Senin, 04 Agustus 2014

, , , , , , , , , , , ,

Apa Kriteria Utama Menkes 2014 - 2019?

Saat ini hangat dibicarakan ditengah publik adalah susunan kabinet Presiden/Wakil Presiden mendatang. Anggaplah untuk sementara ini disebut Kabinet Jokowi-JK. Banyak versi usulan nama calon Menteri yang beredar di media, termasuk calon Menteri Kesehatan. Dari banyak versi dan usulan tersebut, semua bicara siapa sebagai menteri apa. Bukan apa dan mengapa sehingga siapa itu mampu menjabat menteri apa.

Mari kita ambil contoh nama-nama calon Menkes yang beredar di media publik. Ada Ribka Tjiptaning, Ali Gufron Mukti, Fasli Jalal, Tjandra Yoga Aditama, Akmal Taher, Fahmi Idris, Nova Riyanti Yusuf, dan lain-lain. Dari sekian banyak calon menkes itu, nama Ribka memunculkan pro kontra terutama dari kalangan dokter. Ini bisa difahami dari rekam jejak dan pernyataan Ribka selama ini. Tak elok rasanya membahas pro kontra ini. Mari kita lebih mencermati bahwa usulan, diskusi dan perdebatan yang muncul masih sebatas tokoh/sosok yang dianggap layak dan pantas sebagai Menkes. Tetapi ada satu hal mendasar yang lupa diangkat dan didiskusikan; kondisi Kesehatan seperti apa yang diharapkan Indonesia sekurangnya hingga 5 tahun ke depan?

Dalam ilmu organisasi, terlebih dahulu bicara tujuan dan fungsi baru kemudian struktur. Dalam manajemen sumber daya manusia, terlebih dahulu diperjelas job description dan job specification sebelum ditentukan orangnya. Konkritnya, sebelum bicara siapa calon Menkes yang layak dan pantas (fit & propher) semestinya ditentukan dulu syarat dan kriteria Menteri Kesehatan didasarkan pada tujuan pembangunan kesehatan sekurangnya 5 tahun mendatang. Syarat dan kriteria itu secara populis didasarkan pada apa sih kepentingan dan kebutuhan masyarakat Indonesia?

Dalam kondisi normal Kabinet Pemerintahan berjalan dalam periode 5 tahunan. Memang harus diakui kebijakan dan pengaturan Kabinet, termasuk Menkes, akan berdampak panjang melebihi periode pemerintahan 5 tahun. Namun untuk mempermudah penentuan syarat dan kriteria calon Menkes, rentang waktu pergantian pemerintahan 5 tahunan ini bisa dijadikan acuan. Pertanyaan dasarnya, kondisi pembangunan kesehatan seperti apa selama 5 tahun nanti? Atau sebenarnya dalam 5 tahun ini, masyarakat Indonesia itu berkepentingan dan butuh apa?

Terdapat banyak sekali urusan bidang kesehatan yang harus ditangani dan diselesaikan. Setiap orang dengan berbagai latar belakang, pengalaman dan kepentingannya bisa mengutarakan kondisi yang diharapkan. Yang banyak diusulkan para ahli dan akademisi yaitu pembangunan kesehatan dititikberatkan pada upaya kesehatan masyarakat (UKM), preventif dan promotif. Karena selama ini lebih menjurus pada upaya kesehatan perorangan (UKP), kuratif dan rehabilitatif. Konon anggaran kesehatan Indonesia banyak tersedot pada pengobatan di puskesmas dan rumah sakit tetapi minim sekali untuk pencegahan dan promosi perilaku hidup sehat. Itu dari aspek upaya, belum bicara komponen SDM, pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, pembiayaan, kelembagaan dan legislasi, manajemen kesehatan dan lain-lain banyak sekali.

Pendapat tersebut bisa jadi benar, tapi perlu dipertajam dan lebih fokus. Sesungguhnya UKM dan prevensi masih luas, seperti apa yang diharapkan? Jika diuji lagi, apakah sesungguhnya kita bisa pisahkan secara tegas dan lugas antara UKM dan UKP? Dari upaya kesehatan promotif preventif hingga kuratif rehabilitatif?

Kita harus realistis bahwa 5 tahun bukanlah waktu yang cukup untuk selesaikan semua masalah kesehatan Indonesia. Waktu 5 tahun tidak cukup mengakodasi banyak harapan dan kemauan bidang kesehatan. Kita harus memilih program yang terencana, terukur dan mempunyai daya ungkit bagi sistem pembangunan kesehatan Indonesia. Analoginya, kita fokus pada tulang punggung (backbone) dimana aspek UKM dan UKP tercakup serta komponen dari sistem kesehatan seperti pelayanan kesehatan, SDM dll dapat terintegrasi. Salah satu prinsip program yang baik adalah kesinambungan dari program sebelumnya. Adakah program yang memenuhi uraian tersebut serta sesuai kepentingan dan kebutuhan masyarakat? Jawabnya adalah sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pelaksanaan sistem Jaminan Kesehatan Nasional merupakan agenda dan fokus utama pembangunan kesehatan tahun 2014 - 2019, selain program kesehatan lain. JKN bukan hanya menyangkut pembiayaan kesehatan. JKN merupakan sistem atau backbone yang dapat menjadi sandaran utama bagi peningkatan pelayanan kesehatan, SDM, obat & perbekalan kesehatan, sarana prasarana, pembiayaan, manajemen kesehatan dll. JKN bisa menjadi kunci pengungkit perbaikan di berbagai sektor kesehatan baik UKM maupun UKP. Dengan kata lain, target dan tujuan bidang kesehatan dalam masa kabinet pemerintahan saat ini adalah terlaksananya JKN yang menggerakan sektor kesehatan secara umum sebagaimana peta jalan tahun 2014- 2019 yang telah ditetapkan.

Dengan demikian, kita bisa tentukan syarat dan kriteria calon Menteri Kesehatan adalah memahami dan mampu menjamin pelaksanaan JKN sesuai peta jalan yang telah ditetapkan. Inilah indikator kinerja kunci yang realistis dan terukur bagi Menkes RI periode 2014-2019. Menkes yang berhasil mensukseskan sistem JKN berarti telah menyelesaikan sebagian dari masalah-masalah kesehatan Indonesia. Pertanyaannya, siapakah calon Menkes yang memahami dan mampu menyukseskan JKN?

Ini tugas Presiden/Wakil Presiden terpilih yang melakukan uji kelayakam dan kepantasan. Untuk saat ini, KPU telah tetapkan Jokowi-JK sebagai pemenang pilpres. Biarlah, beri kesempatan, Jokowi-JK menetapkan Menkes pilihannya. Sekali lagi, semestinya dalam menentukan Menkes yang lebih diutamakan adalah syarat dan kriteria didasarkan pada tujuan pembangunan kesehatan 5 tahun mendatang. Dan suksesnya pelaksanaan sistem JKN adalah indikator kunci yang memiliki daya ungkit pada pembangunan kesehatan Indonesia.

Jadi siapa Menteri Kesehatan selanjutnya, terserah Presiden/Wapres. Kita lihat saja!

Jumat, 01 Agustus 2014

, , , , , , , ,

Biarkan Jokowi Mengangkat Menteri Pilihannya

Saya ikut mengisi nama yang diusulkan sebagai calon Menteri Kesehatan dalam "Kabinet Alternatif Usulan Rakyat (KAUR)" yang diinisiasi oleh kelompok relawan "Jokowi Center". Harapan saya sih sederhana saja, siapa tahu nama yang saya usulkan benar menjadi Menkes. Saya punya keyakinan, haqul yaqin, orang yang saya usulkan mampu mengemban tugas dalam pembangunan kesehatan Indonesia. Alasannya sih (lagi-lagi) sederhana, saya tahu kelayakan dan kepantasan (fit & proper) yang bersangkutan.

Seketika tuntas mengisi KAUR, rasa puas berubah menjadi gamang. Apa hak saya ikut-ikutan memberi usulan kepada Jokowi-JK melalui Jokowi Center? Jangan-jangan kelompok relawan atau non relawan Jokowi-JK juga punya usulan dan proposal calon Menteri. Jika dalam KAUR saja ada ribuan orang usul, bagaimana ditambah dengan usulan lain. Weladalah, tak berselang waktu lama beredar nama calon Menteri ( termasuk Menkes) dari kelompok-kelompok lain yang konon dekat dengan Jokowi-JK. Kalau saya kumpulkan, banyak sekali nama-nama yang berterbangan sebagai calon Menkes. Muncul pikiran nakal saya, dari nama-nama yang muncul ini siapa ya yang ada dalam benak Jokowi? Sama nggak yang ada di pikiran JK? Atau jangan-jangan mereka punya nama selain yang diedarkan ini.

Diantara keriuhan nama-nama calon Menkes, suara "tolak si anu jadi Menkes" semakin kencang. Saya bisa rasakan penolakan itu secara langsung, juga melalui media sosial. Bahkan ada petisi "menolak si anu jadi menkes" yang nampaknya banyak disuarakan dari kalangan dokter.

Rasa gamang saat ikut mengusulkan KAUR tadi semakin menjadi rasa bersalah. Jangan-jangan saya sudah keluar dari batas hak semestinya. Jangan-jangan melalui usulan tadi terselubung maksud "menyodorkan dengan memaksa" Jokowi-JK memilih usulan itu. Tapi kan usulan itu boleh diterima atau ditolak. Nah, di posisi ini saya menjadi tenang. Sepanjang hanya usul, tidak bermaksud mendesak, memaksa kehendak apalagi menyetir kepada Jokowi-JK, rasanya sih asik-asik saja.

Saya yakin bahwa setiap orang yang punya usul calon Menteri tahu bahwa mengangkat Menteri (termasuk Menkes) itu hak prerogatif presiden. Jadi ya biarkan saja secara merdeka bebas pemaksaan kehendak, Presiden nantinya menggunakan hak prerogatifnya. Biarkan, beri kesempatan, Jokowi mengangkat Menteri pilihannya. Bukankah sewaktu mencoblos Jokowi karena percaya Jokowi memiliki kapasitas sebagai Presiden, termasuk mengangkat Menteri?

Dengan membiarkan Jokowi (-JK) mengangkat Menteri pilihannya secara bebas mandiri berarti memberi kesempatan pasangan ini membuktikan janji dan kapasitasnya nya kepada rakyat. Dengan kata lain, Kabinet Jokowi-JK adalah batu uji pertama pasangan presiden/wakil presiden pilihan rakyat. Dengan begitu rakyat bisa ngomong,"ini lho kabinet pilihan presiden kita". Jadi, Pak Jokowi, Pak JK, tolong abaikan saja usulan nama calon Menkes dari saya. Nanti jika sudah resmi sebagai Presiden/Wapres, monggo gunakan hak prerogatif secara bebas merdeka tanpa paksaan kehendak dari saya untuk tentukan pilihan yang menjadi Menkes. Toh, siapa saya ini. Nanti saya malah bingung njawab kalau Pak Jokowi nanya,"apa sampean nyoblos saya?" ;))

Hingga tulisan iseng ini saya posting, masih gegap gempita orang, termasuk kawan saya, mempetisikan "tolak di anu jadi Menkes". Disamping itu sibuk pula mempromosikan calonnya untuk jadi Menkes. Alasan kegigihannya menolak dan mengusulkan calon menkes, karena dia nyoblos Jokowi-JK. Dia dulu juga turut mengkampanyekan agar pilih Jokowi-JK. Jadi saat ini dia "merasa berhak" bersuara menolak calon menkes yang tidak kredibel dan juga memberi saran/usul calon Menkes. Saya jadi kepikiran begini; jika satu orang yang dulu mencoblos Jokowi-JK merasa berhak memberi usul/saran calon Menteri, bagaimana lagi dengan sponsor/donatur Jokowi-JK ya?

Ahh, sudahlah. Ayo biarkan Jokowi-JK mengangkat Menteri (termasuk Menkes ya) pilihannya. Ini ujian pertama!

Rabu, 09 Juli 2014

, , , ,

Inilah Cara Saya Tentukan Pilihan Capres/Cawapres. Bagaimana dengan anda?

Saya tidak kenal Pak Prabowo. Saya juga tidak kenal Pak Jokowi meskipun pernah bertemu langsung. Saya hanya tahu sosok dan kiprah beliau berdua dari pemberitaan media massa, status facebook, ocehan twitter, video youtube & media sosial lain. Selebihnya katanya begini kayanya begitu.

Saya menganggap sangat penting pemilihan Capres/Cawapres ini. Maka sejak awal saya bertekad akan gunakan hak pilih saya. Saya serius mencari alasan kuat untuk memilih Pak Prabowo atau Pak Jokowi. Karena tidak mengenal keduanya, maka saya harus banyak membaca dan "membaca".

Yang saya lakukan adalah membaca visi misi kedua pasangan capres/cawapres. Bagi saya apa yg tertulis dlm visi misi ini penting, karena ini dokumen resmi dan bisa dipertanggungjawabkan. Dari membaca visi misi ditambah membaca berita, maka lahirlah beberapa tulisan terkait KIS yang saya posting di blog. Tulisan ini wujud sikap kritis saya terhadap program KIS bukan persoalan suka tidak suka pada sosok Pak Jokowi. Kenapa demikian? Karena saya sedikit banyak mengetahui JKN dan BPJS Kesehatan yang bersinggungan dengan KIS-nya Jokowi. Intinya, saya akan membela JKN dan melawan terhadap upaya mendekonstruksi dan mendisinformasi JKN. Jadi ini bukan tentang siapa, tetapi apa.

Selanjutnya, tentu saja mencermati bagaimana Pak Prabowo/Pak Hatta dan Pak Jokowi/Pak JK bicara langsung menyampaikan gagasannya. Kata kuncinya, (1) Gagasan manakah dari kedua pasangan yang paling dibutuhkan negara Indonesia? (2) Manakah dari keduanya yang memenuhi kriteria Pemimpin? Saya berpendapat, bahwa kita bicara Indonesia ke depan. Kita bicara seperti apa Indonesia nanti. Itulah yang menjadi tugas Pemimpin.

Kemudian saya melihat, siapa alim ulama yang mendukung kedua pasangan? Kenapa penting? Bagi saya ini sangat penting. Barangkali saya awam, tapi saya percaya bahwa ulama adalah pewaris para nabi. Sepertinya alim ulama terbagi kedalam kedua pasangan, maka saya cari alim ulama yang menurut pandangan saya lebih rendah hati, zuhud, relatif tidak dekat penguasan dan kekuasaan, relatif tidak punya kepentingan selain memikirkan umat.

3 hal itulah yang menjadi dasar pertimbangan saya menetapkan pasangan capres/cawapres pilihan. Kalau pun saya memperhatikan berita dan status media sosial, itu sebagai upaya memperkuat apa yang saya dapatkan dari ke-3 hal diatas. Ya, sekaligus lebih mengenal media massa mana yang partisan dan juga mengenal lebih jauh kawan medsos.

Sebelum diteruskan saya ingin bertanya, pernahkah kita anda sudah maksimal berusaha? Merasa tidak punya kuasa lagi? Apa yang dilakukan? PASRAH. Bukan pasrah menyerah, tetapi BERSERAH DIRI kepada Yang Maha Kuasa. 

Demikian juga pada pemilu presiden hari ini. 3 upaya diatas yang saya yakini itu cara terbaik sudah saya lakukan.
Kesimpulan saya, kedua pasangan capres/cawapres bukanlah pilihan terbaik saat ini. Tapi saya harus berdamai dengan kenyataan, saya harus memilih satu diantara keduanya.

Saya harus memilih satu pasangan diantaranya sebagai sebuah upaya maksimal kita. Saya tak tahu siapa yang bakal ditetapkan sebagai Presiden & Wakil Presiden Indonesia 2014 - 2019. Saya tak bisa pastikan pilihan saya tepat atau tidak. Saya juga tak bisa memperkirakan apakah Presiden & Wakil Presiden terpilih nanti membawa kebaikan dan keberkahan bagi Indonesia. Saya tak punya kuasa untuk itu.
Akhirnya saya menggunakan nasehat ulama, "pilihlah yang lebih kecil mudharatnya dan lebih banyak manfaatnya". Terhadap sesuatu yang tidak lagi saya kuasa terhadapnya, saya pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa untuk menetapkan takdirnya. Saya berkeyakinan bahwa pilihan saya adalah doa dan harapan yang yang akan didengar dan dicatat oleh Sang Maha Pendengar Doa.

Bismillah, dan saya pun telah memilih untuk selanjutnya saya serahkan kepada Yang Maha Kuasa. Semoga Alloh selalu melindungi dan memberkahi kita semua, Indonesia!

Senin, 07 Juli 2014

, , , , , , , , , , , , , ,

Ikut JKN Sekarang, Jangan Tunggu Sampai Sakit

Setiap orang pasti sakit dan kita tak tahu kapan sakit itu datang. Ketika kita ingin berobat ke Puskesmas atau Rumah Sakit harus sudah jelas status pasien; membayar tunai atau menggunakan jaminan kesehatan. Akan lebih mudah dan tenang, jika kita telah memiliki kartu JKN. Prosedur layanan sudah jelas dan biaya pengobatannya pun dipasti ditanggung BPJS Kesehatan sesuai iuran yang dibayarkan.

Bukankah kita bisa mendaftar saat JKN pada saat sakit? Benar bahwa kita bisa mendaftar JKN kapan saja. Namun perlu diingat bahwa kartu JKN berlaku atau bisa digunakan sejak dikeluarkan (tidak berlaku surut). Ini berarti biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit yang timbul sebelum kita memiliki kartu JKN menjadi tanggung jawab pasien/keluarga sendiri. Jika jumlah biaya berobat relatif kecil, mungkin tidak menjadi masalah. Bagaimana jika sejak awal masuk rumah sakit sudah memerlukan biaya tinggi disebabkan sakit yang sudah parah? Kondisi ini sangat mungkin terjadi kepada siapa saja.

JKN diselenggarakan dengan prinsip gotong royong. Melalui iuran yang dibayarkan setiap bulan, peserta JKN yang sehat membantu peserta yang sedang sakit atau sakit berisiko tinggi. Peserta JKN yang mampu membayar iuran untuk perawatan kesehatan kelas 1 misalnya, akan membantu kelas 2 atau kelas 3. Dengan subsidi silang antar peserta JKN maka standar pelayanan kesehatan yang berprinsip kendali mutu kendali biaya dapat tercapai. Inilah makna gotong royong, nilai kehidupan yang kita junjung dan laksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Ada tiga jenis iuran JKN yaitu untuk fasilitas pelayanan rawat inap kelas I sebesar Rp 59.500 per bulan per orang, kelas II sebesar Rp 42.500 dan kelas III sebesar Rp 25.500. Penentuan kelas fasilitas pelayanan bergantung pada penghasilan peserta, dan kecocokan fasilitas rumah sakit. Sedangkan khusus bagi orang miskin dan tidak mampu membayar iuran ditanggung Pemerintah, disebut Peserta Bantuan Iuran (PBI). Iuran PBI sebesar Rp 19.225 per orang per bulan untuk fasilitas kelas 3 dibayar oleh Pemerintah. Pemerintah telah menetapkan peserta PBI yang memenuhi kriteria miskin berjumlah 86,4 juta jiwa.

Seperti pepatah, sedia payung sebelum hujan. Oleh karena itu, ikut JKN sebelum sakit adalah langkah bijak nan cerdas melindungi kesehatan dan keselamatan kita dan keluarga.

Sabtu, 05 Juli 2014

, , , , , , , , , , , ,

JKN Ringankan Beban Ketika Sakit

Delvi bersedih, karena anaknya (Ridho, 5 bulan) menderita hidrocephalus. Ridho menderita hidrocephalus sejak lahir. Sebagai orang tua, Delvi dan suami, berupaya semaksimal mungkin mencari pengobatan kepada anaknya. Namun penghasilan dirinya yang seorang buruh pabrik garmen dan suaminya seorang sopir truk pengangkut pasir, tidak cukup membiayai pengobatan anak kesayangannya itu.

Delvi bercerita, Ridho sudah pernah melakukan pengobatan di sebuah rumah sakit di Bogor. Sekali pengobatan, Delvi merogoh kocek hingga Rp 1,4 juta. Belum sembuh, Delvi mencoba ke pengobatan alternatif. Hasil tetap nihil, namun uang sudah terkuras habis.

Delvi tidak menyerah. Delvi membawa Ridho ke RSUD Bekasi dengan harapan mendapat biaya yang lebih murah. Atas saran dokter yang merawat Ridho, Delvi pun mendaftar menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di kantor BPJS Kesehatan terdekat. Delvi mengaku tidak merasa kesulitan dalam membuatnya. Prosedur yang dijalani tidak dirasa rumit. Tak perlu memakan waktu lama, kartu JKN selesai diurus. Ridho pun dapat ditangani di RSUD Bekasi.

"Awalnya saya pikir akan rumit urus BPJS. Karena lihat di berita katanya susah. Tapi demi anak saya ya saya coba. Ternyata tidak kok. Saya tidak merasa kesulitan waktu mengurus JKN," ujarnya (Kompas, 4/5/2014).

Bagi Delvi, JKN telah menjadi penolong bagi anaknya yang sakit. JKN adalah jalan keluar kesembuhan anaknya. Ridho menjalani operasi hidrochepalus di RSUD Bekasi. Menurut Delvi, semua itu memakan biaya ratusan juta. Dirinya merasa bersyukur karena keseluruhan biaya sudah ditanggung program bantuan JKN yang diselenggarakan Pemerintah melalui BPJS Kesehatan.

"Kalau tidak ada JKN, saya tidak tahu dapat uang untuk Ridho dari mana. Ini sekarang saya paling hanya keluar uang operasional sehari-hari aja," ujar Delvi (Kompas, 4/5/2014).

Itulah kisah perjuangan Delvi dalam mengupayakan kesembuhan anaknya dengan biaya pengobatannya ditanggung JKN. Tidak hanya Delvi, siapapun termasuk kita, akan berpendapat bahwa biaya pengobatan itu mahal. Apalagi jika penyakit yang diderita termasuk penyakit yang telah memasuki stadium lanjut atau penyakit yang sulit disembuhkan. Jangankan orang tak mampu, orang kaya pun bisa miskin karena sakit yang dideritanya. Lalu, apa yang seharusnya kita lakukan?
JKN untuk Seluruh Rakyat Indonesia

Sakit merupakan kejadian yang tak pernah bisa diduga. Sakit bisa datang ketika kita masih produktif dan berpenghasilan cukup. Namun sakit juga bisa disaat ketika kita tak lagi produktif, tidak cukup penghasilan. Singkat kata, sakit tak memandang orang kaya, orang cukup atau orang miskin. Dalam demikian, bagaimana dalam kondisi sakit kita bisa memperoleh pengobatan dan pelayanan kapan saja dan dimana saja?

Ya, kita memerlukan Jaminan Kesehatan. Dengan Jaminan Kesehatan atau asuransi kesehatan mengurangi risiko menanggung biaya kesehatan dari kantong sendiri (out of pocket), dalam jumlah yang sulit diprediksi bahkan sering kali jumlahnya sangat besar. Namun tidak setiap orang mampu dan mau ikut asuransi kesehatan. Mengapa demikian? Pertama, premi asuransi kesehatan komersial relatif tinggi sehingga tidak terjangkau sebagian besar masyarakat. Kedua, manfaat yang yang ditawarkan umumnya terbatas.

Oleh sebab itu, Pemerintah mengeluarkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai 1 Januari 2014. Berbeda dengan asuransi kesehatan komersial, JKN merupakan asuransi kesehatan sosial dengan banyak kelebihan. Pertama, iuran relatif terjangkau bagi setiap orang. Bahkan bagi penduduk miskin, iurannya ditanggung oleh Pemerintah. JKN dijalankan dengan prinsip gotong royong. Ini berarti bahwa peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit, atau sakit berisiko tinggi.

Kedua, JKN memberikan manfaat yang komprehensif dengan iuran terjangkau. Setiap peserta JKN memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai kebutuhan medis.

Ketiga, JKN menerapkan prinsip kendali mutu kendali biaya. Itu berarti peserta JKN dapat memperoleh pelayanan kesehatan bermutu dengan biaya yang wajar dan terkendali. Keempat, JKN menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkelelanjutan). Kelima, JKN menganut sistem portabilitas sehingga peserta JKN dapat menggunakannya kartu JKN untuk berobat antar fasilitas kesehatan dan antar daerah di seluruh wilayah Indonesia.

Oleh karena itu, untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia, kepesertaan JKN bersifat wajib bagi setiap orang penduduk Indonesia dan warga negara asing yang bekerja paling sedikit 6 bulan di Indonesia.

 

Sabtu, 28 Juni 2014

, , , , , , , , , , , ,

Belajar dari RSCM Raih 2 Gold Champion pada Indonesia WOW Brand 2014

Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) berhasil meraih 2 Gold Champion kategori General Hospital Jakarta (A Class) dan General Hospital Bodetabek (A Class) pada Indonesia WOW Brand 2014 yang digagas Markplus.

Apa yang dilakukan oleh RSCM hingga mereka berhasil meraih 2 Gold Champion dari Indonesia WOW Brand 2014?

Transformasi RSCM menjadi rumah sakit yang WOW tidak berlangsung hanya setahun dua tahun. Namun, merupakan sebuah perjalanan panjang penuh dedikasi dan inovasi. Citra negatif sebagai rumah sakit umum berhasil mereka singkirkan bahkan kualitas pelayanan mereka bisa bersaing dengan rumah sakit swasta.

Dibutuhkan inovasi dan kreativitas untuk terus melakukan terobosan yang bisa membuat suatu merek menjadi merek yang WOW. Begitu juga dengan RSCM. Citra RSCM dengan pelayanan lama, pasien yang tidak terawat secara baik, fasilitas yang tidak lengkap, serta kesan yang kumuh berhasil diubah menjadi oleh Rumah rumah sakit yang "WOW".

RSCM melakukan sebuah perubahan yang mencakup sebuah budaya kerja dari tiap-tiap individu dan divisi yang melakukan pelayanan langsung maupun tidak langsung kepada pasien. RSCM menanamkan budaya kerja; menolong dan memberikan yang terbaik. Demikian juga kualitas tenaga dan nonmedis, RSCM terus melakukan perbaikan demi pelayanan yang prima dan berkualitas. Masing-masing tenaga medis dan nonmedis mendapatkan pelatihan yang terbaik sesuai dengan kompetensi mereka. Peralatan-peralatan kedokteran yang canggih saat ini memerlukan kecakapan yang baik untuk menggunakannya.

Selain kecakapan dari penggunaan alat-alat medis, RSCM juga memberikan perhatian khusus dalam pemahaman service excellence. Service excellence merupakan usaha dari RSCM terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Dalam hal standar pelayanan, RSCM mengacu pada standar yang diterapkan oleh Joint Commision International (JCI). RSCM mengutamakan patient safety, dalam arti semua keperluan dan hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien harus aman.

Dalam hal penangan pasien, RSCM melakukan sebuah terobosan dimana antara pihak RSCM berkolaborasi dengan pasien dalam proses pengobatan. Pasien dilibatkan dalam proses pemulihan kesehatan dari masing-masing pasien sesuai anjuran dokter serta konsultasi dan diskusi antara pasien dan pihak dokter.

Kolaborasi ini merupakan upaya untuk menurunkan komplain dari pasien kepada pihak RSCM karena dalam tiap hal pemutusan pengobatan pasien akan dilibatkan agar bisa berpartisipasi. Selain menurunkan komplain, kolaborasi ini juga bisa membuat pasien lebih loyal kepada pihak rumah sakit. Upaya kolaborasi antara pasien dan rumah sakit ini tidak lain adalah perwujudan dari budaya kerja RSCM untuk selalu menolong dan memberikan yang terbaik.

Itulah beberapa hal yang menjadikan RSCM mampu menjalani proses tranformasi tanpa henti, merubah citra lama yang cenderung negatif, menjadi RSCM dengan citra dan reputasi lebih baik. Buktinya, RSCM mampu menggondol 2 penghargaan "Gold Champion" sekaligus pada Indonesia WOW Brand 2014.

Selamat RSCM!
, , , , , , , ,

Kementerian Kesehatan Raih Gold Champion Indonesia WOW Brand 2014

Kementerian Kesehatan meraih penghargaan Gold Champion pada Indonesia WOW Brand 2014 untuk kategori Public Service dan subkategori Kementerian. Penyerahan penghargaan ini dilakukan dalam acara Indonesia WOW Brand 2014 “Government & Public Services Industry” yang diselenggarakan oleh MarkPlus Insight dan Majalah Marketeers, Rabu (25/6) malam di Hotel Luwansa, Jakarta.

Tahun lalu pada Indonesia Brand Champion Award 2013 yang dilakukan Markplus, Kementerian Kesehatan juga memborong 3 Gold Winner sebagai MOST PREFERED POLICY of Public Institution, MOST VALUABLE POLICY of public institution dan MOST TRUSTED public instituion.

Dan tahun 2014 ini, MarkPlus Insight kembali melakukan survei untuk mengukur popularitas dari kebijakan Instansi Layanan Publik yang ada di Indonesia dengan mengacu pada 5 aspek utama, yaitu : awareness, appeal, ask, act dan advocate.

Sebagaimana dikutip pada halaman the marketeers, Hermawan Kartajaya didukung oleh tim MarkPlus Inc., menghadirkan konsep WOW Brand sebagai sebuah tolak ukur pemasaran baru bagi brand. Konsep yang dirilis pertama kali dalam acara Jakarta Marketing Week 2014 lalu, terdapat lima tahap penerimaan konsumen terhadap sebuah brand, yaitu Kenal (Aware), Tertarik (Appeal), Cari Tahu (Ask), Beli (Act), dan terakhir adalah Rekomendasi (Advocate).

Suatu brand bisa dikatakan ‘WOW’, jika jumlah orang yang mengetahui brand sama dengan jumlah orang yang merekomendasikannya—terlepas dari jumlah orang yang benar-benar menggunakan produk tersebut. Penilaian ‘WOW Brand’ ini sendiri didasarkan pada nilai BAR (Brand Advocacy Ratio) yang merupakan rasio antara nilai advocacy spontan terhadap nilai awareness spontan. Adapun nilai yang paling ideal adalah 1, yang berarti jumlah orang yang mengetahui brand sama dengan jumlah orang yang merekomendasikan brand tersebut.

“Kami melakukan survei ini dengan menggunakan metode phone survey dan random sampling terhadap 6000 responden dari 18 kota besar di Indonesia. Responden merupakan masyarakat umum, bukan Pegawai Negeri/BUMN/TNI-POLRI dan mewakili masyarakat kelas ekonomi A hingga C” ujar Taufik, Chief Operating Officer of MarkPlus, Inc.

Survei dengan metode random sampling ini dilakukan pada Januari hingga Februari 2014 terhadap 6000 responden dengan rentang usia 15 – 59 tahun yang tersebar di 18 kota besar, yaitu : Greater Jakarta, Aceh, Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Manado, Makassar dan Jayapura.

Penghargaan Indonesia WOW Brand 2014 kategori Public Services ini diberikan kepada instansi-instansi publik yang memiliki kredibilitas tinggi yang dinilai dari aspek-aspek seperti awareness yang baik di masyarakat, kebijakan instansi yang paling disukai publik, dan tingkat kepercayaan dan rekomendasi publik terhadap instansi tersebut.

Selamat Kemenkes!