Selasa, 10 Desember 2013

, , , , , , , , ,

Kondom dan Cermin Masyarakat Gagal Paham serta Buruknya Komunikasi Publik

Saya terhenyak dengan kenyataan hebohnya isu “bagi-bagi kondom”, Pekan Kondom Nasional. Seorang Menteri Kesehatan, Ibu Nafsiah Mboi, menjadi sasaran hujatan dan cercaan melalui media massa dan media sosial dari sekelompok orang yang tidak setuju adanya Pekan Kondom Nasional. Menkes dianggap sebagai pihak yang menginisiasi program bagi-bagi kondom gratis kepada masyarakat awam, pelajar dan mahasiswa yang dibungkus dengan istilah Pekan Kondom Nasional.

Tuduhan itu diperkuat dengan beredarnya foto bis warna merah bergambar Julia Peres bertuliskan Pekan Kondom Nasional. Disertai pula kabar, bagi-bagi kondom di kampus dengan anjuran mencobanya saat melakukan hubungan seks dengan pasangan. Persepsi publik terbentuk; bagi-bagi kondom yang diprogramkan Menkes sama saja melegalkan dan menyebarkan perilaku seks bebas. Menkes dianggap sebagai “musuh publik” yang harus dihujat dan dicerca karena program yang tidak bermoral.

Nasi telah menjadi bubur. Persepsi publik yang dibangun kelompok orang, sebagian besar tokoh agama dan organisasi berbendera Islam, terlanjur menggelinding liar. Selain tokoh agama, juga DPR, Menteri, ormas dan tentunya publik tetap garang menghujat Menkes meskipun sudah dilakukan klarifikasi informasi dan pelurusan berita oleh pihak Kementerian Kesehatan, Komisi Penanggulangan Aids Nasional (KPAN) dan DKT Indonesia (produsen kondom).

Hari itu (29/12), Menkes hadir pada konferensi pers dalam rangka Hari Aids Sedunia dengan tema “Cegah HIV dan AIDS, Lindungi Pekerja, Keluarga, dan Bangsa” di Kantor KPAN Jakarta.  Menkes sempat menjawab pertanyaan seputar “bagi-bagi kondom”, bahwa Kondom bukanlah barang terlarang seperti narkotika sehingga tidak dibagikan kepada kelompok beresiko.
“Pembagian kondom itu, kata Nafsiah, jangan diasumsikan sebagai dukungan terhadap perilaku seks bebas. Tapi bagi-bagi kondom tujuannya untuk mencegah penularan virus HIV/AIDS yang sangat berbahaya,” tulis JPNN.com (29/12).

"Jadi, tidak benar bagi-bagi kondom itu untuk menyuruh melakukan perbuatan berisiko dan kalau orang-orang datang ke tempat lokalisasi itu memang sudah niat melakukan perbuatan berisiko," tulis Okezone.com (29/12).

Reaksi keras dan kecaman pun deras mengalir di media massa dan media sosial. Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Muhammad Sulton FatoniPBNU memberikan reaksi keras terhadap bagi-bagi kondom ini. Ia menyatakan bahwa kegiatan itu jelas bertentangan dengan ajaran agama. Sosialisasi kondom dengan dalih menyelamatkan masyarakat dari HIV & AIDS, juga membenci rokok dengan dalih menjaga kesehatan masyarakat, itu terdengar indah, namun sesungguhnya manipulatif dan tendensius (Republika.co.id, 30/12)

Imam Besar FPI Habib Rizieq Syihab mengatakan, pekan kondom yang dicanangkan Menkes Nafsiah Mboi merupakan penyesatan, pembodohan serta pembangkangan terhadap tatanan kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara di Indonesia (Inilah.com, 4/12)

Ketua MUI KH Amidan menyatakan penyelenggaraan acara tersebut, adalah kepentingan industri kondom bukan untuk menyampaikan kegunaan kondom sebagai alat kontrasepsi. Hal itu bisa disalahgunakan, dikhawatirkan terjadinya seks bebas pada remaja (Republika.co.id, 2/12) 

Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas mengatakan bahwa membagi-bagikan kondom ini seperti melegalkan, mengajak orang berzina. Jadi tinggal hukum Allah dengan penyakit itu (Republika.co.id, 2/12)

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera  Hidayat Nur Wahid menilai, gerakan Pekan Kondom Nasional  oleh Kementerian Kesehatan dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional salah kaprah. Kampanye itu justru mendorong orang untuk melakukan seks bebas (kompas.com, 2/12)

Anggota Komisi IX dari Fraksi Golkar, Poempida Hidayatullah, menilai kalau Kemenkes lanjut terus dengan program tersebut ya berarti memang Kemenkes sudah hilang sensitivitas adat dan gagal memahami budaya Indonesia dengan baik (Okezone.com, 3/12)

Bahkan Menteri Agama, Suryadharma Ali pun memberikan reaksi pedas bahwa pembagian kondom seolah-olah melegalisir paham seks bebas. “Boleh seks bebas asal pakai kondom, kira-kira seperti itu maksudnya," ucapnya (Tribunnews.com, 3/12)

Ustaz Yusuf mengaku tidak bisa menahan amarah mengetahui kabar tersebut. "Apalagi di kampus2, kondom itu dibagikan, &yg bagi2in bilang, 'Kamu jajal yaaa. Pake sama pacar kamu...'. Duh, sedih banget saya... Saya ga bisa kalem nih... Hampir meledak2," kicau Ustaz Yusuf (Republika.co.id, 3/12). Bahkan demonstrasi mengecam bagi-bagi kondom pun merebak diberbagai daerah. Seperti yang dilakukan KAMMI di Banda Aceh.

Dan banyak lagi komentar dan reaksi senada dari tokoh-tokoh nasional baik dari ormas, partai polik dan DPR. Pendapat, kecaman dan hujatan “bagi-bagi kondom” dan Pekan Kondom Nasional membesar dan menjadi polemik di media massa cetak, elektronik, online dan media sosial seperti twitter.

Dari berbagai kutipan diatas, dapat ditarik kesimpulan atas persepsi dan opini publik terhadap isu bagi-bagi kondom dan pekan kondom nasional yaitu :

  1. Pembagian kondom dilakukan secara umum kepada masyarakat luas (terutama pelajar dan mahasiswa)

  2. Pembagian kondom sama dengan perilaku seks bebas

  3. Pembagian kondom bukan cara penanggulangan penyebaran Aids, semestinya dengan ceramah dan menyeru kepada jalan agama.

  4. Membicarakan kondom hal yang tabu karena menyangkut hubungan seks.


Menteri Kesehatan telah melakukan klarifikasi dan pelurusan informasi atas isu bagi-bagi kondom yang sudah keluar dari konten dan konteksnya. Demikian juga Kementerian Kesehatan telah menyebarkan media realease dan konferensi pers. Secara ringkat disampaikan bahwa :

  1. Pekan Kondom Nasional (PKN) bukan Program Kemkes RI

  2. Pembagian kondom gratis bukan program Kemkes. Ini adalah kegiatan KPAN dan DKT Indonesia

  3. Tidak ada kebijakan Kemenkes terkait pembagian kondom ke masyarakat luas selain pembagian media komunikasi dan edukasi. PEmbagian kondom hanya kepada kelompok beresiko seperti prostitusi.

  4. KPA dan DKI Indonesia menyatakan bahwa  mobil “Pekan Kondom  Nasional” hanya ada di Jakarta dan tidak masuk  ke kampus.


Namun ternyata penjelasan Kemenkes tak meredakan polemik dan menyurutkan protes. Bahkan hingga tanggal 5 Desember, FPI melakukan demonstrasi di Kantor Kementerian Kesehatan dengan memajang spanduk berisikan “Menkes sebagai Ratu Kondom” (Liputan6.com 5/12).

Apa yang terjadi sesungguhnya? Menurut pandangan saya; pertama, kita hidup ditengah masyarakat yang tidak terbiasa melakukan verifikasi atas kebenaran suatu informasi. Kita terbiasa, tanpa memeriksa benar tidaknya berita, memberikan pendapat dan penilaian atas kabar tersebut. Dalam Islam, kita diajarkan Tabayyun, mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya. Dan orang-orang yang semestinya menjadi panutan umat itulah yang mencontohkan bagaimana semestinya bertabayyun.
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu". [Al Hujurat : 6]

Kedua, gagal paham terhadap konten dan konteks. Orang-orang yang kontra PKN gagal memahami bahwa bagi-bagi kondom hanya terbatas kepada kelompok berisiko, yaitu kelompok orang yang terbiasa melakukan hubungan seks tidak hanya dengan pasangan yang sah. Mereka gagal memahami bahwa kondon seperti barang terbuat dari lateks seperti barang produksi industri lain yang digunakan sebagai alat kontrasepsi. Orang-orang itu gagal memahami, kondom merupakan satu upaya kecil di fase hilir dalam  pencegahan penularan penyakit HIV/AIDS. Mereka gagal memahami bahwa Kementerian Kesehatan tugas utamanya adalah pengobatan, perawatan, pengendalian penyakit, termasuk penyakit menular HIV/AID, bukan ceramah agama dan melarang orang pergi ke pelacuran.

Ketiga, pilihan komunikasi publik yang tidak tepat. Terlepas dari niatan benar dari sebuah kebijakan Pemerintah, semestinya Panitia Hari Aids Sedunia melakukan evaluasi khususnya bagaimana berkomunikasi publik dan menyampaikan pesan. Alih-alih tema tema dan pesan Hari Aids Sedunia terdistribusi dengan benar kepada masyarakat, sebaliknya kemasan “Pekan Kondom Nasional” menimbulkan kontroversi dan polemik publik. Tidak terlihat jelas pesan kunci komunikasi dalam “bagi-bagi kondom” diselaraskan dengan tema “Cegah HIV dan AIDS, Lindungi Pekerja, Keluarga, dan Bangsa”

Komisi Penanggulangan Aids Nasional, dibawah komando Menko Kesra, salah satu fokus kerjanya terkait upaya penanggulangan HIV dan AIDS dengan risiko penularan melalui transmisi seksual hanya diprioritaskan bagi populasi berisiko tinggi. Fokus ini perlu dilakukan dengan cara, kemasan dan pilihan komunikasi yang tepat, baik dan benar. Kementerian Kesehatan juga harus mampu memilih dan memilah program/kegiatan yang tepat dalam mendukung upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitas penyakit HIV/AIDS.

Akhirnya kita semua, siapapun kita; tokoh agama, pimpinan ormas, DPR, pelaku media massa, penggiat media sosial dan masyarakat luas, pasti sangat mendukung penanggulangan HIV/AIDS. Hanya saja, bentuk dukungan itu perlu juga disampaikan dengan baik dan benar.

Kita tentu tidak mau termasuk masyarakarat yang gagal paham dan berkemampuan komunikasi yang buruk. Betul kan?

6 komentar:

  1. yang saya tangkap antara bagi-bagi kondom dengan penanggulangan AIDS sama sekali tidak nyambung, kemudian kalau timbul kontra di masyarakat sangat wajar, justru aneh kalau tidak ada perlawanan dari masyarakat,entah itu siapapun pemegang kebijakannya.
    mengenai apakah itu merupakan program menkes atau bukan setidaknya pada awalnya terkesan ada pembiaran dari pihak yang berwenang (entah siapa yang berwenang saya juga tidak mengerti)

    BalasHapus
  2. terima kasih komentarnya…
    kondom dan aids nggak nyambung? silahkan baca ini -->

    BalasHapus
  3. silahkan baca ini --> http://anjaris.me/mengurai-persoalan-bagi-bagi-kondom/

    BalasHapus
  4. setuju banget sama kesimpulan elo yg ini eyang :
    (1). Apa yang terjadi sesungguhnya? Menurut pandangan saya; pertama, kita hidup ditengah masyarakat yang tidak terbiasa melakukan verifikasi atas kebenaran suatu informasi. Kita terbiasa, tanpa memeriksa benar tidaknya berita, memberikan pendapat dan penilaian atas kabar tersebut. (2). Kedua, gagal paham terhadap konten dan konteks.

    Masyarakat kita kurang mau menggunakan akal pikiran secara maksimal. Ketika merespon berita dan informasi kebanyakan hanya membaca judul dan tagline tanpa mencari tahu isi dan konteks sebenarnya, kemudian mengeluarkan kesimpulan pribadi yang sering tidak nyambung dan kemudian berkembang di luar konteks yang sebenarnya. Apalagi kalau udah menyentuh yang namanya nilai-nilai agama atau akhlak sering terjadi kemunafikan berjamaah klo istilah gw.

    BalasHapus
  5. Salam.
    Saya Ingin mengatakan bahwa pihak terkait , terlalu kolot dalam pemilihan term dan kata untuk sebuah judul kampanye yang di harapkan mendulang dukungan positif. Bisa di bayangkan bahwa kata kondom masih menjadi kata yang berkonotasi negatif secara publik atau umum, masih di anggap term yang positif bagi sebagian kalangan. Memilih kata yg mendua untuk untuk sebuah kampanye, jelas sangat berisiko dan menimbulkan prasangka dan curiga. Kondom = Hubungan Pranikah = seks bebas. Apakah itu cara pandang yang salah, bisa yah bisa tidak. Bagaimanapun kita tak menginginkan polemik untuk maksud yg baik dan mengharapkan dukungan. Pertimbangan sederhana yg begitu penting jelas menjadi keharusan, di tengah masyarakat yg masih memegang teguh nilai2 primordial.
    Salam.

    BalasHapus
  6. dari polemik ini, ada situasi yg diuntungkan, menurut analisa saya,
    pertama, proyek pengadaan kondom adalah menguntungkan, entah siapa yg untung, kedua, media mainstream yg dapat kasus berita untuk melengkapi halamannya
    lantas, masyarakat terkuras energi menyikapi ini, padahal kalau ada yg bagi bagi khan bisa menolak kalau memang ngak butuh, heheheee, kata gusdur gitu aja repot,

    BalasHapus