Tampilkan postingan dengan label kemkes. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kemkes. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Januari 2014

, , , , , ,

Kenapa anggaran Kemenkes Tahun 2014 Diblokir, Masalah Teknis ataukah Politis?

Sejak 1 Januari 2014, suasana kantor Kementerian Kesehatan di setiap pagi hari terasa berbeda. Mayoritas pegawai sudah hadir dan siap bekerja sebelum jam 7.30 wib. Tunjangan Kinerja telah mendorong secara signifikan kehadiran tepat waktu PNS Kemenkes.

Namun perubahan besar budaya kerja dalam hal disiplin waktu itu tidak disertai meningkatnya aktivitas kantor. Sebaliknya, pegawai Kemenkes hanya berkutat pada tugas dan pekerjaan rutin sehari-hari. Tak ada kesibukan berarti. Kegiatan besar yang semestinya berdaya ungkit tinggi terhadap pencapaian program pembangunan kesehatan ternyata malah mandeg. Tanggung jawab Kemenkes dalam hal penyusunan kebijakan dan norma standar, pembinaan, bimbingan teknis dan pelaksanaan kegiatan berskala nasional nyaris terhenti. Usut punya usut, ternyata anggaran Kementerian Kesehatan tahun 2014 selain gaji telah dibintang (blokir). DPR belum menyetujui pencairan anggaran Kemenkes tahun 2014 dengan alasan kurang data dukung.

Berdasarkan bocoran dari sumber terpercaya, penyebab blokir keseluruhan anggaran Kemenkes tahun 2014 adalah anggaran tugas pembantuan. Belum adanya kesepahaman pada anggaran upaya kesehatan dasar dan rujukan dalam bentuk Tugas Pembantuan antara anggota DPR dengan Kemenkes. Pertanyaannya, apakah benar Kemenkes tidak menyediakan data dukung sehingga DPR belum "merontokkan tanda bintang" anggaran?

Dalam kurun waktu 3 tahun belakangan ini, Kemenkes (Ditjen Bina Upaya Kesehatan) telah menerapkan perencanaan elektronik (e-planning) dalam usulan anggaran tugas pembantuan dan dana dekonsentrasi pada upaya kesehatan dasar dan rujukan. Dengan E-planning, setiap Provinsi melakukan usulan anggaran dari Kabupaten/Kotamadya di wilayahnya secara online kepada Kementerian Kesehatan. Tanpa usulan Provinsi melalui e-planning, maka Kabupaten/Kota tidak akan mendapatkan alokasi anggaran tugas pembantuan berupa peralatan dan sarana prasana yang telah ditentukan seperti PONED, PONEK, gawat darurat dan ketersediaan fasilitas pelayanan kelas 3. E-planning ini terbukti meningkatkan efisiensi, efektifitas dan transparansi perencanaan anggaran. Bahkan mekanisme e-planning bisa meminimalisir intervensi politik dan tekanan tangan-tangan Senayan. Diakui atau tidak, mekanisme e-planning membuat gerah politisi Senayan karena memperkecil gerak politik anggaran dan jatah kue sektor kesehatan di daerah.

Tahun 2014 adalah tahun politik. Inilah saatnya menumpuk logistik menyongsong pemilihan umum. Sebagian besar anggota DPR yang saat ini duduk di Senayan kembali mencalonkan diri sebagai legislator. Kemanakah mereka mencari bekal kampanye? Apakah cukup dari gaji dan aneka macam tunjangan yang beratus juta itu? Tentu tidak. Para anggota DPR yang mencaleg kembali itu membutuhkan sumber potensial memperbesar logistik pemilu. Dan APBN adalah kue yang legit nan menggiurkan untuk dicuil-cuil sebagai bekal mencaleg lagi. Banyak modus pengumpulan logistik pemilu melalui APBN, diantaranya komisi (jatah) dari pengadaan barang jasa yang bersumber dari anggaran tugas pembantuan. Para anggota DPR itu akan "berjuang", lebih tepatnya ngotot, agar daerah pemilihannya mendapatkan porsi anggaran tugas pembantuan termasuk bidang upaya kesehatan. Semakin besar anggaran yang didapat daerah, tentu semakin besar pula potensi komisi (jatah preman) yang diperoleh. Selain tentunya, oknum DPR tersebut akan berkoar-koar sebagai pahlawan yang berjasa menggelontorkan anggaran ke daerah tersebut.

Seminggu pada Tahun 2014 ini telah berlalu, namun anggaran Kemenkes belum dapat dicairkan alias di blokir. Dengan sistem e-planning yang sudah berjalan baik selama 3 tahun ini, apakah benar ini disebabkan semata-mata alasan teknis kurangnya data dukung? Ataukah blokir anggaran ini disebabkan oleh modus politik demi logistik pemilu? Anda pasti sudah punya jawabannya.

Minggu, 17 November 2013

, , , , , , ,

Memahami Pernyataan Menkes, “Kalau Mogok, Kalian (Dokter) akan Saya Bunuh Pelan-Pelan”

Saya telusuri latar dan jalan cerita, kemudian mencoba merangkaikan untukj dikisahkan secara utuh tentang dokter, mogok, menkes dan bunuh pelan-pelan. Sebenarnya ceritanya biasa saja, hanya seakan-akan heboh. Dan dibentur-benturkan agar terasa nyaring dan riuh antara Menkes dan Dokter. Dikaitkan pula dengan (konon) pernyataan Menkes "Kalau mogok, kalian (dokter) akan saya bunuh pelan-pelan". Terkesan kasar dan seram ya?

Suasana menjadi semakin dramatis, karena dikaitkan dengan aksi keprihatinan dokter di Menado yang menyatakan tutup pelayanan obgyn selama 3 hari. Aksi keprihatinan ini dibumbui dengan ajakan agar dokter mogok sebagai bentuk kampanye "stop kriminalisasi dokter". Maka ceritanya jadi seru. Pertanyaannya, adakah kaitan langsung masing-masing keyword: “dokter”, “mogok”, “menkes”, dan “bunuh pelan-pelan” ini? Apakah ini satu rangkaian cerita?

Berdasar penelusuran saya, pernyataan dan kejadiannya pada waktu, tempat dan konteks yang berbeda. Tidak terkait langsung. Tidak sebab akibat. Adalah sebuah opini dr Ario Djatmiko di Jawa Pos "Demo Pilihan pahit bagi dokter" yg menyoroti aksi demo pada hari dokter. Saya telusuri latar dan jalan cerita, kemudian mencoba merangkaikan untuk dikisahkan secara utuh tentang dokter, mogok, menkes & bunuh pelan-pelan.

Menurut saya opininya bagus, menyoal demo dalam hal dokter sebagai profesi atau pekerja. Itulah yg oleh penulis disebut pilihan pahit. Dalam penutup opini yg mengulas demo dokter, penulis mengutip (konon) pernyataan Menkes di forum Rembug IDI 26 Agustus 2013 sekitar 3 bulan lalu.

Dalam persepsi saya, ditengah kebimbangan "demo bagi dokter itu pilihan pahit" penulis ingin mengkontraskan dengan pernyataan Menkes sekitar 3 bulan lalu. Dalam forum IDI itu konon Menkes berkata "Kalau mogok, kalian akan saya bunuh pelan-pelan". Tapi blm jelas konteksnya Menkes bilang itu.

Forum Urun Rembug Nasional IDI tanggal 26-28 Agustus 2013 adalah event besar dan pastinya tak luput publikasi termasuk dari media massa/pers. Namun pada acara sebesar itu dan pernyataan sebombastis itu, saya kesulitan menemukan link beritanya. Berbeda dengan pernyataan Menkes pada Hari Kesehatan Nasional (HKN) tanggal 15 November 2013 kemarin. Pada HKN kemarin Menkes bercanda "Mau cek kesehatan keluar negeri? Saya tembak pelan-pelan nanti. Cek saja di rumah sakit Indonesia," Pernyataan itu dengan mudah kita temukan di media massa dan media sosial. Tapi tidak pada "dokter mogok dibunuh pelan2". Ini nggak lazim.

Opini dr Ario Djatmiko itu ditulis tgl 15 Nov 2013, 2 hari lalu. Disaat yang hampir sama, muncul gerakan aksi keprihatinan dokter di Menado. Ada pengumuman bahwa praktek dokter kebidanan di Sulut & Manado tutup tanggal 18-20 November (3 hari) sebagai aksi keprihatinan. Sepertinya ada momentum antara opini di Jawa Pos, rencana tutup praktek dokter obgyn, ajakan mogok dan pernyataan menkes. Opini pun liar.

Ada kesan bahwa rencana tutupnya layanan obgyn di menado, dianggap sebagai seruan mogok dokter yang oleh Menkes akan dibunuh pelan-pelan. Rencana tutupnya praktek dokter obgyn sebagai bentuk aksi keprihatinan terhadap 3 dokter kandungan yg dinyatakan bersalah melakukan malpraktik. Sebagai bentuk solidaritas, aksi keprihatinan dokter obgyn terhadap sejawatnya dapat dimengerti. Tapi bisa jadi momentum ini digunakan utk tujuan lain.

Opini berkembang bahwa aksi keprihatinan ini sebagai bentuk mogok dokter utk "stop kriminalisasi dokter". Dan opini ini terus bergulir liar. Kampanye "stop kriminalisasi dokter" atau apapun bentuk kriminalisasi terhadap profesi/pekerjaan lain memang harus dihentikan. Stop!. Pertanyaannya apakah bentuk kampanye "stop kriminalisasi dokter" itu harus dengan Mogok? Disinilah titik singgungnya dengan pernyataan Menkes.

Ketika bicara dokter mogok, opini beralih pada (konon) pernyataan Menkes sekitar 3 bulan lalu di forum IDI "jika dokter mogok, dibunuh pelan-pelan". Dan isu pun berganti, dari "stop kriminalisasi dokter" menjadi seakan-akan Menkes akan bunuh pelan-pelan jika dokter mogok. Liar deh jadinya. Jadi dari rangkaian waktu, pernyataan dan kejadian itu beda tempat waktu dan konteks yg tidak saling terkait.

Mari cerita Menkes dan Dokter ini kita lihat dari sisi yg berbeda terhadap pernyataan Menkes pada forum rembug nasional IDI itu. Anggaplah benar Menkes mengatakan "Kalau mogok, kalian (dokter) akan saya bunuh pelan-pelan". Kira-kira apa ya maksud Menkes? Apakah Menkes akan bunuh pelan-pelan dokter mogok, sebagaimana makna bunuh sebenarnya? Ataukah becanda? Konteksnya apa ya saat itu?

Saya sepakat bhw semestinya pejabat publik yang harus memahami publik, bukan sebaliknya masyarakat yg harus mengerti pejabatnya. Namun demikian, tidakkah publik apalagi masyarakat dokter, tidak bertanya, dlm konteks apa Menkes bicara seperti itu? Pantaskah forumnya?

Saya coba gambarkan hubungan dokter dan Menkes seperti ikatan keluarga dalam sebuah bangunan rumah tangga. Terserah siapa ibu anaknya. Ketika itu Menkes bicara diantara para dokter sebagai sebuah keluarga dalam rumah bernama forum rembug nasional Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dalam keluarga, ada tawa, obrolan, candaan, sindiran, marah, kata-kata lembut bahkan bisa jadi kata-kata kasar. Itu terjadi di dalam rumah. Ada kalanya Ibu marah dengan keras, membentak bahkan memukul anaknya, untuk mendidik mana yg boleh dan tidak dilakukan. Itu di dalam rumah. Sekali lagi, sekasar apapun ucapan entah serius atau becanda, dilakukan seorang ibu kepada anaknya, cukup terjadi di dalam rumah itu.

Bisa jadi Menkes bicara "Kalau mogok, kalian akan saya bunuh pelan-pelan" bentuk didikan keras terhadap keluarga di dalam rumah kesehatan. Namun ternyata anggota keluarga ini tak terima, sehingga keluar rumah dan teriak-teriak "menkes bunuh pelan2 dokter mogok". Se-kampung tahu. Itu dari analogi keluarga dan rumah tangga.

Sekarang kita komparasi 2 pernyataan Menkes yang mirip antara di forum IDI dan HKN. "Mau cek kesehatan keluar negeri? Saya tembak pelan-pelan nanti. Cek saja di rumah sakit Indonesia," canda Menkes disambut tepuk tangan. Pernyataan Menkes di HKN tanggal 15 November 2013 ini mirip dengan tanggal 26 Agustus 2013 di forum IDi kan? Apakah ini menjadikan pasien penduduk Indonesia jadi heboh? Atau apakah penduduk Indonesia yang suka berobat ke luar negeri yangg saatu itu kebetulan hadir dan yang tidak hadir pada acacara HKN itu protes? Mogok? Mengecam?

Sudah 2 hari pernyataan Menkes itu, beritanya pun mudah sekali ditemukan. Rekaman ada. Tapi damai-damai saja. Itu karena Publik mengerti konteksnya. Publik mengerti bahwa konteks pernyataan Menkes ada;aj mengajak penduduk Indonesia yg selama ini berobat ke luar negeri, datanglah ke RS dalam negeri. Itu saja.

Ada yang menyesalkan pilihan bahasa yang digunakan Menkes. Kasar dan tidak simpati. Boleh jadi itu benar. Tapi menurut saya itu gaya canda. Bagi sebagian orang gaya canda dan bicara mungkin kasar, tapi sebagian lain masih dianggap wajar. Tergantung waktu, tempat & konteks.

Kembali pada pokok persoalan, dalam kehebohan ini beberapa hal yg harus dipisahkan. Pertama tentang aksi keprihatinan terhadap 3 dokter obgyn. PB IDI serukan "Doa Keprihatinan Profesi Dokter” yang dilakukan secara serentak di tempat kerja masing-masing pada Senin,18 November 2013 pukul 08:00.

Terhadap kasus hukum 3 dokter obgyn di Menado, Ketua Umum IDI, dr Zainal Abidin, mengirim sms ke Menkes agar turut membantu sejawat dokter di Manado. Berdasarkan seruan induk organisasi resmi dan satu-satunya dokter Indonesia, IDI, maka dokter tidak mogok. Aksi keprihatinan berupa doa. Ketua IDI menyatakan juga bahwa Menkes RI Ibu Nafsiah sudah membalas sms Ketum PB IDI, jawab Menkes bahwa sudah menghubungi Jaksa Agung agar ada jalan keluar bagi 3 dokter yang ditahan.

Terkait dengan "stop kriminalisasi dokter", kita semua, tidak hanya dokter, pasti tidak setuju kriminalisasi dalam segala bentuk dan siapapun. Hati-hati menyebut kriminalisasi dokter. Tidak serta merta seorang dokter yang dipidana karena kesalahannya bisa disebut kriminalisasi dokter. Ada pe-er besar bagi sejawat dokter untuk jelaskan kepada pasien apa itu risiko medis, kejadian tak diharapkan, informed concern dan lain-lain. Ada tugas besar sejawat dokter untuk memahamkan pasien apa itu konsep hukum ispanning verbitenis, sehingga bisa menghindarkan kriminalisasi dokter.

Yang terakhir tentang mogok. Mari cermati betul tulisan opini dr ario djatmiko di Jawa Pos itu dengan baik-baik. Pantaskah dokter mogok? Silahkan sejawat dokter mendefinisikan sendiri dokter itu sebagai profesi atau pekerja. Dokter sebagai pengabdian atau sarana pendapatan. Silahkan para dokter menilai sendiri dulu apakah baik dan benar jika dokter melakukan mogok kerja seperti buruh pabrik?

Terima kasih. Mohon maaf kepada para dokter yang tidak berkenan.

Minggu, 29 September 2013

, , , , , , , , , , , , , ,

Tahun 2013, Kementerian Kesehatan Raih 6 Penghargaan

Apa yang terlintas pertama kali jika ditanyakan pendapat anda tentang Kementerian Kesehatan?

Setiap orang mempunyai persepsi berbeda terhadap Kementerian Kesehatan.  Namun bisa juga masyarakat memiliki opini yang sama terhadap Kemenkes. Persepsi buruk atau opini positif pada setiap orang biasanya didasarkan pada pengalaman pribadi berinteraksi dan terdampak langsung kebijakan Kemenkes. Persepsi dan opini juga sangat terpengaruh oleh pemberitaan media massa dan media sosial terhadap kasus tertentu.

Jamkesmas, atau pelayanan rumah sakit misalnya. Tak lepas dari faktor pengaruh baik dan buruknya persepsi terhadap Kementerian Kesehatan. Jika berbicara persepsi atau opini publik (masyarakat), tahukah anda bahwa pada tahun 2013 ini Kementerian Kesehatan telah  mendapatkan 6 penghargaan terkait pelayanan publik. Penghargaan ini sebagai representasi pengakuan publik melalui lembaga/badan yang kredibilitas dan kapasitasnya terpercaya.

Inilah 6 penghargaan yang didapatkan Kementerian Kesehatan sepanjang tahun 2013 yaitu:

1/ Rapor Hijau Kepatuhan terhadap Undang-Undang Pelayanan Publik dari Ombudsman RI

Pada Bulan Juli, Ombudsman RI (ORI) melakukan observasi terkait penyelenggaraan pelayanan publik khususnya pelayanan perizinan. Observasi itu dilakukan oleh tim Ombudsman selama tiga bulan, mulai Maret hingga Mei 2013 dengan didasarkan standar pelayanan publik menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Berdasar penilaian Ombudsman, Kementerian Kesehatan berada di zona aman atau berada di zona hijau karena tingkat kepatuhan dalam pelaksanaan undang-undang tentang pelayanan publik sangat tinggi. Selain Kemenkes, 3 Kementerian juga mendapat rapor hijau dari Ombudsman yaitu Kementerian ESDM, Kemendag dan Kemenperin. Sementara itu 9 Kementerian mendapat rapor kuning dan rapor merah untuk 5 Kementerian.

Ombudsman menggunakan variabel penilaian mencakup standar pelayanan, maklumat pelayanan, sistem informasi pelayanan publik, sumber daya manusia dan unit pengaduan. Selain itu, sarana bagi pengguna layanan berkebutuhan khusus, visi, misi dan motto, sertifikat ISO, atribut dan sistem pelananan terpadu.

2/ Instansi Integritas Tinggi berdasarkan Survei Integritas Sektor Publik Komisi Pemberantasan Korupsi

Kementerian Kesehatan termasuk dalam besar Kementerian/Lembaga dengan skor tertinggi pada survei sektor publik yang dilakukan KPK pada Tahun 2013. Survei Integritas Sektor Publik dilakukan dengan menggabungkan dua unsur, yakni pengalaman integritas yang merefleksikan pengalaman responden terhadap tingkat korupsi yang dialaminya; dan potensi integritas yang merefleksikan faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan terjadinya korupsi.

Setiap tahun sejak Tahun 2011 hingga Tahun 2013, Kementerian Kesehatan berhasil masuk 5 besar instansi dengan skor tertinggi dalam penilaian integritas KPK. Setiap tahun KPK melakukan survei integritas terhadap tak kurang dari 80 instansi pusat dan daerah.

Tahun 2011, skor tertinggi survei integritas KPK yaitu BKPM, Kementerian Kesehatan, PT. Jamsostek, Kemenperin, PT. Pelindo II (Pesero). Pada tahun 2012 yaitu PT. Jamsostek, Kemendikbud, BKPM, BPOM, Kementerian Kesehatan. Dan pada tahun 2013 yaitu Kemdikbud, PT.Jamsostek, PT.Angkasa Pura II, BKPN dan Kementerian Kesehatan.

3/ Instansi dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Tahun 2013 ini, Kementerian Kesehatan berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelasan (WTP-PP) atas laporan keuanganya tahun 2012 berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penilaian WTP diberikan BPK terhadap instansi yang mampu mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Pencapaian opini WTP bagi Kementerian Kesehatan bukanlah sesuatu yang mudah. Perlu upaya sungguh-sungguh dan terus menerus. Selama dua tahun berturut-turut yaitu pada 2009 dan 2010, BPK memberikan Opini Disclaimer terhadap laporan keuangan Kementerian Kesehatan. Berbagai upaya perbaikan pengelolaan keuangan negara yang telah dilakukan memberikan hasil nyata, sehingga BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada 2011. Dan akhirnya, tahun 2013 kerja keras dan perbaikan Kemenkes dapat memperoleh opini WTP atas laporan keuangan oleh BPK.

4/The Most Prefered Policy of Public Institution.
5/ The Most Valuable Policy of Public Institution.
6/ The Most Trusted Public Institution.


Ketiga penghargaan diperoleh Kementerian Kesehatan dalam Indonesia Brand Champion Award 2013. Tidak tanggung-tanggung, Kementerian Kesehatan menyabet 3 predikat Platinum Brand untuk kategori "ministry".

Indonesia Brand Champion Award merupakan penghargaan yang diberikan berdasarkan berdasarkan survei publik dengan indikator awareness, image, likeability, dan usefulness oleh MarkPlus Insight dan majalah Marketeers. Penghargaan untuk kategori Layanan Publik diberikan sebagai apresiasi terhadap instansi publik yang telah memberikan pelayanan dan kebijakan terbaik bagi masyarakat selama satu tahun terakhir.

Markplus Insight dan Marketeers secara acak melakukan survei kepada masyarakat umum (diluar kalangan pemerintahan, BUMN dan anggota POLRI/TNI) yang melakukan pengurusan, menerima maupun melakukan transaksi layanan publik yang disediakan di instansi bersangkutan.

Apresiasi masyarakat melalui  Indonesia Brand Champion Award 2013 ini membuktikan  bahwa Kementerian Kesehatan merupakan instansi publik yang memiliki kebijakan paling disukai, kebijakan yang paling bernilai sekaligus instansi publik yang paling dipercaya oleh masyarakat.

Itulah 6 penghargaan untuk Kementerian Kesehatan yang diperoleh sepanjang tahun 2013. Bagaimana menurut anda?