Sabtu, 24 November 2012

, , , , ,

Humas Jangan Musuhi Wartawan

Wartawan bukanlah "malaikat", sudut pandangnya masih bisa dipengaruhi. Itulah kutipan dari Arif Zulkifli yang saya masih ingat pada media sharing hari ini. Redaktur Eksekutif Majalah Tempo itu juga mengungkapkan, media online mementingkan kecepatan sedangkan media cetak mengutamakan kedalaman.

Saya bersyukur atas batalnya jadwal ke Medan. Dengan begitu, saya dapat mengikuti acara ini. Mata mengantuk kurang tidur semalam dan lelah menghadapi kemacetan perjalanan dari Bogor sejak pagi buta pun tak terasa. Banyak hal yang saya dapatkan tentang bagaimana media bekerja dan wartawan mencari berita khusunya Tempo.

Misalnya saja, mengapa media lebih sering menonjolkan sikap oposisi kepada Pemerintah dibandingkan memberitakan secara berimbang. Misalnya, seorang pasien miskin tidak mempunyai kartu jamkesmas atau jamkesda namun mengharapkan pelayanan gratis. Rumah Sakit mencatatsebagai pasien umum yang harus membayar dengan uang sendiri. Pasien tidak mau, kemudian pulang. Berita yang muncul di media pastilah pasien ditolak rumah sakit. Sementara kelengkapan yang menjadi kewajiban pasien yang tak terpenuhi tak banyak disinggung. Padahal rumah sakit bingung, siapa yang menanggung biaya pengobatan pasien itu. Alasan media, selain secara idealis, memang dari sononya jurnalis melakukan kontrol terhadap pemerintah. Juga pakem; bad news is good news. Good news is no news.

Yang menarik, pernyataan sekaligus "pengakuan" dari Redaktur Eksekutif Tempo tersebut ketika media belum mendapatkan konfirmasi dari narasumber tetapi tetap menerbitkannya. Karena bisa diartikan melanggar prinsip cover both side atau malah cover all side.

Menghadapi 2 hal diatas, Mas Arif memberi beberapa alternatif solusi. Bisa menyampaikan hak jawab secara cepat tepat atau mengadukan keluhan ke Dewan Pers yang akan memakan waktu lama. Tentu pilihan segera merespon pemberitaan adalah pilihan tepat. Tapi jangan sampai Humas hanya sebagai pemadam kebakaran. Urusan hak jawab adalah persoalan hilir, maka sedapat mungkin urusan hulu dimana konfirmasi wartawan terhadap narasumber harus dipenuhi. Sehingga tak mengakibatkan kerusakan terlanjur terjadi, baru kemudian menyampaikan klarifikasi.

Humas harus mampu menjalin hubungan baik dengan wartawan, tidak saja formal tetapi juga personal. Hubungan baik ini sangat membantu pada saat terjadi krisis kehumasan. Untuk memulainya, lakukan kunjungan ke media yang bersangkutan. Manfaatnya, selain mengklarifikasi pemberitaan juga menjalin relasi yang saling percaya.

Wartawan yang militan pantang pulang sebelum mendapatkan berita dari narasumbernya. Dan wartawan yang baik juga tidak menerima amplop, begitu kata Redaktur Eksekutif Majalah Tempo itu.

Selasa, 20 November 2012

, , , , , , , , ,

Maukah Humas Dipecundangi Twitter?

Saya sedang asik meng-chirpstory kicauan bersambung di twitter tentang iklan klinik tongfang yang menyesatkan. Tiba-tiba sudut mata saya menangkap judul kultwit, begitu istilah keren twit bersambung, yang mengangkat keburukan sebuah rumah sakit. Saya sangat kenal nama rumah sakit itu.

Tak menunggu menit berganti, saya mengarahkan kursor mouse, dan klik! Terpampang lebih dari 50 twit yang membeberkan banyak "dugaan" kebobrokan rumah sakit di bandung itu. Copy, Save dan Print, itu langkah saya selanjutnya. Tanpa babibu lagi, saya telepon direkturnya untuk mengabarkan hal ini. Beliau minta diemail sekalian.

Kicauan di twitter ini membeberkan begitu gamblang nama orang, tempat kejadian dan obyeknya. Dan yg "dibongkar" pun juga macam-macam. Si pemilik akun juga mengancam akan menggali lebih dalam borok rumah sakit. Oleh karena dirasa hal ini sangat potensial merusak citra dan reputasi rumah sakit, maka saya sarankan kepada Direktur agar segera ditangani dengan baik.

Sementara saya pun juga coba menyelidiki akun twitter bergambar profil perempuan seksi ini. Ternyata akun psudonim, samaran. Melihat profilnya, akunnya baru belum lama dibuat. Jumlah twitnya masih sedikit. Dan menariknya, akun ini juga follower dari @triomacan2000 yang terkenal karena sering "membuka" aib seseorang/institusi. Biasanya kasus korupsi. Beberapa minggu sebelumnya akun @triomacan2000 juga melakukan kulwit nyaris seminggu mengeluhkan buruknya pelayanan rumah sakit Indonesia. Meskipun sangat menggeneralisir dan memsimplifikasi persoalan. Bisa jadi, akun pembeber keburukan rumah sakit di bandung ini terinspirasi oleh TM2000 tersebut.

Sedang asik menjadi "detektif", wakil direktur rumah sakit telepon saya. Mungkin diinstruksikan oleh Direkturnya. Dan lagi, minta dikirim via email. Done. Tapi tak berapa lama, manajer humasnya juga telepon. Tanpa diminta humas rumah sakit menceritakan masalahnya. Dan dia kaget, setelah saya informasikan bahwa yang memergoki kultwit di chirpstory itu adalah saya.



Kemudian saya menanyakan apa yg telah dan akan dilakukan humas RS. Betapa kagetnya saya, sebab di-mention dengan keburukannya, akun twitter RS dinonaktifkan atau ditutup sementara. Lebih kaget lagi, humas mengaku bahwa penutupan itu atas perintah Direktur RS. Saya kemudian bertanya kenapa harus dinonaktifkan? Jawabnya, untuk meredam mention-mention dari kultwit susulan seperti yang dijanjikan.

Saya katakan bahwa upaya tutup akun twitter pada saat seperti ini baik sementara atau selamanya bukanlah tindakan yang tepat. Sebaliknya, ajaklah si akun pembeber itu berkomunikasi. Anggaplah sebagai pasien, keluarga atau publik yang sedang menyampaikan keluhannya (complain). Berdialog dengan baik, siapa tahu akun pembeber ini memberikan data pendukung seperti yang dituduhkan.

Menutup akun twitter akibat "serangan" seperti ini jelas semakin memposisikan rumah sakit terpojok. Dapat dijadikan pembenar anggapan sebagaimana dibeberkan. Ingat ya! sedikit atau banyak, rumah sakit memiliki follower. Dan follower ini akan memperhatikan dengan seksama interaksi di linimasa. Di ujung telepon sana, saya membayangkan si manager humas seperti mahasiswa yang mendengar kuliah dosennya. Bagaimana tidak, saya sudah menyerocos banyak tapi hanya sesekali dia menimpali. Di ujung obrolan telepon, manager humas RS akan berusaha menyampaikan saran saya itu kepada direktur. Saya merasa ada nada ragu, sepertinya ada sedikit takut dengan atasannya. Sebenarnya wajar saja. Kemudian saya titip salam untuk direkturnya.

Syukurlah, akun twitter rumah sakit diaktifkan kembali. Saya perhatikan terjadi interaksi diantara keduanya. Seperti kebanyakan akun pseudonim, tak bakal dia mau datang ketika diundang bertemu muka. Tak pula sudi memberikan fakta-fakta. Hanya klaim informasi yang ditwitkan benar. Yang ada menantang rumah sakit untuk melakukan tindakan dan pembenahan.

Akhirnya setelah 3 hari, akun twitter samaran itu pun tutup selamanya. Tetapi kerja keras dan cerdas humas rumah sakit baru saja mulai, yaitu mengembalikan citra rumah sakit yang sempat tercoreng. Tentu saja, bukan tugas yang mudah dan instant sebagaimana membuat dan menutup akun twitter.

Minggu, 18 November 2012

, , , , , , , , ,

Apakah Bosmu adalah Humas yang Baik?

The real Public Relations is a person who on the top management. Sesungguhnya Humas adalah orang yang memiliki jabatan tertinggi dari organisasi. Begitu jargon yang pernah saya baca. Demikian juga mantra yang sering saya ucapkan di setiap kesempatan.

Jika bos besar kita selalu tampil baik di mata publik maka bercitralah positif organisasi kita. Kalau pimpinan kita termasuk media darling, maka naik daun pula unit kerja kita. Demikian pula, pada organisasi kesehatan, misalnya rumah sakit.

Saya ingin berbagi cerita. Sebuah pengalaman yang sebenarnya membuat saya malu kepada pimpinan. Lebih malu lagi kepada diri sendiri. Tetapi dari kejadian ini, saya dapat mengambil hikmahnya; inilah pemimpin yang melaksanakan fungsi kehumasan (Public Relation) dengan sangat baik.

Awal bulan ini, saya mendampingi pimpinan seorang pejabat Eselon 1, Direktur Jenderal. Beliau menghadiri sebuah event/forum internasional dihadiri investor asing yg diselenggarakan sebuah bank dengan jaringan internasional. Beliau "hanya" sebagai peserta. Sengaja kata hanya diberi tanda kutip, karena biasanya se-level Dirjen menjadi narasumber.

Dari beberapa kali menemani panitia menemui beliau, Pak Dirjen menganggap ini forum penting dan strategis. Jadi saya yakin alasan itulah yg mendorongnya hadir meski "hanya" sebagai peserta. Sejujurnya sih, saya belum pernah melihat Pak Dirjen "hanya" duduk diantara peserta forum, selain saat dampingi Menteri atau Pejabat Negara lain. Minimal kalau jadi peserta ya peserta aktif, bukan sebagai undangan biasa. Di sini, saya melihat kebesaran hati dan kejeliannya melihat prioritas. Hadirnya beliau diantara investor asing dan pembicara top dari dalam dan luar negeri akan membangun kepercayaan terhadap sektor kesehatan.

Pada saat coffee break setelah pembukaan, ternyata banyak peserta healthcare forum mendapat penjelasan lebih detil dari Pemerintah. Sebenarnya ini sudah direncanakan. Istilah panitia, one on one meeting (intimated meeting). Melihat tak ada staff teknis yang hadir pada forum itu, beliau langsung menuju ruangan yang yang sudah disediakan panitia.

Ternyata diruangan sudah banyak para peserta forum yang sebagian besar investor asing menunggu penjelasan detil. Pak Dirjen melayani satu per satu "tamu" yg ingin bertanya dan konsultasi. Seperti "penjaga stand" pameran yg melayani setiap pengunjungnya.

Pak Dirjen sendirian melayani tamu. Saya adalah humas yang notabene stafnya Dirjen. Sebenarnya masalah regulasi masih bisa meng-handle-nya. Tetapi saya dan juga ajudan hanya bisa membantu mempersilahkan tamu duduk dan meminta menunggu antrian. Kenapa demikian? Barangkali para tamu menganggap, buat apa ketemu stafnya kalau dengan bosnya pun bisa. Anda bisa bayangkan?

Kira-kira 2 jam, Pak Dirjen melayani dengan sabar "pengunjungnya". Kenapa sabar? Ya karena setiap tamu tidak dibatasi berapa lama konsultasi. Padahal saya tahu persis jadwal beliau hari itu padat sekali. Saya berbisik kepada ajudan, mestinya yang duduk melayani pertanyaan dan konsultasi peserta forum itu adalah saya. Atau staf lain yang menguasai. Hal ini seharusnya bisa dikerjakan level staf. Tetapi karena tak hadir staff teknis, Pak Dirjen yang harus turun tangan sendiri.

Disinilah kemudian saya ambil hikmahnya bahwa Pemimpin yg baik tidak saja harus mampu memberi arahan, instruksi dan keputusan tetapi juga mengerjakan dengan tuntas ketika bawahan tidak ada. Meskipun sebagai humas, saya mampu menanganinya tetapi Public Relations yang dicari adalah pemimpin tertinggi. Dan saya bersyukur mempunyai bos besar yang memberi teladan bagaimana menjadi PR yang baik.

Jadi, jangan pernah berkecil hati meskipun humas sebagai juru bicara rumah sakit tapi tak didengar. Karena suara sesungguhnya yang dinanti adalah Direktur. Nah, kalau Direkturnya tak juga tampil, berikan sarankan baik-baik. Ingatkan Direktur bagaimana menjadi Humas yang baik.

Jumat, 16 November 2012

, , , , , ,

Humas Hanya Kliping Koran ya?

Saya sudah bersiap berdiri dari kursi ketika datang tamu dari rumah sakit. Ia adalah pejabat humas dari sebuah rumah sakit khusus di Bogor. Dengan besar hati, saya beri pengertian si perut bersabar untuk menunda makan siangnya.

Eh, kenapa harus ditunda? Sekalian saja, saya ajak ke kantin sang tamu. Siang itu, kantin masih sangat ramai. Kami pun ambil duduk di pojok kantin dekat warung tongseng dan es kelapa muda. Agar mempermudah, ya sekalian menu makan siangnya; tongseng kambing plus es kelapa muda murni, tanpa gula. Cocok nggak ya?

Tanpa basa basi lagi, tamu saya yang pejabat humas tadi berkeluh kesah. Apalagi kalau tidak terkait kehumasan rumah sakitnya. Berat juga nih, begitu batin saya. Ditambah pesanan juga belum siap saji, makin kurang konsentrasi.

Dia curhat tentang unit humasnya yang tak diperhatikan. Dicuekin dan tak dianggap ada. Nggak penting lah. Ruangannya dipojok bangunan dekat tangga. Jangan tanya fasilitasnya deh. Pemenuhan sarana dan perlengkapan humas dilakukan jika unit lain sudah tak perlu pengadaan. Kalau belum rusak ya setelah alat kesehatan terbeli.

Itu belum seberapa. Staf humas ditempatkan orang-orang sisa. Kasarnya, pegawai yang tak dibutuhkan unit lain, alias "buangan". Secara masa kerja sudah senior, malah beberapa tinggal nunggu pensiun. Lupakan persepsi bahwa staf humas seperti public relations di kantor swasta yang maju. Muda, cantik, rapi dengan tutur kata yang enak didengar.

Tamu saya ini terus bercerita tanpa titik. Jangan-jangan dia sudah makan dulu ya, jadi energinya masih penuh. Dan saya berusaha fokus mendengar. Resiko jadi tempat curhat ya begini.

Sekarang bicara pekerjaan rutin. Humas rumah sakitnya tiap pagi kliping koran, itu kalau ada berita menyangkut rumah sakit. Kalau tidak ada, pegawai hanya baca saja. Tugas lain, menghadapi wartawan dan LSM agar bosnya bisa menghindar atau syukur-syukur bisa kabur. Dan tugas paling sengsara adalah menyodorkan wajah untuk disemprot pasien atau keluarga yang mengadukan pelayanan rumah sakit.

Ah, syukurlah dia berhenti sejenak curhatnya ketika pesanan akhirnya datang. Saya meminta dia terlebih dahulu menikmati makan siangnya sebelum melanjutkan curhat. Di depan saya sudah tersaji sepiring nasi putih hangat, semangkok tongseng kambing dan segelas besar air kelapa muda tanpa es tanpa gula. Lupakan dulu masalah, saatnya nikmati makan siang.

Sekitar 10 menitan, menu makan siang saya sudah ludes. Kantin makin ramai saja. Suara bersahutan dan semakin bising. Terpaksa saya harus menaikan volume agar terdengar oleh tamu pejabat humas di depan saya. Sebelum dia melanjutkan berkeluh kesah, saya putuskan mendahuluinya berbicara.

Saya awali dengan pertanyaan, pernahkah humas rumah sakit tamu saya ini menunjukan kinerja terbaiknya? Prestasi apa yang humas dapat sumbangsihkan bagi rumah sakit? Tamu saya diam sejenak. Mungkin ragu menjawab. Atau bisa jadi memang belum ada kinerja dan prestasinya.

Kemudian saya sambung dengan kalimat inspiratif ala motivator diberbagai media. Jangan mengiba belas kasihan orang lain untuk menghargai sebelum kita sendiri belum mampu tunjukan betapa berharganya kita. Jangan harap orang lain memahami pentingnya kita, sementara kita sendiri tak mengerti untuk apa kita ada.

Agar lebih konkrit, saya memberikan sedikit saran. Kliping koran yang telah dibuat agar dilanjutkan dengan telaah berupa analisa dan saran solusi. Selanjutnya, telaah itu disampaikan kepada pimpinan dan tembusan ke unit terkait. Ini penting, agar mendapatkan feedback dan tindaklanjut.

Saran kedua adalah kuesioner pelayanan untuk menampung pendapat publik dari pasien, keluarga atau pengunjung. Setelah data terkumpul, diolah, dianalisa dan feedback.

Cukup 2 itu saja dulu. Lakukan dengan konsisten. Baru kemudian memikirkan langkah selanjutnya yang lebih berat. Yaitu bagaimana seharusnya menempatkan kedudukan dan peran humas rumah sakit.

Tak terasa waktu istirahat hampir usai, kami pun bergegas kembali ke ruang kantor untuk segera kembali bekerja.

Selasa, 13 November 2012

Ucapan Selamat untuk rumah baru Anjari

Sebelumnya ayo tengok halaman about me yang tertera di blog anjaris.me ini. Kalimat di awali dengan “mulai ngeblog sejak tahun 2004”. Kalau sudah begitu lama, lantas kenapa blog ini justru baru mulai live terhitung tanggal 13 November 2012?


Memang ini faktanya! Nama Anjaris.me dipilih pria bernama lengkap Anjari Umarjianto ini sebagai rumah baru. Sebelumnya ia mungkin lebih dikenal sebagai eyang dalam komunitas blogdetik. Kala itu ia punya blog yang beralamatkan di anjari.blogdetik.com.


Setelah bertualang beberapa tahun di blogdetik, Anjari pernah memutuskan untuk menghidupkan domain sendiri. Nama yang dipilihnya waktu itu anjari.net. Sayangnya kesibukan yang menyita waktunya membuat blog tersebut sedikit terbengkalai. Hingga akhirnya nama domain tersebut berhasil dibeli orang lain dan dijual kembali dengan nilai tinggi.


Tapi toh bukan anjari namanya kalau betah meratap nasib karena nama blog dibeli orang. Ide di kepalanya pun berputar hingga memutuskan untuk mengambil url domain anjaris.me ini. Kenapa nama ini yang dipilih? Domain ini menyesuaikan dengan akun twitternya yang beralamat di @anjarisme.


Lantas kenapa sekarang? Alasannya berkaitan urusan personal. Karena di tanggal ini pula Anjari kecil lahir, alias ini adalah ulang tahun beliau.


So, posting ini merupakan ucapan selamat untuk dua hal. Pertama selamat ulang tahun dan kedua ucapan selamat menempati rumah baru. Semoga rumah baru ini bertahan dan terus konsisten untuk tetap up date.


Salam
Reza Gardino

Anjaris.me; Anjari Reborn

13 November, bayi anjari lahir. Tahun 2012 pada tanggal yang sama, anjaris.me lahir. Anjarisme is Anjari reborn.

Sejak Tahun 2008 belajar ngeblog dan menua di Blogdetik. Tahun 2004, sempat belajar menulis blog di BlogBoleh setelah klak klik di PhpNuke dan PostNuke.

Dengan percaya diri, Tahun 2011 mengibarkan bendera Anjari.net meski hanya setahun. Dengan akun-akun lain mematok blog di Blogspot, DagDigDug dan Kompasiana.

Dan mulai hari ini, anjaris.me menjadi dunia baru, sejarah baru anjari. Anjarisme is Anjari Reborn.