Kamis, 12 Juni 2014

, , , , , , , , ,

Membantah Pernyataan Jokowi Bahwa BPJS Kesehatan Adaptasi KJS

Saya kutipkan berita online Kompas berjudul," Jokowi Mengaku Tak Tahu Bedanya Kartu Indonesia Pintar dengan BPJS Kesehatan", sebagai berikut:
"Program kartu Jakarta sehat juga telah diadaptasi oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam skala nasional dan dinamakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai awal tahun 2014.
Lalu, apa bedanya konsep kartu Indonesia sehat dengan BPJS Kesehatan?
Saat ditanyakan hal itu, Jokowi pun menjawab lugu. "Saya nggak tahu," katanya sambil tersenyum saat ditemui usai berkampanye di hadapan para nelayan di Medan Labuhan, Sumatera Utara, Selasa (Kompas,10/6/2014)"

Bagi saya ada 2 hal menarik dalam berita diatas:

Pertama, untuk kesekian kalinya Jokowi mengklaim bahwa program Kartu Jakarta Sehat diadaptasi menjadi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan. Ini memunculkan persepsi seakan-akan JKS adalah cikal bakal JKN. Atau JKN meniru program KJS.

Yang kedua yang menarik adalah Jokowi tidak bisa membedakan antara program JKN atau BPJS Kesehatan dengan Kartu Indonesia Sehat, salah satu program prioritas visi misi Jokowi-JK.

Sebagai rakyat Indonesia yang menaruh perhatian pada dunia kesehatan khususnya Jaminan Kesehatan Nasional, saya merasa terpanggil tanggung jawab sosialnya untuk menanggapi berita ini.

Ada kekacauan logika berfikir dalam penulisan berita tersebut. Pernyataan pertama mengatakan:
"Program kartu Jakarta sehat juga telah diadaptasi oleh pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam skala nasional dan dinamakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai awal tahun 2014"

Kalimat ini mengandung makna bahwa KJS diadaptasi (baca: ditiru, cikal bakal) program BPJS Kesehatan. Jika demikian, Jokowi semestinya sangat mengerti (sekurangnya yang mendasar) apa itu BPJS Kesehatan. Bukankah BPJS Kesehatan diadaptasi dari KJS?

Namun ketika ditanya apa bedanya konsep kartu Indonesia sehat dengan BPJS Kesehatan, Jokowi senyam senyum menjawab,"Saya tidak tahu". Loh, kok bisa nggak nyambung gitu. Kalimat diawal mengklaim BPJS kesehatan adaptasi KJS, sementara Kartu Indonesia Sehat juga program prioritas Jokowi-JK jika terpilih Presiden/Wapres, tetapi mengapa tidak tahu beda keduanya? Sungguh alur pikir yang tak logis.

Baiklah, lupakan alur pikir pemberitaan (pernyataan) diatas yang tidak logis. Saya akan ceritakan secara singkat apa itu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan. Dan ada hubungan seperti apa dengan kartu Jakarta Sehat yang dibanggakan Jokowi itu.

Jaminan Kesehatan Nasional dilaksanakan sejak tanggal 1 Januari 2014 sebagai amanat dari UU SJSN (2004) dimana seluruh penduduk Indonesia harus mempunyai Jaminan Sosial termasuk Jaminan Kesehatan. Jaminan Sosial diselenggarakan secara nasional oleh Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS). Tahun 2011, lahirlah UU BPJS yang mengatur BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah penyelenggaran jaminan kesehatan yang disebut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

JKN berlaku di seluruh Indonesia termasuk Jakarta dengan sistem pembiayaan INA CBGS sebagai kendali mutu dan kendali biaya. Tarif INA CBGS menggunakan sistem prospective payment atau sistem paket yaitu pembayaran perawatan pasien secara paket berdasarkan diagnosis atau kasus yang relatif sama.

Sebelum JKN mulai dijalankan 1 Januari 2014, dilakukan ujicoba atau pilot project di 3 provinsi yaitu Nangroe Aceh Darussalam, Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Itulah gambaran singkat JKN, sekarang giliran sekias cerita Kartu Jakarta Sehat. Setelah resmi menjadi Gubernur Jakarta, Jokowi meluncurkan secara resmi Kartu Jakarta Sehat (KJS) bulan November 2012. KJS adalah bagian dari janji kampanye Jokowi.

Sesungguhnya KJS adalah program jaminan kesehatan bagi penduduk Jakarta yang pada Gubernur sebelumnya (Fauzi Bowo) bernama Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Bedanya, jika Jamkesda hanya menanggung sekitar 2,7 juta penduduk miskin dan tidak mampu, KJS dijanjikan menanggung seluruh penduduk Jakarta sebanyak 4,7 juta jiwa. Berbeda dengan Jamkesda yang penggunaannya harus dengan surat keterangan tidak mampu (SKTM), KJS cukup menunjukkan KTP Jakarta untuk dapatkan layanan kesehatan yang nantinya ditanggung APBD Jakarta.

Baru 2 bulan berjalan, anggaran Jamkesda sekitar 700 milyar sudah ludes. Pada akhir tahun 2012, Pemda DKI Jakarta berhutang tunggakan tagihan kepada Rumah Sakit sebesar 355 milyar. Jebolnya APBD ini dapat difahami karena terjadi eforia sosiologis dan mudahnya dapatkan jaminan hanya dengan KTP Jakarta.

Janji politik terlanjur diucapkan. Popularitas dipertaruhkan. Namun APBD juga tidak bisa dibiarkan jebol terus menerus. Ketika Jokowi bertanya kepada Dinas Kesehatan, adakah cara agar pelayanan KJS bisa dilaksanakan tanpa menjebol APBD? Dinas Kesehatan menyodorkan alternatif menggunakan sistem pembiayaan INA CBGS milik Kementerian Kesehatan. Sebelumnya KJS menggunakan Paket Pelayanan Esensial (PPE), yang meskipun penghitungan secara paket namun berbeda dengan INA CBGS.

Pada saat yang sama, Kementerian Kesehatan juga sedang persiapan penerapan JKN dengan sistem INA CBGS sehingga dicari daerah pilot project. Gayung bersambut, maka permintaan DKI Jakarta untuk menggunakan INA CBGs dijadikan momentum oleh Kementerian Kesehatan sebagai pilot project. Akhirnya KJS bisa berjalan dengan baik tanpa APBDnya jebol seperti sebelumnya.

Saat ini, sebagaimana amanat Undang-Undang bahwa Jamkesda diintegrasikan ke sistem JKN, maka saat ini KJS telah diintegrasikan dengan JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Jumlah peserta KJS yang didaftarkan integrasikan JKN adalah 2,3 juta penduduk. Sementara 1,2 juta penduduk Jakarta ditanggung oleh Pemerintah Pusat. Artinya, tidak seluruh penduduk Jakarta ditanggung KJS atau APBD Jakarta.

Dari penjelasan singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa: TIDAK BENAR jika dikatakan program JKN atau BPJS Kesehatan diadaptasi dari kartu Jakarta Sehat (KJS). Justru sebaliknya, program KJS TERSELAMATKAN oleh sistem INA CBGS yang sejak awal merupakan sistem yang dipersiapkan untuk JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan.

Sejak awal saya sudah katakan, jangan politisasi KJS. Ternyata Jokowi menggunakan kepopulerannya untuk menaikan level KJS dengan diklaim sebagai cikal bakal BPJS Kesehehatan. Sungguh terlalu!

Jadi yth pak Jokowi, apa itu program Kartu Indonesia Sehat? Sungguh terlalu jika anda menjawab, "saya nggak tahu".

13 komentar:

  1. Terima kasih indormasinya eyang, semoga masyarakat tidak salah kaprah mengenai hal ini

    BalasHapus
  2. Pemimpin yang baik akan meniru apa yang sudah dilakukan orang lain kalo itu dia yakini akan baik untuk rakyatnya. Jadi pemimpin yang meniru tidak ada salahnya koq. Tapi kalo udah meniru kemudian justru bersikap seolah2 itu gagasan orisinil dia atau malah justru orang lain yang meniru, ya nggak tau lagi lah itu ... jalan pikirannya gimana.

    BalasHapus
  3. pak mas dapat jadi mentri kesehatan.tapi saya tdk yakin saya ragu lupa daratan, tidak berpihak kpd rakyat.hanya kpd golongan.bpjs sebagian punya. sebagian lagi rakyat bawah belum.palng bpjs ubah nama indonesia sehat.jadi semua di jamin tuk gratis berobat.seperti negara maju smua rakyat berobat gratis.

    BalasHapus
  4. Semua yg direncakan olh Pa Jokowi dlm bidang Kesehatan ini harus kita dukung. Selain sistem yg harus dirubah juga para SDM dikementrian Kesehatan.

    BalasHapus
  5. Sepertinya lagi musim klem mengklem ya eyang.
    Tak apalah klo klem untuk kebaikan bersama, berarti gagasan yg diklem itu bagus.

    Asal jangan diklem ama luar negri seperti pulau dan seni-budaya.

    BalasHapus
  6. […] ini, belum ada diferensiasi KIS atas JKN. Cukuplah, KJS menjadi bukti cara kerja Pak Jokowi bagaimana KIS ini ke depan. Kesimpulannya, […]

    BalasHapus
  7. Justru KJS lah yang menjadi cambuk bagi BPJS untuk merealisasikan JKN. Kalo gak ada KJS paling JKN hanya sekedar rencana-rencana yang tidak kelar-kelar selalu di undur-undur dengan berbagai macam alasan-alasan pembenaran.

    BalasHapus
  8. Semua program yang direncanakan Pemerintah masalah kesehatan ( BPJS Kesehatan ) untuk seluruh Rakyat Indonesia,sementara KJS ( Kartu Jakarta Sehat ) untuk orang Jakarta. Kalau seluruh Rakyat Indonesia sudah dapat Kartu BPJS Kesehatan, untuk apa KJS digembor-gemborkan. Kan itu Mubajir... mubajir..... mubajir...,. Terus siapa yang merasa pendiri BPJS Kesehatan?

    BalasHapus
  9. Saya hanya ingin sharing informasi mengenai sejarah BPJS kesehatan.Pada tahun 2004, kantor tempat saya bekerja pernah melobi jamsostek untuk membuat usulan program tentang kesehatan dengan lingkup yang lebih besar tidak hanya untuk pegawai yang bekerja di perusahaan tapi juga masyarakat yang tidak bekerja di perusahaan, mengingat waktu itu salah satu direktur jamsostek mengatakan bahwa jamsostek mengelola dana trilyunan rupiah. Tapi pada rapat itu jamsostek menolak karena jamsostek hanya untuk orang/pegawai yang kerja di perusahaan, untuk mengelolanya saja sudah lumayan banyak apalagi seluruh masyarakat umum dari Sabang sampai Merauke.
    Pada rapat tersebut disampaikan oleh petinggi Jamsostek bahwa telah ada konsep SJSN dengan pilot project khusus perusahaan. Pilot Project selama 5 tahun berjalan sesuai harapan dan akhirnya pemerintah memberikan payung hukum yang selanjutnya di legalkan dengan UU bahwa PT.Jamsostek dan PT. Askes melebur menjadi SJSN dan di buat satu badan yaitu BPJS untuk melayani masyarakat umum.
    Pemprov DKI mengeluarkan versi sendiri kartu sehat khusus untuk PNS DKI dan masyarakat miskin.......perlu di ingat, seluruh PNS di indonesia sudah otomatis menjadi anggota Askes.
    BPJS itu sudah lama programnya, dan merupakan pengembangan dari SJSN. Saya secara pribadi melihat Jokowi mengambil celah proses penggabungan Jamsostek dan Askes sebagai peluang untk meluncurkan KJS dan JKN dengan pilot project di Jakarta sesuai janji saat kampanye pilgub.
    Jika Pak Jokowi jadi Presiden, mungkin akan jadi preseden buruk bagi pengelolaan kesehatan secara nasional karena kondisi sekarang pelayanan BPJS masih dalam tahap penyempurnaan,kalau dalam tahap ini tiba-tiba JKN yang merupakan program Jokowi-JK di lebur ke dalam BPJS apa tidak bikin blunder mengingat perlu UU yang harus di olah dulu di parlemen dengan waktu yang cukup lama agar dapat di jadikan payung hukum secara nasional.
    Saya tidak mendukung kedua capres yang sedang bertarung, yang saya butuhkan sebagai masyarakat atau rakyat adalah kemapanan pogram pemerintah dan berkesinambungan yang tentunya dapat mensejahterakan rakyatnya.

    BalasHapus
  10. Lalu bagaimana dengan KJS yg sebelumnya beliau buat di solo om Bergsantyo? apakah juga mengambil celah seperti yg anda maksud

    BalasHapus
  11. Saya melihat bahwa BPJS dibuat bagi kelas pekerja, yang memiliki pendapatan tetap, pertanyaanya bagaimana BPJS bisa di akses Pekerja Informal, seperti tukang becak, buruh tani atau mungkin suku2 di indonesia yg tinggal di plosok negeri? benar bahwa dalam pasal 1, ayat 7 Undang2 BPJS pemerintah "membantu" pembayaran iuran/premi bagi fakir miskin. Lalu mereka yg tergolong fakir miskin harus daftar dulu gitu?

    BalasHapus
  12. bedanya KJS dan BPJS adalah klo KJS klem pembayaran ga lancar klo BPJS klem pembayaran lancar.klem pembayaran itu kn bwt oprasional RS/puskesmas..slama ini kn cm dilihat dr masyarakat ajah..gratis..gratis tp ga pernah disorot pemberi pelayanannya yg sedih saat klem ga cair2..tenaga kesehatan jg punya keluarga yg butuh mkan jg btuh sekolah jg..
    Program apa ajah si qt dukung asal klem pembayaran lancar

    BalasHapus
  13. Mohon maaf. kajian jaminan kesehatan jauh lebih tua dari usia kesehatan indonesia yg ke 50 pada ytahun ini. Mari bekerja stulus hati,sehatkan negeri ,berdaasar substansi dan esensi, bukan sekedar promosi.....maka akan nampak siapa yg benar2 mengabdi pada negeri..

    BalasHapus