Jumat, 22 November 2013

, , , , , , , , ,

Analisa Umum Terhadap Kasus Dokter Disiram Kopi Panas oleh Pasien di RS Husada

Hubungan dokter pasien adalah “fiduciary relationship”, hubungan kepercayaan. Saya tak melihat hubungan kepercayaan dalam kasus dokter disiram kopi panas. Hubungan antara dokter dan pasien juga didasari pada perikatan "inspanning verbintens" yaitu perikatan yang prestasinya didasarkan pada proses atau upayanya
. Jadi hubungan antara dokter dan pasien BUKAN didasari perikatan "resultaat verbintenis" yaitu perikatan yang prestasinya didasarkan pada hasil akhir.

Pasien berhak mendapatkan penjelasan dan pendapat dokter, tapi wajib memberikan informasi lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya
. Pasien berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis, tapi juga wajib mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.


Berdasar berita di media massa dan media sosial, pasien menyiram kopi panas karena dokter periksa sambil main BB dan ketika ditanya dokter selalu menjawab tidak tahu.
 Di media pula, dokter mengatakan bahwa ia gunakan BB untuk merekam ucapan kasar pendamping pasien yang marah karena disuruh ke laboratorium.
 Menurut dokter, bahwa ia akan bisa jelaskan apa penyakit pasien setelah melihat hasil lab. Atau dengan kata lain, dokter 'tak tahu' sakit pasien sebelum ada hasil pemeriksaan lab.


Dari dua versi berita media antara pasien dan dokter ini, ada yang bisa ditarik persamaannya, yaitu penggunaan BB dan tidak tahu penyakit.
 Jadi meski terlihat berlawanan, sesungguhnya bisa ditarik benang merah dan merajutnya jadi satu rangkain kisah. Tsah! ;))


Perlu diketahu bahwa pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa atas pemeriksaan fisik dan anamnesa. Pemeriksaan penunjang diantaranya darah, urin, veses, rontgen dll. Sepanjang dilakukan secara wajar, pasien harus mengikuti.
 Tanpa pemeriksaan penunjang seperti cek darah laboratorum, dokter kesulitan menentukan kondisi kesehatan pasien. Singkatnya, tidak tahu!
 Tanpa pemeriksaan laboratorium, dokter itu seperti dukun, hanya menduga-duga. Begitu kata sahabat saya yg seorang dokter.


Bisa jadi, dokternya bilang "tidak tahu sakitnya apa, periksa lab dulu deh". Itu yg membuat pendamping pasien kesal.
 Artinya, dokter sudah benar menyuruh pasien lakukan pemeriksaan laboratorium, tanpa itu dokter "tdk tahu" sakitnya pasien. Ya pasien harus sabar mengikuti prosedur dan standar.

Tentang penggunaan BB, meski alasannya utk rekam ucapan/tindakan pendamping pasien, meskipun boleh tetapi sebaiknya dokter tak lakukan itu. Tindakan merekam oleh dokter terhadap pasien/pendamping justru memancing kemarahan & tindakan kekerasan lainnya yaitu memukul.
 Pada saat pendamping pasien kesal karena disuruh periksa lab dan dokter rekam dengan BB, disaat inilah 'fiduciary relationship' tidak terjadi.

Terhadap mana fakta yg benar, apakah versi pasien atau dokter, mari kita ikuti berita selanjutnya. Secara pribadi, saya menunggu lebih lengkap versi pasien.
 karena kalau versi dokter atau rumah sakit, sudah cukup mendapatkan kisahnya.

Beberapa kawan bertanya, apakah boleh dokter melaporkan pasien ke polisi? Jawab saya, presiden saja boleh melaporkan rakyatnya :))
 Dokter juga manusia pak. Lagipula pelaporan ke polisi itu sebagai orang (subyek hukum) yang kebetulan seorang dokter dan merasa mendapatkan perbuatan tidak menyenangkan.

Kesimpulannya, jika sebagai pasien anda tak mempercayai dokter lebih baik cari dokter lain yg anda percayai. Jangan siram dengan kopi panas!
 :)) Jika anda seorang dokter, berkomunikasilah dengan sabar. Sesungguhnya, senyum dan keramahan anda itu menyembuhkan ;)


Sekian terima kasih. Maaf jika tak berkenan, salam!


 

5 komentar:

  1. ada waktunya pasien sedang kalap karena belum mendapatkan kepuasan jawaban dari dokter.. jika memang dokter belum tahu, seharusnya bisa memberikan senyum dan perhatian khusus..

    smua kejadian pasti ada sebabnya :)

    BalasHapus
  2. ini yang aneh: mengapa harus merekam pembicaraan px atau keluarga px. terus apa gunanya lembar-lembar persetujuan tindakan, dll? kalau saya sebagai awam melihatnya dari sini saja. jika px atau keluarga px emosi, marah atau tindakan negatif lainnya, pasti kita punya trik komunikasi untuk meredamnya. kadang kita seringkali tidak bisa memaksa px mengikuti 'aturan main' kita, meski tulisan dan hak dokter dan px kita tempel dimana-mana. maka kita dengan sikap 'waras' harus berani mengalah untuk menggali informasi px tersebut.

    BalasHapus
  3. Tindakan merekam itu setelah Hh melontarkan kata yang tidak pantas (anjing, kurang ajar). Menurut saya tindakan dr f tidak berlebihan, dr f kan tidak membalas dengan kata2 kasar atau menyiram kopi balik atau memukul. Itulah perbedaaan seorang yang berpendidikan dan mana yang tidak! Seorang dokter juga seharusnya memang serius menghadapi pasien tidak senyam senyum, nanti salah persepsi dibilang dokter gila. Menurut saya dr f susah melakukan kewajiban sebagai seorang dokter profesional.

    BalasHapus
  4. memang kita tidak akan pernah tahu cerita sebenarnya, tapi seorang cowok memukuli seorang cewek aja sudah jelas suatu kesalahan besar.

    BalasHapus
  5. keliatannya penyakit sang pasien/cewek mungkin riskan, shg sampai mesti nunggu hasil lab dll. sampai skrg gak ada berita sakit nya apa sang pasien. karena etika dokter nya bagus kliatannya jd gak di sebar kan. sampai2 pendamping pasien harus memukuli dia untuk buru buru kasih tau apa penyakit pasiennya tsb. hihihi

    BalasHapus