Jumat, 30 Oktober 2015

, , , , ,

Inspirasi dari Seorang Menteri

Apa ukuran keberhasilan seorang pemimpin organisasi/perusahaan? Sebagian besar kita pasti menjawab kinerja. Benar bukan? Kita terbiasa menentukan indikator kinerja (key performance indicator) pada setiap level organisasi.

Tetapi Pak Arief Yahya memberikan jawaban berbeda dari pertanyaan itu.
"Seorang Leader dikatakan berhasil bukan dari performance, tetapi proyeksi. Bagaimana ia mampu memberikan gambaran nyata dan meyakinkan tim atau pengikutnya apa yang akan dicapai organisasi".
Kurang lebih begitulah pernyataannya saat memberikan orasi di acara "Indonesia Public Relations Award" di Gedung Dewan Pers Jakarta (27/10). Saat mendengar itu, saya mendapatkan sesuatu yang beda. Selama ini, saya berpola pikir keberhasilan diukur dari kinerja.

Mengapa proyeksi lebih penting daripada kinerja? Menurut Menteri Pariwisata itu, karena Leader harus mampu memberikan inspirasi bagi tim atau pengikutnya. Peran inspirator inilah yang menggerakan kinerja organisasi dalam mencapai tujuan.

Pemimpin yang baik juga harus memiliki imaginasi, kata mantan Direktur Utama Pt Telkom Indonesia itu. Loh, maksudnya visi? Imaginasi! Bukan visi atau mimpi. Apa sih bedanya?

Menurut Pak Arief Yahya, istilah visi itu didasarkan pada indera pengelihatan. Seberapa jauh sih mata kita melihat suatu obyek? Artinya, dalam visi ada batasan. Sementara mimpi mampu melukiskan banyak gambaran tanpa batas. Tetapi mimpi terjadi ditengah ketidaksadaran alias saat tidur. Ketika sadar, kita tak bisa bermimpi. Untuk mendapatkan gambaran tanpa batas pada saat sadar, kita memiliki imaginasi. Yah, imaginasi merupakan kesadaran dan gambaran tanpa batas atas sesuatu yang kita ingin capai. Imaginasi inilah yang harus pemimpin sampaikan secara jelas kepada tim/organisasinya.

Pak Arief Yahya menutup orasi insiprasionalnya, bahwa untuk menjadi Leader yang sukses harus memiliki 3 hal yaitu IFA; imaginasi, fokus dan aksi.

Anda-kah Pemimpin Inspirasional itu?

Rabu, 28 Oktober 2015

, , , , , ,

CERITA PAGI DI HARI SUMPAH PEMUDA

"Kita mah bekerja bukan mengharapkan penghargaan tetapi kalau diberi ya kita terima," ujar Ridwan Kamil, salah satu penerima penghargaan Tokoh PR 2015 dari SPS Indonesia (27/10) di Jakarta.
Keren ya! Sebenarnya bukan hanya Kang Emil saja keren. Tetapi juga Ibu Murti Utami (Ibu Ami). Loh apa hubungannya Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemkes dan Walikota Bandung itu? 

Ohhh, ada! Seperti Ridwal Kamil, Ibu Murti Utami juga mendapat penghargaan Tokoh PR 2015.
Tokoh PR 2015 Pilihan SPS Indonesia diberikan kepada tokoh publik, lembaga publik atau tokoh PR yang memberikan inspirasi bagi organisasi dan publik secara umum. Selain Ibu Murti Utami dan Ridwan Kamil, SPS Indonesia menganugerahi Tokoh PR kepada Marsekal Bambang Sulistyo (Kepala Basarnas), Ganjar Prabowo (Gubernur Jateng), dan 2 Tokoh dari perusahaan swasta. Penghargaan disrrahkan oleh Menteri Pariwisata, Arief Yahya di Gedung Dewan Pers semalam.
Eh itu belum cukup. Perlu tahu juga, Kementerian Kesehatan juga mendapatkan penghargaan sebagai Pemenang Program PR Inspirasional kategori Pemerintah Pusat/Daerah. Program PR dimaksud adalah"Ramah Tamah Menkes dengan Netizen/Blogger" yang bertujuan membangun engagement Menkes dengan Netizen dan meredam isu "BPJS Haram" di media sosial pada Agustus 2015.

Selamat kepada Ibu Ami, Puskom dan jajaran Kemkes atas apresiasi dari kalangan Media untuk program kehumasan (PR). Patut disyukuri di "akhir hidup" Puskom Publik sebelum bermetamorfosis menjadi Biro Komunikasi sempat memahat prasasti.
Maju terus dengan semangat Sumpah Pemuda. Merdeka!

Sabtu, 24 Oktober 2015

, , ,

Menjadi Rumah Sakit Sadar Media Sosial

Setiap detik ada satu status Facebook berisi kata-kata "rumah sakit". Atau setiap 15 detik ada satu cuitan Twitter juga berisi kata-kata "rumah Sakit". Demikian kata Sumardy, CEO Onbee Research, sebuah perusahaannya riset marketing yang tiga tahun ini menggeluti "Indonesia Healthcare Most Reputable Brand" kerjasama dengan Majalah SWA.

Pesatnya laju media sosial menjalari pemakai ibarat gelombang ombak yang silih berganti mendebur pantai. Pemakai media sosial itu termasuk juga pasien, pegawai dan manajemen rumah sakit. Rumah sakit tak mampu menghentikan gelombang ombak media sosial itu, tetapi bisa belajar memanfaatkannya. Pemanfaatan media sosial dengan tujuan mempermudah komunikasi dengan pasien dan menambah revenue rumah sakit.

Sebagaimana suatu usaha jasa yang memerlukan pelanggan dalam aktifitas pemasaran, rumah sakit semestinya berada di lingkungan dimana pasien berada. Jika saat ini rumah sakit anda masih asing dengan media sosial, tak ada rugi mengakrabi. Jika masih bingung memanfaatkan, saatnya rumah sakit belajar menyeriusi. Sebelum rumah sakit anda benar-benar ketinggalan jaman dan kehilangan pasar.

Tapi ingat, media sosial tak akan pernah menggantikan komunikasi nyata yang lebih manusiawi. Media sosial tak akan menggantikan aktifitas pemasaran alami. Intinya, manfaatkan bukan menggantikannya dengan media sosial.

Jumat, 09 Oktober 2015

, , , , ,

BELAJAR DARI BENCANA KABUT ASAP

Dampak yang paling nyata dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) adalah asap. Bukan apinya yang menyebabkan masalah kesehatan, tapi hasil kebakarannya yg menimbulkan efek, terutama kesehatan. Sehingga tentu saja untuk menghilangkan efeknya, sumber utamanya harus ditangani. Bagaimana jika apinya sulit dipadamkan hingga memberi dampak yang berlarut? Maka kita akan disibukkan oleh dampak dari hasil karhutla seperti yang kita lihat sekarang.

Berdasarkan hasil assessment, banyak partikel beracun yang terkandung dalam asap. Kita tidak akan membahas hal itu disini. Namun yang membuatnya lebih parah adalah luas dan lamanya kejadian asap tersebut. Dan yang membuat semuanya menjadi bencana adalah ketika kondisi asap yang sangat buruk bertemu dengan kerentanan atau masyarakat yang terdampak.
Penanganan tingkat pencemaran udara saat ini masih terus dilakukan oleh sektor terkait. Mungkin sudah maksimal, namun apa daya api tetap membara.
Hal yang perlu diperhatikan adalah pekatnya polutan dan waktu paparan. Solusi yang terbaik tentu saja menghindari kontak dengan asap dan atau mengurangi waktu paparan dengan asap. Caranya dengan mengurangi aktifitas diluar ruangan, bahkan tidak sama sekali jika polutannya sangat pekat.
Masker, apapun jenisnya, bukan jalan terbaik menangani dampak asap. Menggunakan masker saat menerobos asap yang pekat sama dengan menggunakan sepatu bot saat banjir yang ketinggian airnya lebih dari setengah meter.
Jalan yang terbaik adalah mengurangi aktifitas diluar rumah. Dengan begitu paparan kita dengan polutan tidak terjadi atau waktu paparannya dapat direduksi. Promosi kesehatan adalah jalan terbaik untuk kondisi saat ini. Menganjurkan orang agar tidak beraktifitas diluar ruangan pada tingkat pencemaran yang sangat berbahya. Jika terpaksa harus berada diluar ruangan, gunakan masker dan mengurangi waktu bekerja diluar ruangan.
Promosi kesehatan mestinya lebih digencarkan daripada pembagian masker. Banyak media yang bisa digunakan, lewat leaflet, poster, medsos, radio, televisi dan lain-lain. Promosi ini tidak hanya kepada masyarakat tapi juga disampaikan ke semua sektor. Terkait atau tidak.
Misalnya, sektor kesehatan memberikan rekomendasi untuk mengurangi atau meniadakan aktifitas diluar ruangan berdasarkan nilai ISPU. Berdasarkan informasi ini, dinas pendidikan kemudian dapat mengeluarkan aturan meliburkan anak sekolah dan memberikan penugasan kepada siswa utk belajar dirumah. Bahkan televisi lokal dapat menayangkan program edukasi selama siswa berada di rumah. Dinas pendidikan pun sudah memiliki protap sesuai kondisi darurat asap. Begitu juga dengan pegawai. Bagi yang terpaksa berada diluar ruangan seperti polisi atau damkar yang memadamkan api, selain dilengkapi masker, waktu bekerjanya dikurangi dengan menggunakan metode shift, misalnya setiap 2 jam petugasnya diganti.
Hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah dampak pencemaran terhadap dewasa sehat, kelompok rentan dan orang dengan penyakit pernapasan kronis. Tingkat kepekatan polutan mempengaruhi tindakan promotif pada ketiga kelompok ini. Pada kondisi udara yang sangat tidak sehat, bagi kelompok dewasa sehat, anjurannya adalah mengurangi aktifitas diluar ruangan. Bagi kelompok rentan anjurannya adalah menghindari aktifitas diluar ruangan. Namun bagi yang berpenyakit kronis, dengan kondisi udara yang sama, anjurannya adalah tidak beraktifitas sama sekali diluar ruangan. Membolehkan kelompok ini berada diluar ruangan dengan menggunakan masker tentu tidak tepat.
Ada satu pembelajaran menarik dalam bencana karhutla ini bagi penanganan bencana keseluruhan. Jika pada bencana dengan bahaya yang telah menimbulkan jatuhnya korban, terapi utamanya adalah kuratif dan rehabilitatif. Pada bahaya yang mengancam kesehatan masyarakat (seperti asap, banjir dan erupsi ringan gunung api), terapi yang paling tepat adalah promotif dan preventif.
Semoga bencana kabut asap ini segera berlalu. Ayo Indonesia#MelawanAsap.