Dokter mana yang tidak marah baca unggahan tulisan seperti ini.
"Dokter hanya butuh waktu 3 menit untuk menghabiskan 30 tahun hasil tabungan anda"
Kalimat tuduhan itu diunggah oleh akun Instagram @axamakassar. Saya yang bukan dokter saja tersinggung.
"Hallo @AXAIndonesia kami tunggu klarifikasi anda!". Pagi-pagi sekali, akun Twitter @Anjarisme menyambar.
Tidak puas melampiaskan cuitan, saya menulis di Instagram @Anjarisme dengan mencolek @axamakassar dan @axaindonesia.
"Kepada @axaindonesia @axamakassar,
Atas nama Humas Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), kami meminta klarifikasi atas postingan ini.
Narasi dalam postingan ini bernada mendeskreditkan profesi dokter dan perumahsakitan Indonesia.
Sebagai personil Humas @kemenkes_ri pun, saya tersinggung dengan postingan ini.
Jadi, kami tunggu klarifikasinya"
Rupanya tulisan di Instagram lebih cepat ditanggapi. Admin @AxaMakassar menyampaikan permintaan maaf. Katanya ia tak bermaksud menghina atau mendeskreditkan pihak lain atau profesi dokter. Sebenarnya tulisannya agak panjang, tapi intinya meminta maaf.
"Pertama-tama saya mohon maaf dari lubuk hati paling dalam atas kesalahfaman ini. Saya sangat tidak bermaksud mendeskreditkan atau menghina suatu profesi apa pun. Mohon kiranya kebesaran hati para dokter seluruh Indonesia membuka pintu maaf kesalahfahaman ini. Ini telah menjadi pelajaran yang sungguh berharga bagi saya dan saya berjanji tidak akan menyinggung ataupun posting yang dapat menyinggung salah satu pihak ataupun profesi baik dokter maupun profesi lainnya. Profesi dokter saya pandang adalah profesi paling mulia dan sangat berjasa bagi masyarakat"
Yang perlu saya garisbawahi, tanggapan Axa Makassar disampaikan pada kolom komentar unggahan saya dengan menggunakan "saya".
Saya ucapkan terima kasih, meski belum puas. Saya menanggapi dengan memberi saran; (1) AXA membuat unggahan khusus tentang permintaan maaf, (2) permintaan maaf atas nama institusi, bukan admin.
Lagi, Axa Makassar merespon dengan sebuah unggahan.
"Kepada seluruh dokter di seluruh Indonesia. Bersama ini kami mohon maaf atas postingan kami yang dapat menimbulkan kesalahfahaman pada rekan profesi dokter. Dari lubuk hati yang paling dalam kami meminta maaf dan kebesaran hati untuk memaafkan. Profesi dokter adalah profesi yang sangat mulia dan berjasa bagi masyarakat banyak"
Saya merasa cukup. Berharap ini membawa hikmah bagi Axa. Saya kutipkan "think before you post" pada tanggapan saya di unggahannya.
Hingga satu pengikut IG saya menyampaikan kalau akun @axamakassar tidak ada. Wah benar, sudah dihapus. Saya berdoa, semoga tidak terjadi apa-apa dengan adminnya.
Tapi rupanya, banyak pengguna media sosial lainnya masih protes. Saya bantu menyampaikan permintaan maafnya. Salah satunya begini.
"Sudah minta maaf dan akunnya tutup. Tapi induknya diam saja @AXAIndonesia.
Segini aja kemampuan komunikasi sekaliber @AXAIndonesia?"
Jujur saya sengaja menyebut akun centang biru Axa. Karena sebagai akun resmi Axa kok diam saja. Sengaja pula saya lontarkan kalimat sindiran pedas.
Tak disangka tak dinyana. Akun resmi Axa menjawab setelah 7 jam unggahan pertama saya. Begini tanggapannya.
"Hi, kami informasikan bahwa akun Instagram AXAMakassar bukanlah akun resmi @AXAIndonesia & di luar tanggung jawab kami.
Terkait hal ini kami telah memberikan peringatan keras kpd pemilik akun tsb & kami mohon maaf atas kejadian ini. Semoga kejadian ini tdk terulang kembali. Trims"
Menurut anda, bagaimana perasaan saya? Puas? Tidak. Kok bisa?
Helloooo, setelah 7 jam baru merespon, akun resmi menyanggah bahwa @AxaMakassar bukan akun resmi dan diluar tanggung jawabnya. Kenapa butuh waktu selama itu? Lagi pula, setelah gaduh suasana, Axa cuma bilang "hi". Ayolah, Axa tentu lebih baik cara komunikasinya. Mereka pasti tahu, menyebut nama itu salah satu cara menunjukan simpati.
"Terima kasih responnya meski kami berharap lebih cepat pihak AXA menanggapi dan memberikan klarifikasi"
Lagi-lagi, saya menanggapi dengan sedikit sinis.
Setelah itu, sampai tulisan ini saya buat, tidak ada lagi tanggapan @AxaIndonesia.
Sudah sangat panjang cerita ini. Saya tidak mau memperpanjang masalah ini. Sudah sangat panjang cerita ini. Jika PB IDI atau pihak lain ingin menyeriusi, ya monggo saja.
Tetapi sebagai Humas, saya melihat ada hikmah panjang lebar dari kejadian nyata ini.
Pertama, sebelum kita mengunggah sesuatu di media sosial, pastikan itu tidak menyinggung atau melukai pihak lain. Terserah unggahanmu itu tulisan guyonan atau gambar alay, yang penting jangan membuat orang lain marah.
Kedua, unggahan salah itu lumrah. Admin juga manusia. Yang penting segera mungkin menanggapi, meminta maaf dan mengoreksi. Dan pastinya jangan ulangi lagi.
Ketiga, jika perlu buat aksi empati. Telepon atau datang silaturahmi kepada pihak atau orang yang tersakiti dengan unggahan kita tadi. Siapa tahu, dia justru jadi teman sejati.