Tampilkan postingan dengan label humas rs. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label humas rs. Tampilkan semua postingan

Kamis, 19 Desember 2013

, , , , , , ,

Kenapa Rumah Sakit Perlu Manajemen Krisis Komunikasi?

Manajemen krisis komunikasi, keren ya! Istilah dengan embel-embel "manajemen" mengesankan berat, ribet dan tentunya membosankan. Lupakan definisi, pengertian dan konsep yang membosankan itu. Kita mulai dari sudut pandang lain, sisi kebutuhan kita. Perlukah manajemen krisis komunikasi bagi rumah sakit kita?

Sejenak mari kita mengingat suatu kejadian yang heboh dan menjadi pemberitaan nasional pada awal bulan Februari tahun ini. Secara masif beredar kabar melalui media massa dan media sosial bahwa 9 Rumah Sakit menolak pasien yang berakibat meninggal dunia bayi Dera. RS Zahirah, RS Fatmawati, RSCM, RS Harapan Kita, RS Tria Dipa, RS Asri, RS Budi Asih, RS Harapan Bunda, dan RS Pertamina.

Awal mula, RS Zahirah menangani prosea kelahiran bayi kembar, Dera dan Dara. Kedua bayi itu lahir prematur dengan berat sekitar 1 kg. Dera mengalami gangguan bawaan pada organ pernafasan sehingga membutuhkan perawatan di Neonatal Intersive Care Unit (NICU). Rumah sakit tidak lagi mampu melakukan perawatan si kembar karena tidak memiliki fasilitas NICU. Sesuai prosedur, pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang memiliki fasilitas yang memadai. Kesembilan RS tersebut merupakan rumah sakit yang sempat didatangi atau dimintai informasi ketersediaan NICU oleh orang tua atau kerabat pasien. Kesembilan RS tersebut tidak pernah menduga bahwa apa yang dilakukannya menjadi pemberitaan besar-besaran. Tidak ada niat menolak apalagi menelantarkan pasien.

Sembilan RS berkomentar tidak mau dikatakan menolak pasien. Namun semua tidak melakukan apa-apa. Ada yang diam, karena memang tak mengerti apa yang harus dilakukan. Ada RS yang ingin bertindak, tetapi tak tahu bagaimana mesti dilakukan. Tersirat kekhawatiran, jangan-jangan malah salah bertindak dan berdampak lebih besar. Akhirnya RS tak peduli, seakan tidak terjadi apa-apa.

Dalam kebingungan dan ketidakpedulian RS, opini pasien dan keluarga, publik dan masyarakat luas seakan menemukan pembenaran bahwa orang miskin tidak akan mendapatkan pelayanan baik dari Rumah Sakit. Tak terbantahkan, disaat itulah citra dan reputasi rumah sakit pun seketika anjlok. Krisis komunikasi rumah sakit pun terjadi. Pertanyaannya, apa yang mesti kita lakukan jika Rumah Sakit kita dalam kondisi yang sama seperti 9 RS tersebut? Krisis komunikasi di Rumah Sakit bisa terjadi kapan saja, siapkah RS kita menghadapinya?

Siap tidaknya Rumah Sakit kita menghadapi krisis komunikasi dapat tercermin dari bagaimana pemahaman pentingnya humas (public relations) bagi rumah sakit. Keduanya terkait erat dengan komunikasi dan persepsi. Bahkan manajemen krisis komunikasi menjadi lingkup tugas kehumasan.

Mari kita punguti persepsi yang muncul di lingkungan rumah sakit sendiri. Sudah menjadi pandangan umum bahwa pasien akan tetap datang ke rumah sakit sebab setiap orang sakit. Rumah sakit tak butuh humas dan pemasaran sebab pasien sudah membludak. Buat apa peduli opini publik, toh pasien selalu mencari dokter yang bagus. Tak perlu kita capek-capek, berita di media akan timbul tenggelam, isu satu ditimpa isu lain. Dan banyak lagi asumsi dan pandangan semacam itu yang dianggap kebiasaan. Tidak heran, jika Rumah Sakit merasa abai di saat mengalami krisis komunikasi disebabkan pemberitaan dan opini publik.

Dalam beberapa literatur dapat kita baca bahwa kegagalan menghadapi krisis komunikasi oleh suatu organisasi, termasuk rumah sakit, disebabkan oleh: (1) ketidaktahuan apa yang harus dilakukan; (2) merasa terlalu besar hingga menganggap tahan terhadap krisis; (3) denial, yaitu perasaan bahwa kita tidak akan terkena krisis; dan (4) tidak peduli terhadap krisis.

Setiap rumah sakit dibangun dengan rencana bisnis dari masa tumbuh, bertahan hidup, mengambil laba dan pengembangan/ekspansi. Proses pelaksanaan rencana bisnis itu memerlukan rentang waktu panjang. Untuk mencapai target rencana bisnis, rumah sakit harus menjalankan manajemen korporasi dan manajemen klinis yang baik. Direktur RS sebagian manajeman puncak harus menjamin ketersediaan sumber daya dan infrastruktur yang kuat. Dalam hal ini, public relations merupakan fungsi manajemen, sumber daya dan infrastruktur yang harus dibangun sebagai sebuah bisnis proses. Itu semua tidak bisa terbangun secara instan dan waktu yang relatif singkat. Dalam menapaki rencana bisnis dari masa tumbuh hingga ekspansi, perlu dilakukan manajemen strategi public relations.

Rumah Sakit seperti perusahaan lainnya mengalami pasang surut. Jika tak dikelola dengan baik bisa bangkrut. Rumah sakit dengan branding, citra dan reputasi baik akan menyelamatkan masa suram itu. Bahkan saat ini, brand dan reputasi bagus memiliki harga tersendiri. Ada yang berdalih bahwa RS Pemerintah tidak akan bangkrut dan tutup. Permasalahannya, kita memilih menjadi RS dengan kondisi sehat, maju dan reputasi baik ataukah RS yang asal jalan atau malah sakit?

Tak ada orang yang mampu memastikan terjadinya krisis komunikasi organisasi. Ketika krisis itu tiba, citra dan reputasi dipertaruhkan. Bisa jadi krisis semalam menghancurkan bisnis rumah sakit yang kita bangun tahunan. Sementara itu kita sadar bahwa sumberdaya dan infrastruktur reputasi tidak mudah, tidak cepat dan tidak murah. Kata orang mempertahankan lebih sulit daripada membangun. Itu benar. Bahkan dalam manajemen reputasi, memperbaiki citra buruk atau membangun kembali puing-puing reputasi yang terlanjur runtuh jauh lebih sulit lagi.

Jadi, apakah rumah sakit kita akan menunggu rusaknya citra dan reputasi untuk sadarkan pentingnya manajemen krisis komunikasi? Pilihan ada ditangan anda sendiri.

Selasa, 20 November 2012

, , , , , , , , ,

Maukah Humas Dipecundangi Twitter?

Saya sedang asik meng-chirpstory kicauan bersambung di twitter tentang iklan klinik tongfang yang menyesatkan. Tiba-tiba sudut mata saya menangkap judul kultwit, begitu istilah keren twit bersambung, yang mengangkat keburukan sebuah rumah sakit. Saya sangat kenal nama rumah sakit itu.

Tak menunggu menit berganti, saya mengarahkan kursor mouse, dan klik! Terpampang lebih dari 50 twit yang membeberkan banyak "dugaan" kebobrokan rumah sakit di bandung itu. Copy, Save dan Print, itu langkah saya selanjutnya. Tanpa babibu lagi, saya telepon direkturnya untuk mengabarkan hal ini. Beliau minta diemail sekalian.

Kicauan di twitter ini membeberkan begitu gamblang nama orang, tempat kejadian dan obyeknya. Dan yg "dibongkar" pun juga macam-macam. Si pemilik akun juga mengancam akan menggali lebih dalam borok rumah sakit. Oleh karena dirasa hal ini sangat potensial merusak citra dan reputasi rumah sakit, maka saya sarankan kepada Direktur agar segera ditangani dengan baik.

Sementara saya pun juga coba menyelidiki akun twitter bergambar profil perempuan seksi ini. Ternyata akun psudonim, samaran. Melihat profilnya, akunnya baru belum lama dibuat. Jumlah twitnya masih sedikit. Dan menariknya, akun ini juga follower dari @triomacan2000 yang terkenal karena sering "membuka" aib seseorang/institusi. Biasanya kasus korupsi. Beberapa minggu sebelumnya akun @triomacan2000 juga melakukan kulwit nyaris seminggu mengeluhkan buruknya pelayanan rumah sakit Indonesia. Meskipun sangat menggeneralisir dan memsimplifikasi persoalan. Bisa jadi, akun pembeber keburukan rumah sakit di bandung ini terinspirasi oleh TM2000 tersebut.

Sedang asik menjadi "detektif", wakil direktur rumah sakit telepon saya. Mungkin diinstruksikan oleh Direkturnya. Dan lagi, minta dikirim via email. Done. Tapi tak berapa lama, manajer humasnya juga telepon. Tanpa diminta humas rumah sakit menceritakan masalahnya. Dan dia kaget, setelah saya informasikan bahwa yang memergoki kultwit di chirpstory itu adalah saya.



Kemudian saya menanyakan apa yg telah dan akan dilakukan humas RS. Betapa kagetnya saya, sebab di-mention dengan keburukannya, akun twitter RS dinonaktifkan atau ditutup sementara. Lebih kaget lagi, humas mengaku bahwa penutupan itu atas perintah Direktur RS. Saya kemudian bertanya kenapa harus dinonaktifkan? Jawabnya, untuk meredam mention-mention dari kultwit susulan seperti yang dijanjikan.

Saya katakan bahwa upaya tutup akun twitter pada saat seperti ini baik sementara atau selamanya bukanlah tindakan yang tepat. Sebaliknya, ajaklah si akun pembeber itu berkomunikasi. Anggaplah sebagai pasien, keluarga atau publik yang sedang menyampaikan keluhannya (complain). Berdialog dengan baik, siapa tahu akun pembeber ini memberikan data pendukung seperti yang dituduhkan.

Menutup akun twitter akibat "serangan" seperti ini jelas semakin memposisikan rumah sakit terpojok. Dapat dijadikan pembenar anggapan sebagaimana dibeberkan. Ingat ya! sedikit atau banyak, rumah sakit memiliki follower. Dan follower ini akan memperhatikan dengan seksama interaksi di linimasa. Di ujung telepon sana, saya membayangkan si manager humas seperti mahasiswa yang mendengar kuliah dosennya. Bagaimana tidak, saya sudah menyerocos banyak tapi hanya sesekali dia menimpali. Di ujung obrolan telepon, manager humas RS akan berusaha menyampaikan saran saya itu kepada direktur. Saya merasa ada nada ragu, sepertinya ada sedikit takut dengan atasannya. Sebenarnya wajar saja. Kemudian saya titip salam untuk direkturnya.

Syukurlah, akun twitter rumah sakit diaktifkan kembali. Saya perhatikan terjadi interaksi diantara keduanya. Seperti kebanyakan akun pseudonim, tak bakal dia mau datang ketika diundang bertemu muka. Tak pula sudi memberikan fakta-fakta. Hanya klaim informasi yang ditwitkan benar. Yang ada menantang rumah sakit untuk melakukan tindakan dan pembenahan.

Akhirnya setelah 3 hari, akun twitter samaran itu pun tutup selamanya. Tetapi kerja keras dan cerdas humas rumah sakit baru saja mulai, yaitu mengembalikan citra rumah sakit yang sempat tercoreng. Tentu saja, bukan tugas yang mudah dan instant sebagaimana membuat dan menutup akun twitter.