Jumat, 04 Maret 2016
Kamis, 03 Maret 2016
Memahami Secara Jernih Kebijakan Pemerintah Soal Jaket Anti Kanker Warsito
Menyelesaikan persoalan ECCT atau lebih populer disebut “jaket anti kanker warsito” ini memang bukan perkara sederhana. Ada pilihan-pilihan sulit yang harus ditentukan dan diantaranya harus diputuskan. Bagaimana sesungguhnya keputusan Pemerintah terhadap ECCT untuk terapi kanker ini seperti tersiarkan melalui konferensi pers tanggal 3 Februari 2016 di Kantor Kementerian Kesehatan, Kuningan Jakarta. Secara garis besar disampaikan bahwa (1) Hasil evaluasi Tim review yang terdiri dari Kemenkes, Kemenristekdikti, LIPI dan KPKN menunjukan bahwa ECCT belum dapat disimpulkan keamanan dan manfaatnya; (2) Penelitian ECCT akan dilanjutkan sesuai standar pengembangan alat kesehatan dengan difasilitasi dan disupervisi oleh Kemenkes dan Kemenristekdikti melalui sebuah Konsorsium; (3) Pasien lama yang selama ini menggunakan ECCT akan diarahkan mendapatkan pelayanan standar di 8 rumah sakit pemerintah yang ditunjuk dan serta RS lain yang bersedia.
Yang perlu digarisbawahi adalah hasil review dikeluarkan bukan hanya atas nama Kementerian Kesehatan, tetapi Tim Review yang terdiri dari unsur Kementerian Kesehatan, Kemenristekdikti, LIPI dan Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN). Dan dalam kerjanya, Tim Review telah meninjau dokumen hasil penelitian ECCT yang dilakukan oleh PT Edwar Technology bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi. Selain itu, tim Review juga telah mendengarkan pihak-pihak berkompetensi teknis yang pro maupun kontra ECCT sebagai terapi kanker.
Pertanyaannya, bagaimana Pemerintah mengambil kebijakan untuk mendukung dan melanjutkan penelitian ECCT sesuai kaidah penelitian yang baik? Seperti disampaikan diawal tulisan, menjawab pertanyaan ini tidak sesederhana yang dikira. Tetapi dari kaca mata penulis, sekurangnya ada tiga perspektif yaitu iptek, medis dan sosial. Dari kaca mata iptek, ECCT temuan doktor warsito merupakan inovasi dan penemuan baru yang harus didorong untuk memberikan solusi atas permasalahan kesehatan sekaligus peningkatan daya saing bangsa Indonesia. Di berbagai kesempatan Menteri Kesehatan Nila Moeloek dan Menristekdikti Muhammad Nasir menegaskan dukungannya atas inovasi anak bangsa ini. Bahkan di hadapan beberapa orang pengguna ECCT, Menkes juga menyampaikan dukungan atas penelitian ECCT untuk terapi kanker dan inovasi lain di bidang kesehatan. Pendek kata, dalam perspektif iptek tidak perlu diperdebatkan kembali bahwa ECCT sebagai sebuah inovasi harus terus didukung dan dikembangkan.
Pertanyaan selanjutnya, apakah saat ini ECCT dapat dijadikan sebagai alat kesehatan untuk terapi kanker? Dalam perspektif medis, sebuah alat kesehatan atau obat dapat digunakan atau diberikan kepada pasien jika sudah terbukti manfaat dan keamananya. Bagi masyarakat umum, cara paling mudah membuktikan manfaat dan keamanannya pada ada tidaknya izin edar dari Pemerintah. Untuk mendapatkan izin edar, sebuah alat harus memenuhi syarat cara pembuatan yang baik (good manufacturing practice) dan bukti klinis sesuai indikasinya. Dalam pembuktian klinis tiada cara lain kecuali melalui penelitian standar mencakup uji pra klinik dan uji klinik. Hingga saat ini, ECCT belum melewati tahap standar uji pra klinik dan uji klinik sehingga belum dapat disimpulkan manfaat dan keamanannya sebagai alat kesehatan terapi kanker. Tidak hanya di Indonesia, di negara lain misalnya Amerika Serikat, alat kesehatan serupa ECCT pun juga melewati tahapan uji pra klinik dan uji klinik.
Dari perspektif sosial, ECCT telah terlanjur digunakan pada manusia yang dimaksudkan untuk menyembuhkan pasien dari penyakit kanker. Tidak sedikit penderita kanker yang mengaku membaik bahkan sembuh setelah menggunakan ECCT yang dibuat seperti jaket, helm atau selimut. Yang menarik, selain menggunakan ECCT mereka juga bersamaan melakukan upaya lain seperti pengobatan medis, herbal dan lain-lain. Artinya juga belum dapat dipastikan bahwa kondisi membaik penyakit kankernya disebabkan penggunaan ECCT atau kombinasi dari berbagai macam upaya pengobatan itu. Sementara itu, banyak pula ditemukan pasien yang kondisinya mengalami perburukan setelah menggunakan ECCT. Perlu diketahui meski berbalut riset, setiap penderita kanker yang menggunakan ECCT harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 15 juta.
Dengan sekurangnya pertimbangan tersebut diatas, Pemerintah mengambil kebijakan mendukung dan memfasilitasi penelitian ECCT agar dapat terbukti aman dan manfaat digunakan dalam terapi kanker. Sementara itu, pasien lama yang selama ini menggunakan ECCT diarahkan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar di Rumah Sakit. Inilah pilihan keputusan terbaik yang dilakukan Pemerintah dalam menjalankan kewajibannya melindungi masyarakat dan sekaligus memfasilitasi berbagai inovasi anak bangsa, termasuk ECCT “jaket anti kanker” temuan Doktor Warsito.
Rabu, 02 Maret 2016
Indonesia Tidak Takut MEA
- Insinyur; mulai dari insinyur mesin, geodesi, teknik fisika, teknik sipil, dan teknik kimia, dll.
- Arsitek; meliputi interior, lingkup bangunan, lingkup kompleks bangunan, sampai dengan lingkup kota dan regional.
- Tenaga Pariwisata; cakupan bidangnya luas, misalnya bidang maskapai penerbangan (agen tiket, pilot, pramugari, katering, dan lain-lain). Bisa juga bidang perhotelan (manager hotel, room service, controller, akuntan, dll) dan lain-lain.
- Akuntan; diantaranya akuntan publik, akuntan intern, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidikan.
- Dokter Gigi; dokter gigi bertugas untuk melakukan pencegahan kerusakan dan penyakit pada gigi dan mulut.
- Tenaga Survei; tenaga survei yang ahli dalam bidang pengukuran bumi, dalam hal ini pengukuran tanah ataupun darat.
- Praktisi Medis; jangan heran bila nanti kamu bertemu dokter dan dokter gigi asing di Rumah Sakit Indonesia.
- Perawat; selain dokter dan dokter gigi, perawat juga memiliki kesempatan kerja di seluruh negara ASEAN.
Selasa, 01 Maret 2016
Pamit kok Gitu?
"Selamat pagi, saya mhn ijin undur diri dr grup ini. Mhn maaf jika ada hal2 yg kurang berkenan. Tks atas kebersamaan selama ini. Salam ceria."
Sebuah pesan muncul di grup WhatsApp yang saya ikuti. Sedetik kemudian muncul tulisan "left", si penulis pesan keluar grup. Ia tak menunggu respon pesan dari puluhan anggota grup lain. Pamitannya belum mendapatkan " selamat jalan". Permintaan maaf pun belum diberikan maaf oleh penghuni grup lain. Ia telah kabur, sebelum pamitannya tuntas.
---
Sering kita lupa, media sosial itu maya dunia-nya tetapi nyata dunia-nya. Sungguh bijak pepatah; datang nampak muka, pergi nampak punggung.
Sewajarnya, jika kita pamit akan ada orang yang kehilangan. Jika kita ucapkan terima kasih, ada orang yang terima ucap kasih. Jika kita meminta maaf, ada juga yang memaafkan. Luangkan waktu sejenak membaca itu semua di grup yang dipamiti.
Atau jika memang kita hanya formalitas pamit, terima kasih dan minta maaf, bisa jadi diantara banyak anggota grup masih ada yang sebenarnya kehilangan, tulus terima kasih dan meminta maaf selama berinteraksi dengan kita di grup.
Alangkah indahnya jika bersaudara dan bersahabat, meskipun dalam sebuah grup WhatsApp.
Tak Pernah Mati
Senin, 29 Februari 2016
Harus Ada Pilihan
Saya mengamati layar komputer disamping saya. Total biaya service rutin kali ini sekitar Rp 1,3 juta.
Udoro kembali memeriksa buku service. Dia bolak balik beberapa lembar riwayat service sebelumnya.
"Jika tak ganti olie, biayanya sekian," katanya. Saya kembali lihat layar, sekitar Rp 450 ribu.
"Nggak apa-apa pak. Dalam jangka panjang pak. Mesin lebih tahan lama. Kita memang punya pilihan ganti olie, 7500, 15000, 30000"
"Begini pak, sekarang kits tulis tidak ganti olie. Tapi nanti kita cek dulu kualitas olienya. Jika harus ganti, saya infokan", nasehat service advisor ini.
" Mau pisah atau campur pak?," kata penjualnya begitu saya duduk.
"Pakai ceker?"
"Nggak"
"Telur?"
"Iya"
Kamis, 25 Februari 2016
Facebookmu Dirimu
Hanya melalui status facebook yang berseliweran di linimasa, kita mengidentifikasi siapa teman-teman kita itu. Melalui tulisan, gambar dan video yang ditayangkan, kita sedikit mengenal seperti apa orang yang berteman Facebook dengan kita.
Kita bisa temukan ada yang mayoritas statusnya berisi keluhan, protes bahkan ujaran kebencian. Banyak juga kalimat bijak dengan kata mutiara bak pujangga atau ala motivator.
Ada juga curahan hati, galau dan ekspresi kejombloan, terutama di malam minggu. Dan pastinya banyak yang pamer foto selfie, wefie dan grupie, lengkap dengan tempat wisata dan kuliner. Ada juga yang statusnya ini itu, begini begitu. Banyak banget.
Dari status Facebook itulah kita coba menerka dan mereka bentuk, seperti apa dan siapa teman-teman Facebook kita. Jadi, status facebook menunjukkan bagaimana kamu ingin dikenal orang lain. Kamu gimana?