Jumat, 22 November 2013

, , , , , , , , ,

Analisa Umum Terhadap Kasus Dokter Disiram Kopi Panas oleh Pasien di RS Husada

Hubungan dokter pasien adalah “fiduciary relationship”, hubungan kepercayaan. Saya tak melihat hubungan kepercayaan dalam kasus dokter disiram kopi panas. Hubungan antara dokter dan pasien juga didasari pada perikatan "inspanning verbintens" yaitu perikatan yang prestasinya didasarkan pada proses atau upayanya
. Jadi hubungan antara dokter dan pasien BUKAN didasari perikatan "resultaat verbintenis" yaitu perikatan yang prestasinya didasarkan pada hasil akhir.

Pasien berhak mendapatkan penjelasan dan pendapat dokter, tapi wajib memberikan informasi lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya
. Pasien berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis, tapi juga wajib mematuhi nasihat dan petunjuk dokter.


Berdasar berita di media massa dan media sosial, pasien menyiram kopi panas karena dokter periksa sambil main BB dan ketika ditanya dokter selalu menjawab tidak tahu.
 Di media pula, dokter mengatakan bahwa ia gunakan BB untuk merekam ucapan kasar pendamping pasien yang marah karena disuruh ke laboratorium.
 Menurut dokter, bahwa ia akan bisa jelaskan apa penyakit pasien setelah melihat hasil lab. Atau dengan kata lain, dokter 'tak tahu' sakit pasien sebelum ada hasil pemeriksaan lab.


Dari dua versi berita media antara pasien dan dokter ini, ada yang bisa ditarik persamaannya, yaitu penggunaan BB dan tidak tahu penyakit.
 Jadi meski terlihat berlawanan, sesungguhnya bisa ditarik benang merah dan merajutnya jadi satu rangkain kisah. Tsah! ;))


Perlu diketahu bahwa pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa atas pemeriksaan fisik dan anamnesa. Pemeriksaan penunjang diantaranya darah, urin, veses, rontgen dll. Sepanjang dilakukan secara wajar, pasien harus mengikuti.
 Tanpa pemeriksaan penunjang seperti cek darah laboratorum, dokter kesulitan menentukan kondisi kesehatan pasien. Singkatnya, tidak tahu!
 Tanpa pemeriksaan laboratorium, dokter itu seperti dukun, hanya menduga-duga. Begitu kata sahabat saya yg seorang dokter.


Bisa jadi, dokternya bilang "tidak tahu sakitnya apa, periksa lab dulu deh". Itu yg membuat pendamping pasien kesal.
 Artinya, dokter sudah benar menyuruh pasien lakukan pemeriksaan laboratorium, tanpa itu dokter "tdk tahu" sakitnya pasien. Ya pasien harus sabar mengikuti prosedur dan standar.

Tentang penggunaan BB, meski alasannya utk rekam ucapan/tindakan pendamping pasien, meskipun boleh tetapi sebaiknya dokter tak lakukan itu. Tindakan merekam oleh dokter terhadap pasien/pendamping justru memancing kemarahan & tindakan kekerasan lainnya yaitu memukul.
 Pada saat pendamping pasien kesal karena disuruh periksa lab dan dokter rekam dengan BB, disaat inilah 'fiduciary relationship' tidak terjadi.

Terhadap mana fakta yg benar, apakah versi pasien atau dokter, mari kita ikuti berita selanjutnya. Secara pribadi, saya menunggu lebih lengkap versi pasien.
 karena kalau versi dokter atau rumah sakit, sudah cukup mendapatkan kisahnya.

Beberapa kawan bertanya, apakah boleh dokter melaporkan pasien ke polisi? Jawab saya, presiden saja boleh melaporkan rakyatnya :))
 Dokter juga manusia pak. Lagipula pelaporan ke polisi itu sebagai orang (subyek hukum) yang kebetulan seorang dokter dan merasa mendapatkan perbuatan tidak menyenangkan.

Kesimpulannya, jika sebagai pasien anda tak mempercayai dokter lebih baik cari dokter lain yg anda percayai. Jangan siram dengan kopi panas!
 :)) Jika anda seorang dokter, berkomunikasilah dengan sabar. Sesungguhnya, senyum dan keramahan anda itu menyembuhkan ;)


Sekian terima kasih. Maaf jika tak berkenan, salam!


 

Rabu, 20 November 2013

, , , , , , , ,

Memaknai Aksi "Stop Kriminalisasi Dokter"

Coba amati daftar kontak BBM anda. Barangkali salah satunya telah mengganti gambar profilnya berupa sosok lelaki berbaju hijau, berkalung steteskop, kedua tangan diborgol dan dilengkapi tulisan "stop kriminalisasi dokter". Atau anda menerima pesan massal BBM berisi kutipan pernyataan Menkes "kalau kalian mogok, saya bunuh pelan-pelan", disertai pesan "stop kriminalisasi dokter". Di facebook, milis, forum, blog dan sosial media lain masih ramai beredar hal ini.

"Stop Kriminalisasi Dokter", merupakan aksi yang dilakukan kalangan Dokter sebagai reaksi atas penahanan seorang dokter atas tuduhan malpraktek. Bentuk aksi "stop kriminalisasi dokter" pun beragam. Di daerah Sulawesi Utara dan Gorontalo dilakukan penutupan pelayanan kebidanan dan kandungan selma 3 hari sejak tanggal 18 November 2013 kecuali dalam keadaan darurat. Ada juga dokter yang unjuk rasa dan memakai pitam hitam sebagai bentuk solidaritas. Pengurus Besar IDI menghimbau anggotanya dokter di seluruh Indonesia untuk doa keprihatinan profesi dokter ditempat kerja pada tanggal 18 November itu.

Aksi "stop kriminalisasi dokter" sebagai bentuk protes dan solidaritas atas penahanan terhadap dr. A yang oleh Kejaksaan Tinggi Sulut awal November ini. Dr A bersama 2 rekan dokter spesialis kandungan lain diduga melakukan tindakan malpraktek saat melakukan operasi seksio sesaria pada persalinan seorang ibu pada tahun 2010.

Ketiga dokter dituntut Jaksa dengan hukuman 10 bulan penjara. Pengadilan Negeri Manado menyatakan ke tiga terdakwa tidak bersalah (bebas murni), karena terbukti sebab kematian pasien adalah Emboli udara (gelembung udara) yang ada di bilik kanan jantung jenazah, yang tidak bisa di prediksi dan di cegah. Namun pada tingkat Kasasi, Mahkamah Agung mengabulkan tuntutan Jaksa dengan menyatakan ketiga dokter bersalah melakukan malpraktek. Dalilnya, dokter tidak memberi tahu kemungkinan pasien meninggal setelah operasi dan juga dalam operasi darurat tidak dilakukan pemeriksaan lengkap terhadap jantung dan pemeriksaan spesifik lainnya.

PB POGI, induk organisasi obstetri dan ginekologi, keberatan atas keputusan ini dengan melayangkan surat ke Mahkamah Agung. Jawaban MA agar di ajukan upaya Peninjauan Kembali (PK). Dimulai dari aksi POGI Sulut dan Gorontalo yang melakukan aksi keprihatinan tersebut, aksi kalangan dokter dan PB IDI ini meluas diberbagai tempat dengan tema "stop kriminalisasi dokter"

Aksi solidaritas dokter terhadap dr. A dkk ini mengingatkan saya kepada salah satu sumpah dokter bahwa saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagai mana saya sendiri ingin diperlakukan. Saya yakin, sesungguhnya aksi ini baik untuk menyadarkan dokter dan masyarakat betapa besarnya resiko medis yang dihadapi oleh pasien dan juga dokter dalam tindakan kedokteran.

Aksi ini menemukan momentum yang tepat, setelah opini yang ditulis seorang dokter di Jawa Pos dengan judul "demo bagi dokter itu pilihan pahit” dikutip dan beredar luas melalui media sosial. Dimana dalam opini ini penulis mengkontraskan dengan pernyataan Menkes “Kalau mogok, kalian akan saya bunuh pelan-pelan”. Ini berdampak membangkitkan kebersamaan dan rasa kebersamaan profesi tidak saja terhadap dokter kandungan dan kebidanan, tetapi juga kalangan dokter secara umum. Yang jadi pertanyaan, bagaimana tanggapan tenaga kesehatan lain dan masyarakat umum terhadap aksi "stop kriminalisasi dokter" ini?

Saya menganggap bahwa aksi "stop kriminalisasi dokter" harus dimaknai secara positif. Aksi ini harus menjadi momentum tepat pentingnya perbaikan pelayanan kesehatan oleh dokter terhadap pasien. Diharapkan dokter tidak melakukan aksi yang justru menurunkan kualitas pelayanan atau bahkan membahayakan nyawa pasien, misalnya saja mogok kerja. Sebab alih-alih tercapai tujuannya, aksi mogok dokter bisa jadi menjauhkan dari substansi persoalannya.

Saat ini, mogok kerja yang dilakukan buruh sudah dipandang negatif oleh masyarakat. Sekarang ini pelayanan rumah sakit dan dokter di Indonesia dianggap tidak ramah pada pasien. Belum lagi dengan isu lain seperti biaya berobat mahal, premis 'orang sakit dilarang sakit', dokter galak, rumah sakit komersial, arus pasien ke luar negeri dan obat mahal. Ini semua menjadikan mogok kerja, bukan pilihan bijak para dokter dalam melancarkan aksi "stop kriminalisasi dokter"

Demikian juga ungkapan "if someone does not appreciate your presence, then make them appreciate your absence" bukan inspirasi tepat untuk menguatkan aksi ini. Aksi "Stop kriminalisasi dokter" harus dilakukan dengan tindakan dan bentuk kegiatan yang tidak menyebabkan antipati publik. Atau tindakan yang menciderai rasa keadilan masyarakat sehingga justru semakin menjauhkan dokter dari masyarakatnya.

Sesungguhnya keberhasilan aksi "stop kriminalisasi dokter" dapat dilihat dari seberapa besar simpati publik. Atau dengan kata lain, sukses tidaknya aksi ini tergantung sejauh mana para dokter dapat melibatkan pihak diluar dokter atau partisipasi publik sebagai aksi bersama demi perbaikan pelayanan kesehatan Indonesia.

Oleh sebab itu, pada momentum ini dokter perlu melakukan gerakan simpati dan aksi nyata menandai gerakan "stop kriminalisasi dokter". Di bidang hukum, melakukan pendampingan dan advokasi terhadap kasus hukum dr A dkk atau dokter-dokter lain yang mengalami kasus hukum. Namun lebih fundamental dari itu, perubahan mindset dan budaya dokter dalam melayani pasien. Pentingnya pemahaman bahwa dokter harus memberikan penjelasan yang jelas, benar dan jujur tentang kondisi kesehatan pasien disertai risiko medis, kejadian tak diharapkan, informed concern dan lain-lain. Para dokter dapat mengatakan bahwa pasien yang tak kunjung pulih atau cacat akibat tindakan medis bukan malpraktek. Tetapi sudahkah dokter menjelaskan bahwa suatu kasus malpraktik dinilai bukan dari hasil melainkan dari proses perbuatannya?

Sudahkah pasien mengerti bahwa hubungan antara dokter dan pasien didasari pada perikatan yang dalam istilah hukum disebut inspanning verbintens? Yaitu perikatan yang prestasinya didasarkan pada proses atau upayanya, bukan pada hasil akhir (resultaat verbintenis). Dengan kata lain, dalam suatu rentetan perbuatan yang prosesnya telah dilakukan dengan benar namun tak mendapatkan hasil seperti diharapkan, maka tidak dapat dikatakan sebagai wanprestasi. Demikian dalam praktik kedokteran, ketika prosedur dan standar pelayanan sudah dilakukan dengan benar namun pasien tak sembuh bahkan mengalami cidera, tidak serta merta disebut sebagai malpraktik. Ini berarti, dokter berkewajiban membuat pasien cerdas sehingga tidak mudah menuduh dokter melakukan malpraktek.

Atau mulailah dari yang sederhana dan simpel tetapi bermakna, tersenyum kepada pasien. Dokter tersenyum menyambut pasien, bertanya hangat dan mendengar seksama perkataan pasien. Memberi waktu yang cukup untuk anamnesa dan diagnosa terhadap pasien. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang wajar sehingga tidak menimbulkan biaya pengobatan yang normal.

Di pagi hari sebelum klinik dibuka, dokter menyapa ramah pasiennya yang sudah antri menunggu. Selain memeriksa kondisi kesehatannya, dokter meluangkan waktu berbicara dengan pasien disaat waktu kunjungan di ruang rawat. Dokter sabar menjawab pertanyaan pasien dsn tidak marah ketika tahu pasien telah melakukan second opinion.
Singkatnya, dokter dan pasien dapat berkomunikasi dengan baik sehingga meningkatkan kepercayaan dan menghilangan salah faham antara pasien dan dokter.

Akhirnya untuk menutup tulisan ini, saya berangan-angan bahwa aksi "stop kriminalisasi dokter" ini dimulai dengan gerakan simpati dan aksi "Dokter Tersenyum untuk Indonesia". Salam senyum, dok!

Senin, 18 November 2013

, , ,

Tanggung Jawab Hukum Menurut UU Ketenagakerjaan Jika Dokter Mogok Kerja

Aksi mogok kerja telah menjadi pilihan dalam penyampaian pendapat dan aspirasi, tak terkecuali dokter. Masih sangat hangat, bagaimana beredar melalui media sosial seperti facebook, twitter, grup dan BBM kutipan dari pernyataan candaan Menkes "Kalau Mogok, Kalian (Dokter) akan Saya Bunuh Pelan-Pelan"

Pertanyaannya, bagaimana pandangan hukum terhadap dokter yang melakukan mogok kerja? Saya ingin mengutip hal-hal mogok kerja dari sudut pandang dilihat dari Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa mogok kerja adalah tindakan pekerja/buruh yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat kerjaan. Mogok kerja merupakan hak dasar pekerja/buruh dan serikat kerja/serikat buruh (SP/SB) dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan. Pekerja/buruh dan atau SP/SB yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum.

Sebelum melakukan mogok kerja,  pekerja/buruh dan SP/SB wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan. Pemberitahuan tersebut sekurang-kurangnya memuat :
a.     Waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja;
b.     Tempat mogok kerja;
c.     Alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja dan
d.    Tanda tangan ketua dan sekretaris dan atau masing-masing ketua dan sekretaris SP/SB sebagai penanggung jawab mogok kerja.

Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak memenuhi syarat pemberitahuan tersebut diatas maka mogok kerja yang tidak sah. Dan bila mogok kerja dilakukan secara sah, tertib dan damai sesuai peraturan & peraturan UU siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh untuk menggunakan hak mogoknya.

Sering menjadi perdebatan, apakah rumah sakit berikut tenaga kesehatan didalamnya termasuk dokter dapat diberlakukan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan ini? Pada prinsipnya, sepanjang tidak diatur secara khusus pada Undang-Undang tersendiri, maka Undang-Undang dapat berlaku umum, termasuk UU Ketenagakerjaan terhadap dokter. Agar lebih jelas mari kita cermati  definisi Perusahaan sebagaimana dimaksud UU Ketenagakerjaan.

Dalam Ketentuan Umum disebutkan bahwa  perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik Badan Hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah, atau imbalan dalam bentuk lain. Perusahaan juga bisa disebut usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Dengan demikian, Rumah Sakit baik publik maupun privat, milik pemerintah maupun swasta, dapat dimaknai terikat dengan ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Lalu bagaimana dengan dokter yang melakukan mogok kerja? Dalam konteks UU Ketenagakerjaan, Dokter bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum yaitu Rumah Sakit. Berdasarkan Pasal 139 UU Ketenagakerjaan, pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan  yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain.

Dengan demikian, dilihat dari sudut pandang UU Ketenagakerjaan yang didalamnya mengatur tentang mogok kerja, apabila dokter melakukan mogok kerja namun syarat dan tahapannya tidak dilakukan menurut peraturan perundang-undangan maka para dokter dapat diminta pertanggungjawaban menurut hukum. Hal ini disebabkab Rumah Sakit merupakan institusi yang menyelenggarakan kepentingan umum berupa pelayanan kesehatan masyarakat yang didalamnya sangat mengutamakan keselamatan pasien/orang lain.

Minggu, 17 November 2013

, , , ,

Inilah Pernyataan Menkes "PB IDI Saya Bunuh Pelan-Pelan Kalau Ancam Mogok Lagi"

Akhirnya saya mendapatkan rekaman suara Menkes yang ada kalimat “bunuh pelan-pelan kalau ancam mogok lagi”. Jika menyimak nada bicara, intonasi suara dan gaya bicara Menkes pada saat itu, bisa dipastikan siapa pun yang hadir menganggapnya sebagai candaan. Itu terbukti dengan riuh ketawa audiens yang saat itu hadir, tentunya mayoritas dokter.

Dan ternyata secara redaksional, kalimat seloroh itu ditujukan kepada PB IDI, bukan dokter secara umum. Dan secara spesifik, Menkes melontarkan gurauan itu untuk menanggapi kabar ancaman pengurus besar IDI yang pernah mengancam mau mogok karena tidak setuju SJSN.

Pada saat itu, Menkes sebagai salah satu keynote speaker pada Urun Rembug Nasional IDI dalam rangka Hari Bakti Dokter Indonesia 2013. Dengan tema “Mewujudkan Pelayanan Kesehatan Yang Berkeadilan di Negeri Berdaulat” forum Urun Rembug Nasional IDI dilaksanakan Senin, 26 Agustus 2012 di JIE Kemayoran Jakarta.

Setelah mengucapkan salam kepada hadirin, Menkes tidak langsung membacakan naskah pidatonya, melainkan mengajak dialog dengan peserta forum. Menkes mengawalinya dengan bercerita bagimana beliau bertanya kepada stafnya yang asli orang jawa sehingga bisa menjelaskan arti kata dan makna “urun rembug”. Suasananya cair dan dialogis. Peserta yang hadir pun merespon dengan tertawa.

“Semalam saya tanya, siapa orang jawa di sekitar saya. urun rembug itu artinya apa? Ternyata tidak ada. Baru tadi pagi, ketemu prof budi. Prof, orang jawa beneran kan? Urun rembug itu artinya apa? Dia bilang, urun itu sharing. Jadi kita mau sharing aja. Terus Rembug itu apa? Berembug itu berdiskusi.ohh gitu. Itu sama dengan musyawarah untuk mufakat nggak? Nggak! dia bilang. Karena tidak perlu ada mufakat. Alhamdulillah (hadirin tertawa riuh). Berarti tidak perlu ada mufakat toh? Yg penting sharing. Kemudian kita omongkan”. Terdengar sayup sisa-sisa hadirin yang tertawa.

Kemudian Menkes menyampaikan terima kasih dan apresiasi terhadap forum yang digagas PB IDI ini. Dan secara khusus Menkes mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Dokter di seluruh Nusantara ini yang selama ini telah berbakti dan melayani rakyat dengan sepenuh hati. Hadirin pun menyambut dengan tepuk tangan.

Sampai disini, Menkes pun belum membacakan naskah pidato. Secara dialogis dan naratif, Menkes tanpa teks bercerita tentang suasana diskusi cukup ramai antara Menkes dan pengurus PB IDI membahas wajib kerja sarjana saat sebelum acara dimulai.

“Bu, ini mestinya Menteri itukan lagi wajib kerja sarjana. Yee, enak saja. (hadirin tertawa). Kan pengurus besar IDI kan yang melanggar itu melanggar HAM. Dibilang, itu dulu bu. Lain bengkulu lain semarang, lain dulu lain sekarang. Sekarang dokter-dokter muda ini dokter dokter pejuang, jadi boleh lagi. Benar nggak nih? (hadirin tepuk tangan). Ini urun rembug. Bener nih? Nah, ada yang bilang nggak. Nah kalian urun rembug dulu”

Kemudian Menkes sedikit mengomentari terlalu luasnya bahasan yang harus disampaikan Menkes tentang Kebijakan Kemenkes dalam Mewujudkan Pelayanan Kesehatan Yang Berkeadilan di Negeri Berdaulat. Melihat rundown, Menkes akan banyak bicara tentang SJSN.

“Waktunya berapa menit? Kalau 10 menit saya pulang sekarang (hadirin tertawa riuh). 30 menit? Kalau begitu langsung saja.. tapi kalau ketemu teman-teman, saya tidak mau baca sambutan. Saya ingin bicara dari hati ke hati. Mungkin itulah maknanya urun rembug bahwa kita ngomong dari hati ke hati (hadirin tepuk tangan).

Kemudian Menkes memulai membaca naskah sambutannya hingga pada bahasan tentang Jaminan Kesehatan Nasional yang mulai 1 Januari 2014. Dan disela-sela membaca, Menkes selinggi dengan komentar untuk mencairkan suasana.

Pada menit 16:07, Menkes menjelaskan diluar teks pidato mengenai besaran iuran,

"Besar iuran belum ditentukan oleh Presiden. Insya Alloh dalam waktu dekat, presiden akan mengeluarkan peraturannya berapa. Karena saudara-saudara dari ini, saya buka memang sekarang apa yang kami usulkan ya, sebab pengurus besar IDI pernah mengancam mau mogok toh, bilang mau mogok karena tidak setuju SJSN"

Menkes kembali menjelaskan tentang JKN dengan membaca teks sambutan maupun diluar naskah. Hingga sampailah komentar Menkes diluar naskah sambutan untuk mencairkan suasana.

"Nah, jadi, inilah yang akan mulai 1 Januari 2014, dan silahkan Saudara urun rembug tentang pandangan saudara. Asal jangan saudara ancam mogok, kalau kamu ancam mogok, saya bunuh kau pelan-pelan satu per satu. (dan disambut tawa riuh). Seluruh PB IDI saya bunuh pelan-pelan kalau ancam mogok lagi. Ya yang bener aja, masa kalian sama dengan buruh. Saya kira engga lah ya".

Menkes  pun melanjutkan tugasnya sebagabuni Keynote Speaker dengan gaya berpidato dan berdialog dengan gaya yang komunikatif dan tidak membosankan hingga menit 48.18. Diakhiri tepuk tangan riuh peserta forum Urun Rembug Nasional  IDI 2013.
, , , , , , ,

Memahami Pernyataan Menkes, “Kalau Mogok, Kalian (Dokter) akan Saya Bunuh Pelan-Pelan”

Saya telusuri latar dan jalan cerita, kemudian mencoba merangkaikan untukj dikisahkan secara utuh tentang dokter, mogok, menkes dan bunuh pelan-pelan. Sebenarnya ceritanya biasa saja, hanya seakan-akan heboh. Dan dibentur-benturkan agar terasa nyaring dan riuh antara Menkes dan Dokter. Dikaitkan pula dengan (konon) pernyataan Menkes "Kalau mogok, kalian (dokter) akan saya bunuh pelan-pelan". Terkesan kasar dan seram ya?

Suasana menjadi semakin dramatis, karena dikaitkan dengan aksi keprihatinan dokter di Menado yang menyatakan tutup pelayanan obgyn selama 3 hari. Aksi keprihatinan ini dibumbui dengan ajakan agar dokter mogok sebagai bentuk kampanye "stop kriminalisasi dokter". Maka ceritanya jadi seru. Pertanyaannya, adakah kaitan langsung masing-masing keyword: “dokter”, “mogok”, “menkes”, dan “bunuh pelan-pelan” ini? Apakah ini satu rangkaian cerita?

Berdasar penelusuran saya, pernyataan dan kejadiannya pada waktu, tempat dan konteks yang berbeda. Tidak terkait langsung. Tidak sebab akibat. Adalah sebuah opini dr Ario Djatmiko di Jawa Pos "Demo Pilihan pahit bagi dokter" yg menyoroti aksi demo pada hari dokter. Saya telusuri latar dan jalan cerita, kemudian mencoba merangkaikan untuk dikisahkan secara utuh tentang dokter, mogok, menkes & bunuh pelan-pelan.

Menurut saya opininya bagus, menyoal demo dalam hal dokter sebagai profesi atau pekerja. Itulah yg oleh penulis disebut pilihan pahit. Dalam penutup opini yg mengulas demo dokter, penulis mengutip (konon) pernyataan Menkes di forum Rembug IDI 26 Agustus 2013 sekitar 3 bulan lalu.

Dalam persepsi saya, ditengah kebimbangan "demo bagi dokter itu pilihan pahit" penulis ingin mengkontraskan dengan pernyataan Menkes sekitar 3 bulan lalu. Dalam forum IDI itu konon Menkes berkata "Kalau mogok, kalian akan saya bunuh pelan-pelan". Tapi blm jelas konteksnya Menkes bilang itu.

Forum Urun Rembug Nasional IDI tanggal 26-28 Agustus 2013 adalah event besar dan pastinya tak luput publikasi termasuk dari media massa/pers. Namun pada acara sebesar itu dan pernyataan sebombastis itu, saya kesulitan menemukan link beritanya. Berbeda dengan pernyataan Menkes pada Hari Kesehatan Nasional (HKN) tanggal 15 November 2013 kemarin. Pada HKN kemarin Menkes bercanda "Mau cek kesehatan keluar negeri? Saya tembak pelan-pelan nanti. Cek saja di rumah sakit Indonesia," Pernyataan itu dengan mudah kita temukan di media massa dan media sosial. Tapi tidak pada "dokter mogok dibunuh pelan2". Ini nggak lazim.

Opini dr Ario Djatmiko itu ditulis tgl 15 Nov 2013, 2 hari lalu. Disaat yang hampir sama, muncul gerakan aksi keprihatinan dokter di Menado. Ada pengumuman bahwa praktek dokter kebidanan di Sulut & Manado tutup tanggal 18-20 November (3 hari) sebagai aksi keprihatinan. Sepertinya ada momentum antara opini di Jawa Pos, rencana tutup praktek dokter obgyn, ajakan mogok dan pernyataan menkes. Opini pun liar.

Ada kesan bahwa rencana tutupnya layanan obgyn di menado, dianggap sebagai seruan mogok dokter yang oleh Menkes akan dibunuh pelan-pelan. Rencana tutupnya praktek dokter obgyn sebagai bentuk aksi keprihatinan terhadap 3 dokter kandungan yg dinyatakan bersalah melakukan malpraktik. Sebagai bentuk solidaritas, aksi keprihatinan dokter obgyn terhadap sejawatnya dapat dimengerti. Tapi bisa jadi momentum ini digunakan utk tujuan lain.

Opini berkembang bahwa aksi keprihatinan ini sebagai bentuk mogok dokter utk "stop kriminalisasi dokter". Dan opini ini terus bergulir liar. Kampanye "stop kriminalisasi dokter" atau apapun bentuk kriminalisasi terhadap profesi/pekerjaan lain memang harus dihentikan. Stop!. Pertanyaannya apakah bentuk kampanye "stop kriminalisasi dokter" itu harus dengan Mogok? Disinilah titik singgungnya dengan pernyataan Menkes.

Ketika bicara dokter mogok, opini beralih pada (konon) pernyataan Menkes sekitar 3 bulan lalu di forum IDI "jika dokter mogok, dibunuh pelan-pelan". Dan isu pun berganti, dari "stop kriminalisasi dokter" menjadi seakan-akan Menkes akan bunuh pelan-pelan jika dokter mogok. Liar deh jadinya. Jadi dari rangkaian waktu, pernyataan dan kejadian itu beda tempat waktu dan konteks yg tidak saling terkait.

Mari cerita Menkes dan Dokter ini kita lihat dari sisi yg berbeda terhadap pernyataan Menkes pada forum rembug nasional IDI itu. Anggaplah benar Menkes mengatakan "Kalau mogok, kalian (dokter) akan saya bunuh pelan-pelan". Kira-kira apa ya maksud Menkes? Apakah Menkes akan bunuh pelan-pelan dokter mogok, sebagaimana makna bunuh sebenarnya? Ataukah becanda? Konteksnya apa ya saat itu?

Saya sepakat bhw semestinya pejabat publik yang harus memahami publik, bukan sebaliknya masyarakat yg harus mengerti pejabatnya. Namun demikian, tidakkah publik apalagi masyarakat dokter, tidak bertanya, dlm konteks apa Menkes bicara seperti itu? Pantaskah forumnya?

Saya coba gambarkan hubungan dokter dan Menkes seperti ikatan keluarga dalam sebuah bangunan rumah tangga. Terserah siapa ibu anaknya. Ketika itu Menkes bicara diantara para dokter sebagai sebuah keluarga dalam rumah bernama forum rembug nasional Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dalam keluarga, ada tawa, obrolan, candaan, sindiran, marah, kata-kata lembut bahkan bisa jadi kata-kata kasar. Itu terjadi di dalam rumah. Ada kalanya Ibu marah dengan keras, membentak bahkan memukul anaknya, untuk mendidik mana yg boleh dan tidak dilakukan. Itu di dalam rumah. Sekali lagi, sekasar apapun ucapan entah serius atau becanda, dilakukan seorang ibu kepada anaknya, cukup terjadi di dalam rumah itu.

Bisa jadi Menkes bicara "Kalau mogok, kalian akan saya bunuh pelan-pelan" bentuk didikan keras terhadap keluarga di dalam rumah kesehatan. Namun ternyata anggota keluarga ini tak terima, sehingga keluar rumah dan teriak-teriak "menkes bunuh pelan2 dokter mogok". Se-kampung tahu. Itu dari analogi keluarga dan rumah tangga.

Sekarang kita komparasi 2 pernyataan Menkes yang mirip antara di forum IDI dan HKN. "Mau cek kesehatan keluar negeri? Saya tembak pelan-pelan nanti. Cek saja di rumah sakit Indonesia," canda Menkes disambut tepuk tangan. Pernyataan Menkes di HKN tanggal 15 November 2013 ini mirip dengan tanggal 26 Agustus 2013 di forum IDi kan? Apakah ini menjadikan pasien penduduk Indonesia jadi heboh? Atau apakah penduduk Indonesia yang suka berobat ke luar negeri yangg saatu itu kebetulan hadir dan yang tidak hadir pada acacara HKN itu protes? Mogok? Mengecam?

Sudah 2 hari pernyataan Menkes itu, beritanya pun mudah sekali ditemukan. Rekaman ada. Tapi damai-damai saja. Itu karena Publik mengerti konteksnya. Publik mengerti bahwa konteks pernyataan Menkes ada;aj mengajak penduduk Indonesia yg selama ini berobat ke luar negeri, datanglah ke RS dalam negeri. Itu saja.

Ada yang menyesalkan pilihan bahasa yang digunakan Menkes. Kasar dan tidak simpati. Boleh jadi itu benar. Tapi menurut saya itu gaya canda. Bagi sebagian orang gaya canda dan bicara mungkin kasar, tapi sebagian lain masih dianggap wajar. Tergantung waktu, tempat & konteks.

Kembali pada pokok persoalan, dalam kehebohan ini beberapa hal yg harus dipisahkan. Pertama tentang aksi keprihatinan terhadap 3 dokter obgyn. PB IDI serukan "Doa Keprihatinan Profesi Dokter” yang dilakukan secara serentak di tempat kerja masing-masing pada Senin,18 November 2013 pukul 08:00.

Terhadap kasus hukum 3 dokter obgyn di Menado, Ketua Umum IDI, dr Zainal Abidin, mengirim sms ke Menkes agar turut membantu sejawat dokter di Manado. Berdasarkan seruan induk organisasi resmi dan satu-satunya dokter Indonesia, IDI, maka dokter tidak mogok. Aksi keprihatinan berupa doa. Ketua IDI menyatakan juga bahwa Menkes RI Ibu Nafsiah sudah membalas sms Ketum PB IDI, jawab Menkes bahwa sudah menghubungi Jaksa Agung agar ada jalan keluar bagi 3 dokter yang ditahan.

Terkait dengan "stop kriminalisasi dokter", kita semua, tidak hanya dokter, pasti tidak setuju kriminalisasi dalam segala bentuk dan siapapun. Hati-hati menyebut kriminalisasi dokter. Tidak serta merta seorang dokter yang dipidana karena kesalahannya bisa disebut kriminalisasi dokter. Ada pe-er besar bagi sejawat dokter untuk jelaskan kepada pasien apa itu risiko medis, kejadian tak diharapkan, informed concern dan lain-lain. Ada tugas besar sejawat dokter untuk memahamkan pasien apa itu konsep hukum ispanning verbitenis, sehingga bisa menghindarkan kriminalisasi dokter.

Yang terakhir tentang mogok. Mari cermati betul tulisan opini dr ario djatmiko di Jawa Pos itu dengan baik-baik. Pantaskah dokter mogok? Silahkan sejawat dokter mendefinisikan sendiri dokter itu sebagai profesi atau pekerja. Dokter sebagai pengabdian atau sarana pendapatan. Silahkan para dokter menilai sendiri dulu apakah baik dan benar jika dokter melakukan mogok kerja seperti buruh pabrik?

Terima kasih. Mohon maaf kepada para dokter yang tidak berkenan.

Kamis, 14 November 2013

, , , , , ,

Krisis Komunikasi Bisa Terjadi Kapan Saja, Siapkah Rumah Sakit Kita?

Sodara, mari luangkan waktu sejenak membaca cerita ini.

Suatu hari di awal bulan Februari tahun ini. Sebuah Rumah Sakit di Jakarta melayani kelahiran bayi kembar, Dera dan Dara. Kedua bayi itu lahir prematur dengan berat sekitar 1 kg. Dera mengalami gangguan bawaan pada organ pernafasan sehingga membutuhkan perawatan di Neonatal Intersive Care Unit (NICU). Rumah sakit tidak lagi mampu melakukan perawatan si kembar karena tidak memiliki fasilitas NICU. Sesuai prosedur, pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang memiliki fasilitas yang memadai.

RS telah melaksanakan prosedur, ketika tidak mampu melayani pasien maka dirujuk ke RS lain. Semua telah beres, tidak ada masalah. Ternyata fakta berkata lain. Secara masif beredar kabar melalui media massa,”Ditolak 8 RS, Bayi Dera meninggal dunia”. Di berbagai media massa seperti koran, majalah, portal berita online, radio, televisi dan media sosial seperti twitter, blog dan facebook dipenuhi berita Dera ini. RS dimana Dera dilahirkan dan 8 RS lain menjadi sasaran kemarahan publik.

Awalnya tak banyak orang tahu nama RS tersebut. Tetapi mendadak terkenal dan menjadi buah bibir media massa dan media sosial disebabkan tindakan rujukan pasien Dera. Demikian juga 8 RS lain, tak pernah mengira turut dituding menolak pasien. Tak terbantahkan, citra dan reputasi rumah sakit pun seketika anjlok. Krisis komunikasi rumah sakit pun terjadi.

Manajemen 9 RS tersebut bingung. Ada yang diam, karena memang tak mengerti apa yang harus dilakukan. Ada RS yang ingin bertindak, tetapi tak tahu bagaimana mesti dilakukan. Tersirat kekhawatiran, jangan-jangan malah salah bertindak dan berdampak lebih besar. Akhirnya RS tak peduli, seakan tidak terjadi apa-apa. Dan saat itulah opini pasien dan keluarga, publik dan masyarakat luas seakan menemukan pembenaran bahwa orang miskin tidak akan mendapatkan pelayanan baik dari Rumah Sakit.

Bapak ibu, jika kita sejenak menjelajah internet akan banyak ditemukan berita tentang penolakan pasien, tuntutan dugaan malpraktek, demonstrasi/mogok dokter/perawat/karyawan rumah sakit, pasien membludak, pasien miskin ditolak RS dan lain-lain. Sebagai contoh saja, seperti dibawah ini :

  1. Pasien membludak, 11 Rumah Sakit mundur dari Program KJS (TVOne, 17 Mei 2013

  2. Jumlahnya kunjungan meningkat hingga 300-500 orang per hari (Gatra.com, April 2013)

  3. Sampai Mei 2011, MKDI menerima 135 kasus pengaduan dan 80 persennya akibat komunikasi yang tidak baik antara dokter dan pasien (MKDKI, RMOL.co, 2011)

  4. KKI menerima 126 pengaduan masyarakat terkait adanya dugaan malpraktek serta disiplin dokter dan dokter gigi (antaranews.com, Mei 2013)


Riset membuktikan bahwa kegagalan rumah sakit ketika menghadapi krisis adalah karena:

  1. Ketidaktahuan apa yang harus dilakukan;

  2. Merasa terlalu besar bahwa RS kita akan tahan terhadap krisis,

  3. Denial, yaitu perasaan bahwa kita tidak akan terkena krisis;

  4. Tidak peduli terhadap krisis.


 

Pertanyaannya;

  1. Bagaimana jika kita termasuk dalam 9 RS tersebut?

  2. Apa yang mesti kita lakukan; tak peduli, diam atau bertindak?

  3. Krisis komunikasi di RS bisa terjadi kapan saja, siapkah RS kita?


Itu sedikit cerita tentang Rumah Sakit kita, dan kemungkinan terjadinya krisis komunikasi yang bisa terjadi kapan saja. Tidak dapat kita duga, tapi sesungguhnya dapat kita deteksi, hindari dan atasi.

Bapak ibu tidak perlu membaca lagi informasi dibawah ini, jika menganggap Rumah Sakitnya sudah siap hadapi krisis. Namun bagi Bapak/Ibu yang ingin mempersiapkan sebaik mungkin bagaimana menghadapi krisis komunikasi, informasi dibawah ini bisa bermanfaat.

Forum Komunikasi Humas Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menggandeng AsiaPR, konsultan & profesional PR, untuk selenggarakan: "2 DAYS CRISIS MANAGEMENT & REPUTATION WORKSHOP" tanggal 6 - 7 Desember 2013 di Hotel All Season Jakarta.

 

KENAPA HARUS IKUT?

Dengan mengikuti workshop ini, manajemen dan staf RS mampu melakukan Deteksi Dini dan Penanangan Krisis Komunikasi di Rumah Sakit sehingga kita bisa menghindarinya atau menanganinya secara efektif efisien ketika krisis komunikasi datang.

KAPAN & DIMANA? Kegiatan "2 Days Crisis Management & Reputation Workshop dilaksanakaan pada tanggal 6 - 7 Desember 2013 di Hotel All Season Jl. Talang Betutu No. 02 Jakarta Pusat 10230

PELAKSANAAN & MATERI :

HARI I – Jumat, 6 Desember 2013

  • Reputasi Perusahaan, Crisis Management Dan Identifikasi Penyebab Krisis


  • Silent Break


  • Crisis Management Plan & Crisis Management Team Development

  • Discussion
Case Study (I): Seandainya Krisis Datang

  • Ishoma


  • Case Study (Ii): Crisis Handling


  • Silent Break


  • Group Evaluation & Feedback


HARI II, Sabtu, 7 Desember 2013

  • Reputasi Paska Krisis: Orang Ketiga Dan Juru Bicara Dalam Pemulihan Paska Krisis


  • Silent Break


  • Pre-Draft Message: Efektivitas Pesan Saat Krisis

  • Ishoma

  • Media Handling Untuk Krisis Manajemen

  • Silent Break

  • Case Study (Iii) And Group Experiental

  • Coffee Break & Group Preparation

  • Group Sharing Experience Models


 

SIAPA YANG HARUS IKUT? Direktur, Manajer Humas/Investor Relations, dan siapa saja yang tertarik mempelajari Hospital Crisis Management

BERAPA INVESTASINYA? Investasi yang dibutuhkan untuk mengikuti workshop selama dua hari adalah Rp 2.600.000,- per orang

BAGAIMANA CARA PENDAFTARANNYA?

  • Transfer : Bank Mandiri cabang Rs. Islam Jakarta

  • No. Rek : 120-000 106 1972

  • A.n : Perhimpunan Rs Seindonesia (PERSI)


Formulir pendaftaran yang telah diisi disertai bukti pembayaran difaks atau diemail ke sekretariat panitia:

  • Jalan Boulevard Artha Gading, Blok A-7A no 28, Jakarta Utara

  • Telp : Fax : Email :

  • 021 - 458 45 303 / 04

  • 021 - 458 52 832 / 33

  • imrspersi@yahoo.com atau persi@pacific.net.id

  • cp Desi : 0812 103 74733


Mari bergabung dengan Rumah Sakit yang siap hadapi krisis komunikasi yang kapan saja bisa terjadi. Sampai jumpa tanggal 6-7 Desember 2013 ya!

Rabu, 13 November 2013

, , , ,

Selamat Ulang Tahun, Anjarisme!

13 November, saya lahir. Demikian juga blog anjaris.me lahir.

Ucapan selamat dari isteri dan anak dibarengi kecupan dan peluk hangat sudah dirasakan ketika subuh menjelang hari ini.

Demikian juga ucapan dari sodara dan sahabat. Ucapan selamat ulang tahun terbanyak dari Twitter, saya rekam seperti dibawah ini. Postingan ucapan selamat ini sebagai tanda terima kasih saya, juga sekaligus rekam hidup saya. Jika bertambah, nanti saya update.
@cak_wigi Hapy milad buat eyang @anjarisme. Semoga sukses selalu


@ruthmsilalahi @anjarisme selamat ulang tahun pak, semoga sehat selalu n semakin jaya utk memajukan RS di Indonesia #koktahu



@PelancongMalas HBD eyang @anjarisme... sukses selalu dan tetap semangat ...




@RizaRidho Sugeng ambal warso pak @anjarisme , ttp sehat, banyak rejeki, dan panjang umur. : )


@Fatheeya @anjarisme Waah eyang hari ini ultah ya, selamat ulang tahun ya eyang, semoga umurnya berkah dan semakin bermanfaat utk semua :)


@DINNENO Selamat ulang tahun, Eyang @anjarisme semoga tetap sehat biar tetap produktif :)






@amma_chemist Eyaaaaang @anjarisme , happy milad yah :-) Moga makin sehat, banyak rezeki, sukses di karir dan makin langgeng ama keluarga :-) *sungkeman*


@dengberry @anjarisme selulatah (selamat ulang tahun) yg keberapa ya, yg penting selulatah deh, moga sll sehat dan bekerja tuk rakyatt n negeri, amn


@shasymi Baca TL,eh Pak @anjarisme ultah Чα"̮ :) Selamaaaat,semoga sehat selalu


@penCERAHati  @anjarisme : selamat ulang tahun, eyang...terus tebar manfaat untuk dunia.


@aguslah Selamat Ulang Tahun Mas @anjarisme Sukses selalu & berkah, amin....


@iccang Wah mas @anjarisme ultah yah hari ini. ?? Selamat yah mas sukses selalu :)


@ajengkol Met milad mas @anjarisme semoga makin tawadhu




 ‏@riacitinjaks HAppy neW YeaR Eyaaangg @anjarisme more happines in your birthday and full of joy and peace in upon you. Wish all your dream comes true :D


@jarwadi kayane tekan netune mas @anjarisme kudu digawekke bancakan iki :) sugeng ambal warsa mas eyang :)


@MoiIsmiySelamat ulang tahun eyang @anjarisme. Salam dari kota lumpia :)


@vita_soewondo Hai om @anjarisme .. Met milad ya.. Sukses dunia akhirat.. :D *salim*


@riefabian @anjarisme wah selamat ulang tahun eyang. Moga moga jadi makin keren diberi sehat terus dan diberikan rezeki yang tak putus putus


@eMpiiiie @anjarisme eyangggggg.. sugeng tanggap warso ^^ :salim:




@HeruUmam wah eyang @anjarisme ulang tahun juga toh, tanggalnya orang hebat semua nih berarti, makin jaya ya eyang,


@nikitomi Selamat berkurang umur, eyang @anjarisme semoga umurnya berkah selalu dan semoga presiden 2014 nanti bukan SBY lagi (lah)... joss! :D


@irfan_zj @MoiIsmiy@HeruUmam aamiin.. makasih ucapannya.. Dirgahayu buat Eyang @anjarisme dan Pak Dubes @hazpohan


@hazpohan Wow, bareng nih, thanks.. RT @MoiIsmiy: @HeruUmam sama kayak eyang @anjarisme juga. selamat ultah buat pak ... http://m.tmi.me/1c7mAF 


@fikriedoank Selamat ulang tahun eyang @anjarisme sehat dan semakin sukses :D


 ‏@fahiraidris @ajengkol@anjarisme HBD mas, smg sukses karirnya sbg Humas Ditjen BUK Kemkes, Humas Perhimpunan RS Indonesia (PERSI) Al Faatihah..




@TeRRenJKemarin, ulang tahunnya aku sama @eMpiiiie dan hari ini ulang tahun eyang @anjarisme aelamat ya eyang.. Sukses & sehat selalu.. :)


@dreeva @anjarisme selamat ulang tahun, Mas.... semoga selalu sehat ya dan bahagia...


@RuswindaFabian Met ultah eyang @anjarisme semoga makin sukses..




@yuyulzahra @anjarisme met milad pak anjari k 38th..barakallah fii umrik.smga makin sukses dunia akherat y pak


@sutradara_cinta Ngaturaken sugeng tanggap warsa mas @anjarisme , mugi mugi pikantuk bagas waras, panjang yuswa, lancar sadhayanipun. Amiin


@IndahJuli Selamat ulang tahun mas @anjarisme sehat selalu, sukses dan terus menginspirasi :)


@indobrad @anjarisme selamat ulang tahun, eyang. sukses :)


@SobatBercahaya @anjarisme@indobrad#SamberHore ikut mendoakan moga sisa umurnya barakah. :)


‏@alwaysmamie @anjarisme selamat tambah umur eyang, semoga sehat selalu dan selalu bahagia bersama keluarga.. Aminn


@iQko Gak boleh nyebut angka yah? Hihihi, selamat ulang tahun om @anjarisme, sukses untuk semuanya. :D


@iPulGs Selamat ulang tahun eyang @anjarisme sukses buat semua-semuanya :)


@juleahardy Lagi rame yg ngucapin ultah aku ikutan ahh happy birthday eyang @anjarisme uda @irfan_zj ditunggu undangan makan2nya eaaaaa


@tetzuyya234 Eid milaad saeed om @anjarisme, wish all the best ya om \^.^/*sungkem*