Jumat, 07 Oktober 2016

, , ,

PAK BASUKI DAN AL MAIDAH

Ini soal 'public speaking', bukan politik. Apalagi hater or lover ☺

PAK BASUKI DAN AL MAIDAH

"Bapak Ibu enggak bisa pilih saya, karena dibohongin pakai Surat Al Maidah 51 macem-macem itu. Itu hak Bapak Ibu ya. Jadi kalau Bapak Ibu perasaan enggak bisa pilih nih, karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya, enggak apa apa. Karena ini kan hak pribadi Bapak Ibu. Program ini jalan saja. Jadi Bapak Ibu enggak usah merasa enggak enak. Dalam nuraninya enggak bisa pilih Ahok," kata Ahok (Detikcom, 6 Oktober 2016)
Andai saya adalah Pak Basuki, saya tidak mengucapkan frasa "karena dibohongin pakai Surat Al Maidah 51 macem-macem itu" dan frasa "karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya"
Mengapa demikian? Karena Pak Basuki telah memasuki area agama lain. Meski merasa pendapat Anda paling benar, jangan pernah mengomentari agama atau ayat suci agama lain. Ini wilayah sensitif, sara!
Andai Pak Basuki tidak menggunakan frasa itu, ia menepati hanya bicara program dalam Pilkada Jakarta. Sayang, Pak Basuki memasuki isu sara yang ia sendiri benci.
Sepertinya Pak Basuki butuh konsultan 'public speaking' deh!
(anjarisme, 6/10/216)
---
Soal tulisan"Andai saya Pak Basuki" diatas, saya posting dalam kapasitas orang yang sehari-hari bergelut dalam dunia kehumasan (public relations" yang diantaranya menaruh perhatian pada 'public speaking", 'key message', ect. Bukan karena saya muslim, pemilih pilkada jakarta atau status PNS.
Ada yang memberi saran kepada saya agar menonton utuh video Pak Basuki. Mereka menganggap saya bias opini, karena hanya mengambil sepotong. Saya mau jelaskan bahwa saya sudah menonton itu video. Anda nonton sepotong atau utuh video, tidak bisa menjadi pembenaran bahwa Pak Basuki boleh mengucapkan frasa:
- "karena dibohongin pakai Surat Al Maidah 51 macem-macem itu"
- "karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya"
Kenapa? karena dalam bagian itu, key message yang mau disampaikan Pak Basuki itu "Program akan (harus) tetap jalan". Tapi (mungkin dalam suasana pilkada), beliau menyisipkan pesan tambahan soal hak pilih warga. Dan sayang sekali, pesan sisipan itu harus dibumbui sesuatu yang menyentuh wilayah sensitif/sara. Lagi-lagi dalam persepektif komunikasi, bukan saja tidak perlu, tetapi suatu kesalahan komunikasi.
Apakah tidak boleh menyisipkan pesan politik? ohh, tentu saja boleh. Sebagai petahana, Pak Basuki punya keunggulan itu dibandingkan pasangan calon lain, yaitu dalam setiap publikasi keberhasilan atau peluncuran program sudah menjadi "bagian kampanye" tanpa harus "jualan kecap". Jadi pernyataan Pak Basuki "sekarang bicara program saja, bukan sara" itu sudah baik. Tapi dalam eksekusinya, justru (tidak hanya sekali) beliau menyentil ayat dalam surat Al Maidah itu.
Pak Basuki tidak perlu menjadi orang yang seakan-akan mengerti ayat suci agama lain untuk menunjukkan bahwa beliau anti isu sara. Pak Basuki tidak perlu menuduh seseorang membohongi orang lain pakai al maidah untuk menyampaikan kampanye program dalam pilkada Jakarta.
Pak Basuki hanya perlu konsisten untuk tidak menyentuh wilayah sara. Itu saja.
Jadi saran saya (sekali lagi), sebaiknya dalam masa Pilkada ini, Pak Basuki butuh konsultan 'public speaking' deh!
(anjarisme, 7/10/216)

0 komentar:

Posting Komentar