Sodara, mari luangkan waktu sejenak membaca cerita ini.
Suatu hari di awal bulan Februari tahun ini. Sebuah Rumah Sakit di Jakarta melayani kelahiran bayi kembar, Dera dan Dara. Kedua bayi itu lahir prematur dengan berat sekitar 1 kg. Dera mengalami gangguan bawaan pada organ pernafasan sehingga membutuhkan perawatan di Neonatal Intersive Care Unit (NICU). Rumah sakit tidak lagi mampu melakukan perawatan si kembar karena tidak memiliki fasilitas NICU. Sesuai prosedur, pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang memiliki fasilitas yang memadai.
RS telah melaksanakan prosedur, ketika tidak mampu melayani pasien maka dirujuk ke RS lain. Semua telah beres, tidak ada masalah. Ternyata fakta berkata lain. Secara masif beredar kabar melalui media massa,”Ditolak 8 RS, Bayi Dera meninggal dunia”. Di berbagai media massa seperti koran, majalah, portal berita online, radio, televisi dan media sosial seperti twitter, blog dan facebook dipenuhi berita Dera ini. RS dimana Dera dilahirkan dan 8 RS lain menjadi sasaran kemarahan publik.
Awalnya tak banyak orang tahu nama RS tersebut. Tetapi mendadak terkenal dan menjadi buah bibir media massa dan media sosial disebabkan tindakan rujukan pasien Dera. Demikian juga 8 RS lain, tak pernah mengira turut dituding menolak pasien. Tak terbantahkan, citra dan reputasi rumah sakit pun seketika anjlok. Krisis komunikasi rumah sakit pun terjadi.
Manajemen 9 RS tersebut bingung. Ada yang diam, karena memang tak mengerti apa yang harus dilakukan. Ada RS yang ingin bertindak, tetapi tak tahu bagaimana mesti dilakukan. Tersirat kekhawatiran, jangan-jangan malah salah bertindak dan berdampak lebih besar. Akhirnya RS tak peduli, seakan tidak terjadi apa-apa. Dan saat itulah opini pasien dan keluarga, publik dan masyarakat luas seakan menemukan pembenaran bahwa orang miskin tidak akan mendapatkan pelayanan baik dari Rumah Sakit.
Bapak ibu, jika kita sejenak menjelajah internet akan banyak ditemukan berita tentang penolakan pasien, tuntutan dugaan malpraktek, demonstrasi/mogok dokter/perawat/karyawan rumah sakit, pasien membludak, pasien miskin ditolak RS dan lain-lain. Sebagai contoh saja, seperti dibawah ini :
Riset membuktikan bahwa kegagalan rumah sakit ketika menghadapi krisis adalah karena:
Pertanyaannya;
Itu sedikit cerita tentang Rumah Sakit kita, dan kemungkinan terjadinya krisis komunikasi yang bisa terjadi kapan saja. Tidak dapat kita duga, tapi sesungguhnya dapat kita deteksi, hindari dan atasi.
Bapak ibu tidak perlu membaca lagi informasi dibawah ini, jika menganggap Rumah Sakitnya sudah siap hadapi krisis. Namun bagi Bapak/Ibu yang ingin mempersiapkan sebaik mungkin bagaimana menghadapi krisis komunikasi, informasi dibawah ini bisa bermanfaat.
Forum Komunikasi Humas Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menggandeng AsiaPR, konsultan & profesional PR, untuk selenggarakan: "2 DAYS CRISIS MANAGEMENT & REPUTATION WORKSHOP" tanggal 6 - 7 Desember 2013 di Hotel All Season Jakarta.
KENAPA HARUS IKUT?
Dengan mengikuti workshop ini, manajemen dan staf RS mampu melakukan Deteksi Dini dan Penanangan Krisis Komunikasi di Rumah Sakit sehingga kita bisa menghindarinya atau menanganinya secara efektif efisien ketika krisis komunikasi datang.
KAPAN & DIMANA? Kegiatan "2 Days Crisis Management & Reputation Workshop dilaksanakaan pada tanggal 6 - 7 Desember 2013 di Hotel All Season Jl. Talang Betutu No. 02 Jakarta Pusat 10230
PELAKSANAAN & MATERI :
HARI I – Jumat, 6 Desember 2013
HARI II, Sabtu, 7 Desember 2013
SIAPA YANG HARUS IKUT? Direktur, Manajer Humas/Investor Relations, dan siapa saja yang tertarik mempelajari Hospital Crisis Management
BERAPA INVESTASINYA? Investasi yang dibutuhkan untuk mengikuti workshop selama dua hari adalah Rp 2.600.000,- per orang
BAGAIMANA CARA PENDAFTARANNYA?
Formulir pendaftaran yang telah diisi disertai bukti pembayaran difaks atau diemail ke sekretariat panitia:
Mari bergabung dengan Rumah Sakit yang siap hadapi krisis komunikasi yang kapan saja bisa terjadi. Sampai jumpa tanggal 6-7 Desember 2013 ya!
Suatu hari di awal bulan Februari tahun ini. Sebuah Rumah Sakit di Jakarta melayani kelahiran bayi kembar, Dera dan Dara. Kedua bayi itu lahir prematur dengan berat sekitar 1 kg. Dera mengalami gangguan bawaan pada organ pernafasan sehingga membutuhkan perawatan di Neonatal Intersive Care Unit (NICU). Rumah sakit tidak lagi mampu melakukan perawatan si kembar karena tidak memiliki fasilitas NICU. Sesuai prosedur, pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang memiliki fasilitas yang memadai.
RS telah melaksanakan prosedur, ketika tidak mampu melayani pasien maka dirujuk ke RS lain. Semua telah beres, tidak ada masalah. Ternyata fakta berkata lain. Secara masif beredar kabar melalui media massa,”Ditolak 8 RS, Bayi Dera meninggal dunia”. Di berbagai media massa seperti koran, majalah, portal berita online, radio, televisi dan media sosial seperti twitter, blog dan facebook dipenuhi berita Dera ini. RS dimana Dera dilahirkan dan 8 RS lain menjadi sasaran kemarahan publik.
Awalnya tak banyak orang tahu nama RS tersebut. Tetapi mendadak terkenal dan menjadi buah bibir media massa dan media sosial disebabkan tindakan rujukan pasien Dera. Demikian juga 8 RS lain, tak pernah mengira turut dituding menolak pasien. Tak terbantahkan, citra dan reputasi rumah sakit pun seketika anjlok. Krisis komunikasi rumah sakit pun terjadi.
Manajemen 9 RS tersebut bingung. Ada yang diam, karena memang tak mengerti apa yang harus dilakukan. Ada RS yang ingin bertindak, tetapi tak tahu bagaimana mesti dilakukan. Tersirat kekhawatiran, jangan-jangan malah salah bertindak dan berdampak lebih besar. Akhirnya RS tak peduli, seakan tidak terjadi apa-apa. Dan saat itulah opini pasien dan keluarga, publik dan masyarakat luas seakan menemukan pembenaran bahwa orang miskin tidak akan mendapatkan pelayanan baik dari Rumah Sakit.
Bapak ibu, jika kita sejenak menjelajah internet akan banyak ditemukan berita tentang penolakan pasien, tuntutan dugaan malpraktek, demonstrasi/mogok dokter/perawat/karyawan rumah sakit, pasien membludak, pasien miskin ditolak RS dan lain-lain. Sebagai contoh saja, seperti dibawah ini :
- Pasien membludak, 11 Rumah Sakit mundur dari Program KJS (TVOne, 17 Mei 2013
- Jumlahnya kunjungan meningkat hingga 300-500 orang per hari (Gatra.com, April 2013)
- Sampai Mei 2011, MKDI menerima 135 kasus pengaduan dan 80 persennya akibat komunikasi yang tidak baik antara dokter dan pasien (MKDKI, RMOL.co, 2011)
- KKI menerima 126 pengaduan masyarakat terkait adanya dugaan malpraktek serta disiplin dokter dan dokter gigi (antaranews.com, Mei 2013)
Riset membuktikan bahwa kegagalan rumah sakit ketika menghadapi krisis adalah karena:
- Ketidaktahuan apa yang harus dilakukan;
- Merasa terlalu besar bahwa RS kita akan tahan terhadap krisis,
- Denial, yaitu perasaan bahwa kita tidak akan terkena krisis;
- Tidak peduli terhadap krisis.
Pertanyaannya;
- Bagaimana jika kita termasuk dalam 9 RS tersebut?
- Apa yang mesti kita lakukan; tak peduli, diam atau bertindak?
- Krisis komunikasi di RS bisa terjadi kapan saja, siapkah RS kita?
Itu sedikit cerita tentang Rumah Sakit kita, dan kemungkinan terjadinya krisis komunikasi yang bisa terjadi kapan saja. Tidak dapat kita duga, tapi sesungguhnya dapat kita deteksi, hindari dan atasi.
Bapak ibu tidak perlu membaca lagi informasi dibawah ini, jika menganggap Rumah Sakitnya sudah siap hadapi krisis. Namun bagi Bapak/Ibu yang ingin mempersiapkan sebaik mungkin bagaimana menghadapi krisis komunikasi, informasi dibawah ini bisa bermanfaat.
Forum Komunikasi Humas Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menggandeng AsiaPR, konsultan & profesional PR, untuk selenggarakan: "2 DAYS CRISIS MANAGEMENT & REPUTATION WORKSHOP" tanggal 6 - 7 Desember 2013 di Hotel All Season Jakarta.
KENAPA HARUS IKUT?
Dengan mengikuti workshop ini, manajemen dan staf RS mampu melakukan Deteksi Dini dan Penanangan Krisis Komunikasi di Rumah Sakit sehingga kita bisa menghindarinya atau menanganinya secara efektif efisien ketika krisis komunikasi datang.
KAPAN & DIMANA? Kegiatan "2 Days Crisis Management & Reputation Workshop dilaksanakaan pada tanggal 6 - 7 Desember 2013 di Hotel All Season Jl. Talang Betutu No. 02 Jakarta Pusat 10230
PELAKSANAAN & MATERI :
HARI I – Jumat, 6 Desember 2013
- Reputasi Perusahaan, Crisis Management Dan Identifikasi Penyebab Krisis
- Silent Break
- Crisis Management Plan & Crisis Management Team Development
- Discussion Case Study (I): Seandainya Krisis Datang
- Ishoma
- Case Study (Ii): Crisis Handling
- Silent Break
- Group Evaluation & Feedback
HARI II, Sabtu, 7 Desember 2013
- Reputasi Paska Krisis: Orang Ketiga Dan Juru Bicara Dalam Pemulihan Paska Krisis
- Silent Break
- Pre-Draft Message: Efektivitas Pesan Saat Krisis
- Ishoma
- Media Handling Untuk Krisis Manajemen
- Silent Break
- Case Study (Iii) And Group Experiental
- Coffee Break & Group Preparation
- Group Sharing Experience Models
SIAPA YANG HARUS IKUT? Direktur, Manajer Humas/Investor Relations, dan siapa saja yang tertarik mempelajari Hospital Crisis Management
BERAPA INVESTASINYA? Investasi yang dibutuhkan untuk mengikuti workshop selama dua hari adalah Rp 2.600.000,- per orang
BAGAIMANA CARA PENDAFTARANNYA?
- Transfer : Bank Mandiri cabang Rs. Islam Jakarta
- No. Rek : 120-000 106 1972
- A.n : Perhimpunan Rs Seindonesia (PERSI)
Formulir pendaftaran yang telah diisi disertai bukti pembayaran difaks atau diemail ke sekretariat panitia:
- Jalan Boulevard Artha Gading, Blok A-7A no 28, Jakarta Utara
- Telp : Fax : Email :
- 021 - 458 45 303 / 04
- 021 - 458 52 832 / 33
- imrspersi@yahoo.com atau persi@pacific.net.id
- cp Desi : 0812 103 74733
Mari bergabung dengan Rumah Sakit yang siap hadapi krisis komunikasi yang kapan saja bisa terjadi. Sampai jumpa tanggal 6-7 Desember 2013 ya!