada Yang Maha Kuasa. 

Demikian juga pada pemilu presiden hari ini. 3 upaya diatas yang saya yakini itu cara terbaik sudah saya lakukan.
Kesimpulan saya, kedua pasangan capres/cawapres bukanlah pilihan terbaik saat ini. Tapi saya harus berdamai dengan kenyataan, saya harus memilih satu diantara keduanya.

Saya harus memilih satu pasangan diantaranya sebagai sebuah upaya maksimal kita. Saya tak tahu siapa yang bakal ditetapkan sebagai Presiden & Wakil Presiden Indonesia 2014 - 2019. Saya tak bisa pastikan pilihan saya tepat atau tidak. Saya juga tak bisa memperkirakan apakah Presiden & Wakil Presiden terpilih nanti membawa kebaikan dan keberkahan bagi Indonesia. Saya tak punya kuasa untuk itu.
Akhirnya saya menggunakan nasehat ulama, "pilihlah yang lebih kecil mudharatnya dan lebih banyak manfaatnya". Terhadap sesuatu yang tidak lagi saya kuasa terhadapnya, saya pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa untuk menetapkan takdirnya. Saya berkeyakinan bahwa pilihan saya adalah doa dan harapan yang yang akan didengar dan dicatat oleh Sang Maha Pendengar Doa.

Bismillah, dan saya pun telah memilih untuk selanjutnya saya serahkan kepada Yang Maha Kuasa. Semoga Alloh selalu melindungi dan memberkahi kita semua, Indonesia!

Kamis, 26 Juni 2014

, , , , , , , , , ,

Rencana KIS-nya Jokowi VS Fakta JKN-nya BPJS Kesehatan

Kembali saya bicara Kartu Indonesia Sehat (KIS). Pokoknya, sepanjang ada pihak yang melakukan dis-informasi terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan, maka saya tidak akan berhenti menulis untuk menyampaikan infomrasi yang benar. Dalam konteks ini, Kartu Indonesia Sehat yang digagas Jokowi-Jusuf Kalla selalu dikaitkan dengan program Jaminan Kesehatan Nasional yang sudah berjalan cukup baik saat ini. Oleh karenanya, saya merasa perlu melakukan pelurusan informasi terhadap rencana KIS-nya Jokowi dan faktanya JKN-nya BPJS Kesehatan.

Saya terus mencari cetak biru program KIS Jokowi ini, namun belum juga ketemu. Yang bisa ditemukan baru sebatas berita terkait KIS. Saya akan mengutip informasi rencana diluncurkannya KIS didasarkan dari pernyataan Jokowi dan Timses, kemudian membandingkan dengan fakta-fakta yang telah terlaksana dari program JKN.

Dalam kunjungannya ke kantor salah satu media, Rieke Dyah Pitaloka (Timses Jokowi-JK) menyatakan bahwa KIS adalah penyempurnaan dari program BPJS Kesehatan yang sudah ada. Apakah benar demikian? Mari kita uji satu persatu.

#Kesatu. Pemeran Oneng dalam sinetron Bajaj Bajuri itu menyatakan bahwa rencananya KIS akan akan memberikan akses kesehatan yang lebih luas kepada seluruh warga Indonesia.  Jika disebutkan bahwa KIS adalah penyempurnaan BPJS Kesehatan, apakah dengan kata  lain bahwa "Oneng" mengatakan JKN tidak memberikan akses kesehatan secara luas kepada seluruh Indonesia?

Faktanya adalah  JKN wajib berlaku bagi seluruh penduduk Indonesia dan warga negara asing yang telah bekerja sekurangnya 6 bulan di Indonesia. JKN dilaksanakan secara bertahap selama 5 tahun mulai 1 Januari 2014 dan pada tahun 2019 nanti seluruh Indonesia harus sudah ikut dan terdaftar sebagai Peserta JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Bahkan dalam target peserta JKN Tahun 2014 sebagaimana dalam roadmap sekitar 122 juta, namun hingga bulan Juni ini jumlah peserta JKN sudah mencapai 123 juta penduduk Indonesia.

#Kedua. Rieke mengatakan bahwa KIS mengembalikan jaminan penyelenggaraan kesehatan sesuai undang-undang. Sistemnya penyelenggaranya adalah melalui BPJS selaku badan, sementara KIS adalah programnya. Pertanyaannya, apakah JKN yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan sekarang ini tidak sesuai Undang-Undang?

Faktanya, sampai saat ini  JKN sesuai dengan Undang-Undang SJSN dan Undang-Undang BPJS, termasuk JKN dilaksanakan bertahap. JKN adalah bagian dari sistem besar yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional. JKN merupakan sistem dimana terdiri dari beberapa subsistem diantaranya penyelenggara BPJS Kesehatan, Regulasi, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kepesertaan, Pembiayaan dan Pengawasan.

#Ketiga. Politikus PDIP, Rieke menyatakan bahwa KIS juga tidak ada sekat kedaerahan sebab cakupan cakupan pelayanan KIS akan lebih luas. KIS akan berbeda dengan kartu BPJS hanya bisa digunakan untuk di wilayah tempat kartu itu diterbitkan untuk menerima pelayanan kesehatan. 

Faktanya, salah satu prinsip JKN adalah portabilitas, dimana peserta JKN diberikan jaminan kesehatan berkelanjutan meskipun mereka pindah pekerjaan, pindah tempat tinggal, maupun berbeda daerah dalam wialayanan NKRI. Saya sarankan, mbak Oneng nongkrong di RSCM dan silahkan tanya pasien JKN darimana saja mereka berasal. Pasien JKN yang dirawat di RSCM berasal dari hampir seluruh wilayah Indonesia.

#Keempat. Dalam beberapa berita disebutkan bahwa Rieke membagi-bagikan kartu Indonesia Sehat kepada penduduk, misalnya seperti saat kampanye di Taman Bungkul Surabaya. Pertanyaannya, apakah kartu KIS yang dibagikan itu bisa berlaku saat ini?

Saya sangat berharap bahwa penerima KIS tidak menggunakannya ketika berobat ke Puskesmas dan Rumah Sakit saat ini. Karena pasti tidak berlaku. KIS belum bisa dipakai. Mengapa demikian? Ya karena saat ini, KIS baru sebatas rencana, janji politik dan tidak punya legalitas. Saat ini jika ingin berobat, gunakan kartu JKN yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan.
Dari 4 paparan rencana dan fakta diatas, apakah bisa dikatakan KIS adalah penyempurnaan JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan sebagaimana diklaim oleh Rieke Dyah Pitaloka? Tentu tidak. Sejauh ini apa yang disampaikan oleh Rieke, Timses Jokowi bahkan Jokowi-JK sendiri, rencana dan konsep KIS tidak lebih baik dari JKN-nya BPJS Kesehatan. Lalu mengapa Jokowi dan timses terus berkampanye dan jualan KIS? Apa urgensi KIS, jika tidak berbeda dengan JKN?

Saya, sebagai rakyat Indonesia yang peduli JKN, hanya khawatir ada upaya penggiringan opini bahwa KIS itu program orisinal dan benar-benar baru dari salah satu pasangan capres/cawapres. Saya khawatir ada pihak yang sengaja mengaburkan, melemahkan bahkan menggalang isu bahwa program JKN telah gagal (tidak berhasil), oleh karenanya perlu ada KIS.

Padahal faktanya, pelaksanaan JKN telah pada jalur yang tepat dan tahapan yang benar. Tidak dipungkiri ada beberapa masalah dalam pelaksanaan JKN, tapi itu tak bisa jadi pembenaran dimunculkannya konsep dan rencana baru sistem jaminan kesehatan nasional. Karena sesungguhnya JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan merupakan konsensus nasional yang didasarkan pada UUD 1945, UU SJSN dan UU BPJS.

Pada bagian akhir tulisan saya ini, jika boleh saya memberikan saran kepada Pak Jokowi, Bu Rieke dan Timsesnya, khususnya program apa yang bisa dilaksanakan dalam hal sistem jaminan kesehatan nasional. Atau barangkali Pak Prabowo-Hatta berminat? Kata kuncinya adalah penguatan dan percepatan pelaksanaan JKN dan BPJS Kesehatan. Seperti apa konkritnya? Misalnya saja:

  • Percepatan pelaksanan peta jalan (roadmap) JKN dari 5 tahun menjadi 4 tahun.

  • Meningkatkan iuran Peserta Bantuan Iuran (PBI) dari Rp 19.225/perbulan/perorang menjadi Rp 22.000 atau Rp 27 ribu dalam waktu 2 tahun. Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan pernah menyampaikan 3 usulan iuran PBI yaitu Rp 19 ribu, Rp 22 ribu dan Rp 27 ribu.

  • Penguatan fasilitas pelayanan primer dan lanjutan ( puskesmas dan rumah sakit) berikut sistem rujukan nasional dan regional.

  • Memberlakukan nomer panggilan gawat darurat 119 secara nasional dalam jangka waktu 2 tahun.


Dan lain-lain, masih banyak lagi program yang bisa ditawarkan secara konkrit terukur oleh pasangan capres/cawapres khusus dalam hal sistem jaminan kesehatan nasional. Bukan sebaliknya, sekedar menawarkan jargon dan janji politik yang sebenarnya secara substansial sama dengan program yang sudah berjalan. Dan membungkus jargon itu seolah-olah baru dan lebih baik, padahal rencana konsepnya tidak jelas dan faktanya program lama lebih baik.

Saya tidak anti Jokowi. Saya juga tidak menolak KIS. Saya akan mengakui siapapun nanti yang terpilih menjadi Presiden RI, Jokowi atau Prabowo. Saya juga akan mengakui siapapun Menteri Kesehatan yang salah satu tugasnya adalah urusan jaminan kesehatan nasional. Namun demikian, pengakuan itu tidak akan mengurangi sikap kritis dan kebebasan berpendapat.

Saya peduli terhadap sistem Jaminan Kesehatan yang memberi manfaat bagi rakyat Indonesia. Saya tidak setuju terhadap upaya dis-informasi dan de-legitimasi JKN yang telah diselenggarakan BPJS Kesehatan saat ini. Sebaliknya, saya akan mendukung sepenuhnya upaya memperkuat dan mempercepat pelaksanaan JKN demi Indonesia Lebih Sehat.

Senin, 02 Juni 2014

, , , , , , , ,

Menguji Visi Misi Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta Dalam Bidang Kesehatan

Ketika mulai muncul dan menghangat nama-nama bakal calon presiden, saya menuliskan kalimat ini:
"aku ora mikir copras capres, emang mereka mikir kita?"

Kalimat itu sekian lama menjadi cover profile di halaman utama facebook saya. juga beberapa kali saya share melalui akun twitter saya. Anda tahu kan, siapa tokoh yang sering menggunakan kalimat "ora mikir copras capres" ini? Ya, Joko Widodo. Yang akhirnya saat ini telah secara resmi menjadi salah satu calon presiden. Sosok yang dulu sering ditanya wartawan tentang kansnya diajukan jadi Capres dan sering menjawab "ora mikir ora mikir copras capres" itu akhirnya maju juga jadi Capres.

Sepertinya saya kena "tulah Jokowi". Meski saya menulis di facebook dan twitter saya,"ora mikir copras capres, emang mereka mikir kita", ternyata dalam kenyataannya saya lebih banyak membaca berita capres/cawapres, setelah berita kesehatan. Tidak hanya itu, beberapa kali saya menulis status di media social dan sharing berita politik itu. Saya harus jujur mengakui bahwa urusan politik, khususnya pemilihan presiden, bukan persoalan sepele. Ini masalah besar bagaimana bangsa Indonesia memilih pemimpin yang akan jadi manajer sekurangnya 5 tahun ke depan. Sesungguhnya kepemimpinan presiden 5 tahun, akan sangat berdampak pada kehidupan berbangsa bernegara berpuluh-puluh tahun ke depan. Jadi tidak ada alas an lagi, saya sebagai warga negara untuk tidak peduli pada pemilu.

Seperti halnya tulisan ini sebagai wujud kepedulian saya terhadap peristiwa 5 tahunan ini. Sebagaimana perhatian dan keseharian saya bidang kesehatan, maka saya ingin sedikit menguji, lebih tepatnya membandingkan, visi bidang kesehatan dari pasangan capres/cawapres Joko Widodo - Jusuf Kalla (JKWJK) dengan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa (PSHR).

Saya tertarik menulis ini berawal dari membaca berita politik yang membandingkan visi misi JKWJK dan PSHR. Bahwa visi misi JKWJK setebal 41 halaman, sedangkan PSHR hanya 9 lembar. Sungguh timpang kan. Kemudian saya mencari dan mendownload visi misi kedua pasangan capres/cawapres itu di situs Komisi Pemilihan Umum. Tidak cukup puas, saya juga mendownloadnya di situs tim pemenangan mereka.

 

FORMAT DOKUMEN

Sebelum menguji visi misi bidang kesehatan, saya tertarik secara selintas mendeskripsikan format penulisan visi misi JKWJK dan PSHR. Mengapa format ini penting? Saya menganggap bahwa format penulisan visi misi ini mencerminkan bagaimana struktur berfikir capres/cawapres (atau tim penyusunnya) dalam menyampaikan ide gagasan dan apa-apa yang akan dilakukan selama memimpin Indonesia 5 tahun ke depan.

Tata letak, penempatan, penomoran tentu menjadi hal yang bias menggambarkan bidang-bidang kehidupan apa saja yang menjadi prioritas program mereka. Bahkan menurut saya, jumlah lembaran dokumen visi misi ini juga dapat menggambarkan bagaimana cara pikir dan cara kerja mereka. Malah saya juga berfikir, banyaknya lembar visi misi ini, sejauh mana keterlibatan pasangan JKWJK dan PSHR dalam menyusun kata demi kata yang tertuang dalam point-point gagasan visi misi ini? Mari kita uji, kita bandingkan.

1.  Joko Widodo - Jusuf Kalla;

  • 42 halaman terdiri 1 halaman sampul dan 41 halaman isi;

  • Visi : Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong;

  • Visi misi dijabarkan dalam "9 Agenda Prioritas (nawa cita)"

  • Penjabaran visi misi dijelaskan dengan kalimat panjang dan normatif yang tercakup dalam 12 agenda politik, 26 agenda ekonomi dan 3 agenda budaya;

  • minim dilengkapi angka/data dan tanpa dilengkapi anggaran;

  • Dokumen tidak dibubuhkan tanggal dan tidak ditandatangani oleh JKWJK


2.  Prabowo Subianto - Hatta Rajasa

  • 9 halaman, tanpa halaman sampul;

  • Visi : Membangun Indonesia yang Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur serta Bermartabat;

  • Visi misi dijabarkan dalam "8 Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia"

  • Penjabaran visi misai disusun dengan penomoran yang terstruktur, dan sederhana berupa point-point.

  • Penjabaran banyak dilengkapi angka data dan disertai  anggarannya;

  • Dokumen dibubuhi tanggal 20 Mei 2014 dan ditandatangani oleh Prabowo Subianto sebagai Capres dan Hatta Rajasa sebagai Cawapres diatas materai Rp 6000.


Membandingkan dokumen visi misi kedua pasangan capres/cawapres ini, seakan 2 dokumen yang saling antithesis. Visi misi JKWJK sejak pendahuluan, latar belakang, penegasan visi misi hingga penjabaran disampaikan dalam kalimat panjang, berbahasa normatif, dan terkesan membosankan untuk dibaca. Bayangkan saja. Anda harus membaca sebuah poin-point pernyataan yang ditulis menyambung dan seakan tak tahu dimana titiknya.

Sementara itu, visi misi PSHR dari latar belakang, pernyataan visi misi dan penjabaran ditulis lebih terlihat terstruktur dan langsung pada inti masalah.. Penjabaran disusun dalam tiap-tiap nomor yang kalimatnya mencerminkan satu masalah. Terkesan lebih simpel dan mudah dibaca. Apalagi agenda-agenda dilengkapi dengan angka/data dan anggaran sehingga terkesan lebih meyakinkan dan bias diukur. Itulah selintas gambaran format penulisan visi misi kedua pasangan capres/cawapres. Silahkan anda membaca lebih dalam.

 

PROGRAM KESEHATAN CAPRES/CAWAPRES

Sekarang saatnya kita membandingkan agenda program dan prioritas sebagai penjabaran inti dari visi dan misi capres/cawapres. Sebagaimana disampaikan diatas bahwa penjabaran visi misi JKWJK diperas dalam "9 Agenda Prioritas" yang disebut Nawa Cita. Sedangkan PSHR penjabarannya visi misinya disebut sebagai "Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia" yang berjumlah 8 point.

Oleh karenanya dalam membandingkan visi misi bidang keshatan, saya lebih menitikberatkan pada "agenda prioritas" ini. Saya akan cari dan garisawahi diantara  "9 Agenda Prioritas"  dan "Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia", yang memuat agenda/program bidang kesehatan. Mari kita lihat, siapa yang lebih pro bidang Kesehatan.

 

1.  Joko Widodo - Jusuf Kalla

Visi misi bidang kesehatan dari pasangan JKWJK sebagaimana yang termaktub dalam "9 Agenda Prioritas" dalam ditemukan pada halaman 9 nomor 5, (saya kutipkan utuh);
"Kami akan meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program ―Indonesia Pintar‘‘ dengan wajib belajar 12 Tahun bebas pungutan; peningkatan layanan kesehatan masyarakat dengan menginisiasi kartu ‘Indonesia Sehat‘‘; Serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program ‘Indonesia Kerja‖ dan ‘Indonesia Sejahtera‘‘ dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 Juta Hektar; program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta Jaminan Sosial untuk seluruh rakyat di tahun 2019"

Mari kita baca kutipan kalimat itu baik-baik. Disitu yang terkait kesehatan adalah peningkatan layanan kesehatan masyarakat dengan menginisiasi kartu ‘Indonesia Sehat". Yang lainnya? Tidak ada. Saya coba membaca kembali dari awal nomer 1 hingga 9 dari Nawa Cita dan saya hanya menemukan 1 program kesehatan  yaitu "kartu Indonesia Sehat" sebagai agenda prioritas pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla.

Kok cuma satu ya? Kok bisa? Begitu pikiran saya. Baiklah karena hanya 1 program kesehatan, sebagai "bonus" saya melacak program kesehatan diluar "9 agenda prioritas". Saya mencari program kesehatan pada penjabaran bidang politik, ekonomi dan budaya. Masa dari 41 halaman visi misi JKWJK tidak ditemukan program kesehatan lain. Semestinya sesuai aturan tadi yang hanya membandingkan agenda prioritas, pencarian ini tidak boleh saya lalukan. Tapi apa boleh buat, terpaksa dilakukan. Karena saya tidak rela jika capres/cawapres hanya punya 1 program kesehatan sebagai prioritasnya.

Alhamdulillah, saya menemukannya program kesehatan pada bagian "Berdaulat dalam bidang Politik" pada komitmen nomer 10 sebagari prioritas "Pemberdayaan Perempuan dalam Politik dan Pembangunan" pada huruf d, (hal 23) yaitu :
"Kami berkomitmen untuk memperjuangkan kebijakan khusus untuk memenuhi kebutuhan layanan kesehatan, perangkat dan alat kesehatan dan tenaga – khususnya bagi penduduk di pedesaan dan daerah terpencil sesuai dengan situasi dan kebutuhan mereka. Menyediakan system perlindungan sosial bidang kesehatan yang inklusif dan menyediakan jaminan persalinan gratis bagi setiap perempuan yang melakukan persalinan. Mengalokasikan anggaran negara sekurang-kurangnya 5% dari anggaran negara untuk penurunan AKI, Angka kematian bayi dan balita, pengendalian HIV dan AIDS, penyakit menular dan penyakit kronis.

Hati saya senang menemukan program ini, meskipun normatif. Tetapi saya bertanya-tanya, mengapa program kesehatan yang nyata-nyata tidak hanya identik dengan perempuan (kecuali persalinan, AKI, AKB), ditempatkan pada  program pemberdayaan perempuan? Mengapa program kesehatan ini tidak ditempatkan dalam 1 nomer tersendiri, misalnya bagaimana secara politik berpihak pada pembangunan kesehatan.

Selain masalah penempatan program kesehatan yang tidak tepat, saya tertarik mengomentari alokasi sekurangnya 5% APBN. Saat ini Tahun 2014 alokasi anggaran kesehatan sekitar 3,6 persen merupakan total anggaran kesehatan termasuk untuk Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS Kesehatan). Pertanyaannya, apakah mungkin mampu laksana jika JKWJK ingin mengalokasikan 5% APBN hanya untuk AKI, AKB, HIV/AID, penyakit menular dan kronis?

Dengan masih geleng-geleng kepala, kemudian saya terus mencari pada bagian lain, dan menemukan program kesehatan pada bagian "Berdikari dalam Bidang Ekonomi" prioritas program nomer 5 pada "Pemberdayaan Buruh" (hal. 33):
"Kami berkomitmen untuk membangun pemberdayaan Buruh, melalui, (1) pengendalian inflasi harus dlihat sebagai bagian integral dari perjuangan buruh, (2) Pembangunan perumahan untuk buruh di kawasan industri tidak dapat ditunda lagi, (3) APBN harus menjadi bagian penting dari pelayanan hak-hak buruh. (3) penambahan iuran BPJS kesehatan yang berasal dari APBN dan APBD perlu dilakukan, (4) Pelarangan kebijakan alih tenaga kerja di BUMN, (5) Mencipatakan pertumbuhan ekonomi yang terkait dengan penyerapan tenaga kerja, (6) mekanisme proteksi terselubung untuk melindungi tenaga kerja dalam pelaksanaan Masyarkat Ekonomi Asean., (7) Melakukan revisi terhadap UU 39/2004 tentang penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan menekankan pada aspek perlindungan, (8) Mendukung pegesahan UU Tentang Sistem dan Komite Pengawas Ketenagakerjaan, UU Tentang Sistem Pengupahan dan Perlindungan Upah; UU Tentang Kesehatan, UU Tentang Keperawatan, UU Tentang Kebidanan;..."

Disini lagi-lagi saya tak habis pikir, mengapa program kesehatan hanya untuk mendukung pemberdayaan buruh. Apakah JKWJK tidak tahu bahwa yang perlu penambahan iuran BPJS itu tidak hanya buruh. Seluruh rakyat miskin, gelandangan, pengemis, orang terlantar, petani, pedagang asongan, intinya iuran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) memang perlu dinaikan iurannya. Yang agak janggal adalah mendukung pengesahan UU tentang Kesehatan. Padahal UU Kesehatan baru saja disahkan tahun 2009 (UU 36 Tahun 2009).

Pencarian dilakukan pada bagian "Mandiri dalam bidang ekonomi" pada program "Perimbangan Pembangunan Kawasan" yaitu :
Kami berkomitmen untuk membangun perimbangan pembangunan kawasan melalui; ..... (8) Implementasi pelayanan publik dasar yang prima melalui pembangunan 50.000 rumah sehat dan mengembangkan 6000 puskesmas dengan fasilitas rawat inap, (9) Implementasi sistem jaminan sosial nasional secara merata di seluruh Indonesia ....

Ini program baik, tetapi lagi-lagi mengapa penempatannya disini. apakah pengembangan puskesmas semata-mata urusan perimbangan pembangunan kawasan? Terus apa yang dimaksudkan implementasi SJSN secara merata itu?

Sampai disini penelurusan saya terhadap program kesehatan pada visi misi JKWJK. Saya tidak menemukan program kesehatan yang orisinal, istimewa dan bersifat kebaruan. Tidak juga program itu bersifat konkrit dan terukur. Padahal dengan dokumen setebal 41 halaman, semestinya JKWJK memiliki ruang untuk menjelaskan sebagian dari program kesehatan. Contohlah Kartu Indonesia Sehat sebagai agenda Nawa Cita, mengapa tidak ada penjelasan lebih detil? Apa relevansinya KIS dengan JKN dan BPJS? Apakah itu program baru atau penamaan baru dari JKN (BPJS)?

 

2.  Prabowo Subianto - Hatta Rajasa

Sekarang giliran saya menelusuri program kesehatan dari pasangan PSHR. Sebagaimana saya sebutkan diatas, penjabaran visi misi PSHR disusun secara terstruktur, tersaji pointer dengan penomoran yang jelas. Dokumen hanya memuat ""Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia" setebal 9 halaman sehingga sangat mudah mencari program kesehatannya.

Program kesehatan PSHR tercantum dalam agenda ke-5 yaitu Meningkatkan Kualitas Pembangunan Sosial melalui program Kesehatan, sosial, Agama, Budaya dan olahraga. Dari 9 program, 6 diantaranya terkait dengan kesehatan yaitu :

  •  Menjamin pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin melalui percepatan pelaksanaan BPJS Kesehatan.

  •  Mengembangkan rumah sakit modern di setiap kabupaten dan kota.

  •  Memberikan jaminan sosial untuk fakir miskin, penyandang cacat dan rakyat terlantar.

  •  Meningkatkan peran PKK, Posyandu dan Puskesmas, dan mengembangkan program Keluarga Berencana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

  •  Menggerakkan revolusi putih mandiri dengan menyediakan susu untuk anak-anak miskin di sekolah melalui peternakan sapi dan kambing perah.

  •  Mewajibkan sarjana dan dokter yang baru lulus untuk mengabdi di daerah miskin dan tertinggal.


Sayang sekali, dokumen visi misi PSHR hanya 9 halaman dan berupa poin-point saja, sehingga tak bias diketahui bagaimana cara mencapai agenda dan program nyata itu. Dan saya juga kecewa karena program Kesehatan tidak mendapatkan prioritas sendiri sebagaimana Pendidikan sehingga bias dieksplorasi lebih jauh keperpihakan PSHR terhadap bidang kehidupan yang bersifat dasar dan asasi. Padahal kita tahu bidang kesehatan dan pendidikan itu urusan kebutuhan dasar manusia.

Dan menjadi pertanyaan saya, mengapa pada program kesehatan ini tidak dilengkapi angka/data dan anggaran seperti program prioriras PSHR lainnya? Meski demikian, ada yang menarik untuk dicermati dengan adanya program revolusi putih, wajib dokter mengabdi di daerah tertinggal dan rumah sakit modern di setiap kabupaten/kota. Program ini terasa baru, tidak seperti biasa saya dengar, lebih nyata dan tidak normatif.

 

KESIMPULAN

Setelah menelusuri dan membandingkan program kesehatan terutama pada "program prioritas" sebagai penjabaran inti dari visi misi capres/cawapres, saya berkesimpulan bahwa program kesehatan tidak menjadi bagian utama dari program JKWJK maupun PSHR jika terpilih sebagai presiden/wakil presiden. Visi misi JKWJK maupun PSHR tidak cukup banyak menyentuh isu kesehatan diantaranya disparitas, akses dan mutu layanan kesehatan termasuk akreditasi, promotif dan preventif kesehatan, tingginya harga alat kesehatan dan obat, kekurangan dokter dan tenaga kesehatan, perlindungan hukum pasien dan tenaga kesehatan, health tourism, penelitian pengembangan kesehatan, pertumbuhan industri kesehatan dalam negeri, dan reformasi kesehatan Indonesia.

Namun demikian jika dibandingkan dari keduanya, program prioritas bidang kesehatan pasangan PSHR lebih baik dibandingkan JKWJK. Jumlah program prioritas bidang kesehatan PSHR lebih banyak dibandingkan JKWJK.Visi bidang kesehatan PSHR terasa lebih nyata dan relative tidak normatif. Konkritnya begini, saya menganggap percepatan pelaksanaan BPJS realistis dibandingkan meningkatkan jumlah iuran BPJS. PSHR dalam program kesehatannya menyebutkan puskesmas, posyandu, pkk dan keluarga berencana.Dan menariknya adalah penyediaan susu untuk anak-anak miskin serta menghidupkan kembali wajib pengabdian di daerah terpencil bagi sarjana dan dokter yang akan mendorong pembangunan kesehatan.

Demikianlah pendapat saya atas hasil penelusuran dan membandingkan visi misi bidang kesehatan yang tertulis antara JKWJK dan PSHR. Orang bilang,"ah, ini kan hanya janji politik. Yang penting kan bagaimana pelaksanaannya". Memang benar, sebuah ide akan bernilai ketika dilaksanakan. Demikian juga visi misi ini hanya sekedar tulisan diatas kertas jika akhirnya tidak dilaksanakan. Namun saya berpendapat bahwa kualitas dan kapasitas seseorang dapat dilihat dari seperti apa gagasaan dan bagaimana menyampaikannya. Dalam konteks inilah, menurut saya menjadi penting untuk menilai, membandingkan dan menguji visi misi calon pemimpin, capres dan cawapres Indonesia.

Pilihan ada ditangan saya, anda dan kita semua, kepada siapa bangsa dan negara ini kita serahkan untuk memimpin. Siapa pun pilihannya, mari saling menghormati dan menghargai. Dan untuk bukti nyata, kita lihat saja siapa yang ditakdirkan Alloh menjadi Presiden Republik Indonesia. Dan kita akan jadi saksi, apakah kinerja Presiden dan Wakil Presiden terpilih seperti yang ditulis dalam visi misi ini.

Semoga Indonesia lebih baik.