Kamis, 26 Juni 2014

, , , , , , , , , ,

Rencana KIS-nya Jokowi VS Fakta JKN-nya BPJS Kesehatan

Kembali saya bicara Kartu Indonesia Sehat (KIS). Pokoknya, sepanjang ada pihak yang melakukan dis-informasi terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan, maka saya tidak akan berhenti menulis untuk menyampaikan infomrasi yang benar. Dalam konteks ini, Kartu Indonesia Sehat yang digagas Jokowi-Jusuf Kalla selalu dikaitkan dengan program Jaminan Kesehatan Nasional yang sudah berjalan cukup baik saat ini. Oleh karenanya, saya merasa perlu melakukan pelurusan informasi terhadap rencana KIS-nya Jokowi dan faktanya JKN-nya BPJS Kesehatan.

Saya terus mencari cetak biru program KIS Jokowi ini, namun belum juga ketemu. Yang bisa ditemukan baru sebatas berita terkait KIS. Saya akan mengutip informasi rencana diluncurkannya KIS didasarkan dari pernyataan Jokowi dan Timses, kemudian membandingkan dengan fakta-fakta yang telah terlaksana dari program JKN.

Dalam kunjungannya ke kantor salah satu media, Rieke Dyah Pitaloka (Timses Jokowi-JK) menyatakan bahwa KIS adalah penyempurnaan dari program BPJS Kesehatan yang sudah ada. Apakah benar demikian? Mari kita uji satu persatu.

#Kesatu. Pemeran Oneng dalam sinetron Bajaj Bajuri itu menyatakan bahwa rencananya KIS akan akan memberikan akses kesehatan yang lebih luas kepada seluruh warga Indonesia.  Jika disebutkan bahwa KIS adalah penyempurnaan BPJS Kesehatan, apakah dengan kata  lain bahwa "Oneng" mengatakan JKN tidak memberikan akses kesehatan secara luas kepada seluruh Indonesia?

Faktanya adalah  JKN wajib berlaku bagi seluruh penduduk Indonesia dan warga negara asing yang telah bekerja sekurangnya 6 bulan di Indonesia. JKN dilaksanakan secara bertahap selama 5 tahun mulai 1 Januari 2014 dan pada tahun 2019 nanti seluruh Indonesia harus sudah ikut dan terdaftar sebagai Peserta JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Bahkan dalam target peserta JKN Tahun 2014 sebagaimana dalam roadmap sekitar 122 juta, namun hingga bulan Juni ini jumlah peserta JKN sudah mencapai 123 juta penduduk Indonesia.

#Kedua. Rieke mengatakan bahwa KIS mengembalikan jaminan penyelenggaraan kesehatan sesuai undang-undang. Sistemnya penyelenggaranya adalah melalui BPJS selaku badan, sementara KIS adalah programnya. Pertanyaannya, apakah JKN yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan sekarang ini tidak sesuai Undang-Undang?

Faktanya, sampai saat ini  JKN sesuai dengan Undang-Undang SJSN dan Undang-Undang BPJS, termasuk JKN dilaksanakan bertahap. JKN adalah bagian dari sistem besar yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional. JKN merupakan sistem dimana terdiri dari beberapa subsistem diantaranya penyelenggara BPJS Kesehatan, Regulasi, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kepesertaan, Pembiayaan dan Pengawasan.

#Ketiga. Politikus PDIP, Rieke menyatakan bahwa KIS juga tidak ada sekat kedaerahan sebab cakupan cakupan pelayanan KIS akan lebih luas. KIS akan berbeda dengan kartu BPJS hanya bisa digunakan untuk di wilayah tempat kartu itu diterbitkan untuk menerima pelayanan kesehatan. 

Faktanya, salah satu prinsip JKN adalah portabilitas, dimana peserta JKN diberikan jaminan kesehatan berkelanjutan meskipun mereka pindah pekerjaan, pindah tempat tinggal, maupun berbeda daerah dalam wialayanan NKRI. Saya sarankan, mbak Oneng nongkrong di RSCM dan silahkan tanya pasien JKN darimana saja mereka berasal. Pasien JKN yang dirawat di RSCM berasal dari hampir seluruh wilayah Indonesia.

#Keempat. Dalam beberapa berita disebutkan bahwa Rieke membagi-bagikan kartu Indonesia Sehat kepada penduduk, misalnya seperti saat kampanye di Taman Bungkul Surabaya. Pertanyaannya, apakah kartu KIS yang dibagikan itu bisa berlaku saat ini?

Saya sangat berharap bahwa penerima KIS tidak menggunakannya ketika berobat ke Puskesmas dan Rumah Sakit saat ini. Karena pasti tidak berlaku. KIS belum bisa dipakai. Mengapa demikian? Ya karena saat ini, KIS baru sebatas rencana, janji politik dan tidak punya legalitas. Saat ini jika ingin berobat, gunakan kartu JKN yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan.
Dari 4 paparan rencana dan fakta diatas, apakah bisa dikatakan KIS adalah penyempurnaan JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan sebagaimana diklaim oleh Rieke Dyah Pitaloka? Tentu tidak. Sejauh ini apa yang disampaikan oleh Rieke, Timses Jokowi bahkan Jokowi-JK sendiri, rencana dan konsep KIS tidak lebih baik dari JKN-nya BPJS Kesehatan. Lalu mengapa Jokowi dan timses terus berkampanye dan jualan KIS? Apa urgensi KIS, jika tidak berbeda dengan JKN?

Saya, sebagai rakyat Indonesia yang peduli JKN, hanya khawatir ada upaya penggiringan opini bahwa KIS itu program orisinal dan benar-benar baru dari salah satu pasangan capres/cawapres. Saya khawatir ada pihak yang sengaja mengaburkan, melemahkan bahkan menggalang isu bahwa program JKN telah gagal (tidak berhasil), oleh karenanya perlu ada KIS.

Padahal faktanya, pelaksanaan JKN telah pada jalur yang tepat dan tahapan yang benar. Tidak dipungkiri ada beberapa masalah dalam pelaksanaan JKN, tapi itu tak bisa jadi pembenaran dimunculkannya konsep dan rencana baru sistem jaminan kesehatan nasional. Karena sesungguhnya JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan merupakan konsensus nasional yang didasarkan pada UUD 1945, UU SJSN dan UU BPJS.

Pada bagian akhir tulisan saya ini, jika boleh saya memberikan saran kepada Pak Jokowi, Bu Rieke dan Timsesnya, khususnya program apa yang bisa dilaksanakan dalam hal sistem jaminan kesehatan nasional. Atau barangkali Pak Prabowo-Hatta berminat? Kata kuncinya adalah penguatan dan percepatan pelaksanaan JKN dan BPJS Kesehatan. Seperti apa konkritnya? Misalnya saja:

  • Percepatan pelaksanan peta jalan (roadmap) JKN dari 5 tahun menjadi 4 tahun.

  • Meningkatkan iuran Peserta Bantuan Iuran (PBI) dari Rp 19.225/perbulan/perorang menjadi Rp 22.000 atau Rp 27 ribu dalam waktu 2 tahun. Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan pernah menyampaikan 3 usulan iuran PBI yaitu Rp 19 ribu, Rp 22 ribu dan Rp 27 ribu.

  • Penguatan fasilitas pelayanan primer dan lanjutan ( puskesmas dan rumah sakit) berikut sistem rujukan nasional dan regional.

  • Memberlakukan nomer panggilan gawat darurat 119 secara nasional dalam jangka waktu 2 tahun.


Dan lain-lain, masih banyak lagi program yang bisa ditawarkan secara konkrit terukur oleh pasangan capres/cawapres khusus dalam hal sistem jaminan kesehatan nasional. Bukan sebaliknya, sekedar menawarkan jargon dan janji politik yang sebenarnya secara substansial sama dengan program yang sudah berjalan. Dan membungkus jargon itu seolah-olah baru dan lebih baik, padahal rencana konsepnya tidak jelas dan faktanya program lama lebih baik.

Saya tidak anti Jokowi. Saya juga tidak menolak KIS. Saya akan mengakui siapapun nanti yang terpilih menjadi Presiden RI, Jokowi atau Prabowo. Saya juga akan mengakui siapapun Menteri Kesehatan yang salah satu tugasnya adalah urusan jaminan kesehatan nasional. Namun demikian, pengakuan itu tidak akan mengurangi sikap kritis dan kebebasan berpendapat.

Saya peduli terhadap sistem Jaminan Kesehatan yang memberi manfaat bagi rakyat Indonesia. Saya tidak setuju terhadap upaya dis-informasi dan de-legitimasi JKN yang telah diselenggarakan BPJS Kesehatan saat ini. Sebaliknya, saya akan mendukung sepenuhnya upaya memperkuat dan mempercepat pelaksanaan JKN demi Indonesia Lebih Sehat.

7 komentar:

  1. harusnya saran eyang ini masuk draft timses jokowi atau prabowo. biar mereka jelas apa yg ditawarkan ke masyarakat dan mau ngapain aja kalau nanti terpilih.

    BalasHapus
  2. Suruh tuh si Oneng pergi ke rumah sakit. KIS bakal di tolak mentah2 yg diterima pasti JKN BPJS. Kok kerjanya cuma melakukan pembodohan buat masyarakat

    BalasHapus
  3. Ngga malu yah, ngaku-ngaku dan mbodoni masyarakat...

    BalasHapus
  4. sudah mas tomi.. saya mensen kok ke capres dan timsesnya :)

    BalasHapus
  5. alo bang udin.. dia sih sudah beberapa kali ke RS.. hanya sengaja ngomong begitu. apakabar bang?

    BalasHapus
  6. Semoga bermanfaat dan ga mubazhir, kita doakan yang terbaik para pemimpin kita agar amanah dan lakukan yg trbaik utk Indonesia, aamiin yra

    BalasHapus